Kutipan Stephen Tong dari buku “Hati yang Terbakar” (Surabaya: Momentum, 2014), hal. 41.
Ada bantahan yang mengatakan bahwa hal itu [penggunaan kata “Kita” dalam Kejadian 1:26] merupakan sesuatu yang umum dalam pembentukan bahasa-bahasa di Timur Tengah. Pada waktu mereka menyebut dewa atau ilah mereka, mereka juga tidak pernah memakai bentuk tunggal, melainkan bentuk jamak, sebagai indikasi yang menunjukkan penghormatan mereka terhadap yang harus lebih dihormati daripada manusia, yaitu dewa atau ilah mereka. (Di daerah-daerah tertentu di Indonesia, penggunaan kata kita atau kami juga sering dipakai sebagai kata ganti orang dalam pengertian tunggal.) Hal ini memang benar, namun bukan berarti kita bisa menyangkal bahwa Allah telah menyatakan diri dengan cara yang berbeda dari cara bangsa-bangsa lain dalam menyebut dewa-dewa mereka. Lagi pula, kebiasaan menyebutkan dewa atau ilah mereka dengan bentuk jamak ini baru muncul jauh sesudah Kitab Kejadian dituliskan melalui Musa.