“Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku” (1 Raja-Raja 19:4)
Elia adalah seorang nabi yang memiliki pencapaian yang luar biasa. Keberaniannya dalam menghadapi 450 orang nabi Baal jelas dinyatakan dalam 1 Raja-Raja 18. Tanpa ada keraguan ia menantang ratusan nabi itu untuk membuktikan bahwa Allah yang disembah Elia adalah Allah yang sejati. Tuhan menyertainya sehingga pelayanannya sungguh sukses. Jika kita membaca kisah Elia hanya sampai pada bagian ini, maka kita akan cenderung berkesimpulan bahwa Elia adalah seorang hamba Tuhan besar yang tidak mungkin terjatuh atau mundur dari pelayanan.
Namun ternyata Alkitab menceritakan sisi lain dari Elia. Tidak hanya kehebatannya, Alkitab juga menceritakan titik terendah kondisi iman Elia. Setelah Izebel menyatakan tekadnya untuk membunuh Elia, Elia melarikan diri dan menyatakan keputusasaannya di hadapan Tuhan. Ia mengalami depresi berat sampai ia meminta untuk diambil nyawanya oleh Tuhan. Elia tidak bisa menjadi seperti apa yang ia harapkan yaitu menjadi lebih baik daripada nenek moyangnya. Ini membuatnya sungguh kehilangan semangat bahkan semangat untuk tetap hidup.
Alkitab menyatakan realitas yang tidak terbantahkan yaitu bahwa hamba Tuhan juga adalah manusia yang tidak sempurna. Meskipun Elia telah menampilkan keberanian dan pencapaian yang luar biasa, ia tetaplah manusia yang masih bisa kehilangan semangat pelayanan. Pada bagian berikutnya, kita bisa melihat bahwa pergumulan dan percakapannya dengan Tuhan-lah yang membuat ia bisa bangkit dan kembali melayani Tuhan.
Pertanyaan renungan: apakah saat ini kita sedang kehilangan semangat pelayanan? Apakah kita saat ini sedang mengalami depresi (yang erat hubungannya dengan kerohanian kita)? Apakah kita sudah menyatakan keputusasaan kita di dalam doa dan meminta kebangunan dari-Nya?