John Cotton (1585-1652) adalah seorang pendeta di Massachusetts Bay Colony. Ia seorang yang sangat dihormati di dalam lingkungan orang-orang Puritan.
Pada dasarnya Cotton berasal dari keluarga yang cukup berada. Ayahnya, Rolland Cotton, seorang pengacara yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikannya. Ibunya adalah seorang yang sangat saleh dan bersemangat.
Memulai panggilannya, ia menempuh pendidikan di Trinity College, Cambridge di usia ke-13. Di sekolah ini, ia banyak dibentuk dan dipengaruhi oleh para pelayan Puritan. Menempuh pendidikan selama 15 tahun, ia belajar begitu banyak pengetahuan dari para sarjana-sarjana pintar dan pengetahuan dalam akan keilahian.
Bahasa Ibrani, menjadi bahasa yang sangat ia kuasai saat melanjutkan pendidikan di Emmanuel College. Bertahun-tahun kemudian, ia menjadi kepala pengajar di sekolah tersebut, lalu kemudian menjadi seorang dekan, serta penanggungjawab bagian pendisiplinan mahasiswa dan catechist.
Pada suatu hari, ia mendengar khotbah dari Dr. Sibbs. Seorang Puritan yang sangat baik dalam menjelaskan Yakobus bagian pertama. Khotbah ini disebut khotbah yang melampaui nature dan keperluan untuk regenerasi (lahir baru). Ia menunjukkan seseorang yang berada di posisi belum lahir baru, dan tidak memiliki kebenaran sama sekali, tetapi hanya ada kebaikan secara moral. Di sinilah Cotton merasakan pengharapannya yang salah selama ini dan kepercayaan diri terhadap pembenaran secara pribadinya. Ia menemukan pengajaran di dalam Alkitab, bahwa ia adalah pendosa di mata Allah.
Selama tiga tahun, ia terlarut dan jatuh sangat mendalam di dalam pemikirannya dan merasa sangat amat membutuhkan anugerah Tuhan dan ‘menerima’ pengampunan yang Tuhan telah berikan. Melalui luka yang sama, anugerah keselamatan dari darah Kristus mengalir dan menyembuhkannya. Cotton mendisiplinkan dan membangun dirinya terus menerus sehingga menjadi orang yang semakin dewasa dalam iman.
Cotton menjadi seorang pengkhotbah injil yang sangat berkuasa dan dikenal di kalangan Calvinis sebagai seorang doctor yang memiliki pemikiran yang sangat besar. Hal ini ‘dimateraikan’ dengan khotbah evangelical pertamanya yang diterima oleh orang banyak. Dan sejak saat itu, Cotton menjadi seorang pengkhotbah besar dengan pengaruh besar di era Puritan. Khotbahnya pun dikenal sangat sistematis, kontemplatif dan mengubahkan hidup seseorang hingga ke kehidupan mereka.
Di usia ke-28, ia diminta untuk melayani di Lincolnshire. Dengan berbagai perseteruan dari politik yang memengaruhi pelayanannya, ia akhirnya kembali menempuh pendidikan lanjutan. Di dalam pendidikan Master, ia melatih diri dalam hal spiritual. Ia pun dikenal karena perdebatannya melawan pandangan Arminian.
Tahun 1613, ia menikah dengan seorang bernama Elizabeth Horrocks, seorang wanita yang sangat baik. Mereka tidak memiliki anak di pernikahan ini. Tahun berikutnya, Cotton melayani di gereja St. Botolph’s. Tahun 1615, ia mengubah tata cara ibadah di gereja tersebut dan melarang liturgi gereja Anglikan.
Penyakit Malaria pada masa itu, menjadi penyebab kematian yang tinggi. Tahun 1631, Cotton dan istri terserang Malaria. Mereka pindah ke daerah yang mempunyai rumah sakit. Namun, Cotton yang semakin hari semakin pulih, tidak demikian dengan istrinya. Pada akhirnya, istrinya pun meninggal.
Pada April 1632, ia menikah lagi dengan seorang janda bernama Sarah Ηαwkridge. Di masa-masa pelayanannya ini, ia menimbulkan kontroversi yang sangat besar karena khotbah-khotbahnya yang sangat tidak ortodoks. Dipanggil di dalam persidangan dan akan dipenjarakan, Cotton pun pergi bersembunyi dan akhirnya menuju Amerika. Semula ia hendak ke Belanda, suatu daerah pemukian Puritan Inggris, namun akhirnya ia pergi ke Massachussets Bay Colony.
September 1633, ia tiba di Boston. Reputasinya yang sangat besar, membuatnya dipercayakan untuk melayani di geraja pertama di Boston. Hanya dalam beberapa tahun ia di Boston, tahun 1636, ia ‘terjebak’ di dalam Antinomian controversy. Khotbah yang ditekankan adanya perjanjian kerja antara Adam dan Tuhan, berbanding terbalik dengan apa yang Cotton khotbahkan. Yaitu keselamatan hanya total dari anugerah Tuhan. Namun setelah kontroversi ini berlalu, tahun 1638, kehidupan Cotton menjadi sedikit lebih mudah.
Tahun 1648, ia menolong Richard Mather dan Ralph Partridge untuk menulis pernyataan yang diadopsi dari gereja New England. Dan setelahnya pernyataan ini dikenal sebagai “The New England Way”. Ia pun menulis berbagai khotbahm tulisan pengajaran selama hidupnya. Ia pun meninggal di tahun 1652 akibat pneumonia. Ia dimakamkan di King’s Chapel Burying Ground di Boston, Massachusetts.
Sosok John Cotton adalah sosok yang dikenal di kalangan Puritan. Namun di masa awal hidupnya, pertobatan yang ia alami dengan sungguh baru terjadi ketika ia mengalami teguran dan secara personal mengerti akan keberdosaannya. Di masa penyadaran yang menyakitkan dan keterpurukannya berakhir pada kebangkitannya dalam kesadaran akan anugerah Tuhan. Ini juga yang membuatnya gigih dalam pembelajaran mengenal Tuhan dan relasi pribadinya di dalam pelatihan spiritual dan pelayanannya. Mengingatkan kita pula agar di dalam kehidupan pribadi, perlu untuk terus menerus merefleksikan diri dalam firman Tuhan, bertobat dan semakin gigih dalam mengenal dan melayaniNya.
(Diringkas oleh Sdri. Paulina)
Sumber:
Life of John Cotton. https://archive.org/details/lifeofjohncotton00mlcclu
Reverend John Cotton: Puritan Reformist https://historyofmassachusetts.org/reverend-john-cotton/