Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum. (Bilangan 20:11)
Bangsa Israel pernah mengembara di padang gurun selama 40 tahun. Kisah perjalanan mereka menyatakan bahwa mereka adalah bangsa yang kurang percaya kepada Tuhan dan sering bersungut-sungut. Bilangan 20:2-13 menceritakan tidak hanya tentang sungut-sungut orang Israel tetapi juga kegagalan Musa dalam menghormati kekudusan Tuhan.
Setelah bangsa Israel bersungut-sungut karena kehausan, Musa dan Harun berdoa kepada Tuhan dan meminta petunjuk-Nya. Tuhan kemudian menyatakan bahwa mereka harus berbicara kepada bukit batu sehingga mereka bisa mendapatkan air dari situ. Namun Musa tidak mengikuti petunjuk Tuhan. Dia malah memukul bukit batu itu sampai dua kali sehingga ada banyak air yang keluar.
Kendati demikian, tujuan mereka tercapai yaitu mereka mendapatkan air yang mereka sangat inginkan. Bahkan dituliskan di dalam Alkitab “keluarlah banyak air”. Mereka mendapatkan air dengan melimpah. Namun di sini ada hal yang lebih penting yang Musa telah lalaikan. Musa tidak mengikuti petunjuk Tuhan. Ia memakai caranya sendiri. Meskipun demikian, ia tetap mendapatkan hasil yang melimpah dari usahanya yang salah di mata Tuhan.
Demikian pula dengan pelayanan. Sebuah gereja bisa mendapatkan hasil pelayanan yang memuaskan bahkan melimpah dan berpikir bahwa gereja itu telah mendapatkan perkenanan Tuhan. Apakah hasil pelayanan yang memuaskan atau sesuai target bahkan melimpah menunjukkan bahwa Tuhan berkenan kepada para pelayan tersebut? Kisah Musa dalam bagian ini mengajarkan bahwa jawabannya adalah belum tentu. Hasil yang baik bisa dicapai melalui cara yang salah, seperti yang telah dilakukan oleh Musa. Gereja bisa mendapatkan hasil yang baik melalui cara-cara yang salah. Gereja tidak boleh mengadopsi pemikiran ‘menghalalkan segala cara demi mendapatkan hasil yang baik’.
Meskipun hasil yang memuaskan telah dicapai, Tuhan tetap menegur Musa karena ia tidak mengikuti perintah Tuhan. Begitu pula gereja yang kelihatannya berhasil tetap tidak diperkenan oleh Tuhan jika gereja tersebut tidak mengikuti perintah Tuhan. Tuhan berkenan kepada mereka yang mengikuti perintah-Nya meskipun mereka terlihat tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Ketika Rasul Petrus berkhotbah, ada banyak orang bertobat. Namun ketika Stefanus berkhotbah, ia malah memprovokasi orang-orang di mahkamah agama sehingga mereka melempari dia dengan batu. Setelah itu pun penganiayaan terhadap gereja mulai dijalankan. Apakah Stefanus dimurkai oleh Tuhan karena kejadian ini? Justru sebaliknya Tuhan menyambutnya di surga karena ia telah setia menjalankan perintah Tuhan sampai mati. Allah pernah berkata “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (1 Samuel 16:7).
Mari kita belajar untuk menilai keberhasilan pelayanan bukan berdasarkan apa yang dilihat manusia tetapi berdasarkan penilaian Allah yang adalah Tuan dari pelayanan tersebut.