Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah (Yohanes 12:42-43).
Rasul Yohanes menyatakan suatu fakta yang pada saat itu tidak diketahui oleh orang-orang secara umum. Setelah Yesus berfirman ternyata banyak pemimpin percaya kepada-Nya, namun hal ini tidak diketahui oleh publik. Ini karena mereka tidak mau mengakui iman mereka dengan berterus terang agar mereka tidak dikucilkan. Mengapa mereka takut dikucilkan? Rasul Yohanes menulis: sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah (ESV: for they loved the glory that comes from man more than the glory that comes from God).
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari bagian ini. Pertama, orang percaya, meskipun sudah beriman, tetap masih bisa lebih menyukai kehormatan manusia daripada kehormatan Allah. Ini karena imannya belum cukup bertumbuh sampai ia lebih takut kepada Allah daripada takut kepada manusia. Inilah mengapa orang Kristen, meskipun mengaku sudah Kristen, masih bisa mengambil keputusan-keputusan yang lebih cenderung menyenangkan manusia daripada menyenangkan Allah.
Kedua, salah satu alasan orang Kristen tidak menginjili adalah karena takut dikucilkan. Hal ini, menurut Rasul Yohanes dalam bagian ini, adalah karena orang Kristen itu masih lebih menyukai penghormatan dari manusia daripada penghormatan dari Allah. Pergaulan dengan dan penerimaan dari sesama masih dianggap lebih berharga atau lebih menarik daripada pergaulan dengan dan penerimaan dari Allah. Mandat Injil tidak dijalankan karena mandat manusia dianggap lebih menjanjikan penghormatan manusia bagi dirinya sendiri.
Ketiga, para pemimpin ini mungkin lulus dalam kepemimpinan organisasi atau masyarakat, namun mereka belum bertindak sebagai pemimpin rohani. Kepemimpinan mereka tidak dipakai untuk melayani Tuhan tetapi untuk melayani manusia saja. Pemimpin diberikan kuasa atau otoritas dari Tuhan yang harus dipakai secara bertanggung jawab di hadapan-Nya. Jika para pemimpin masih lebih memilih penghormatan manusia daripada penghormatan Allah, maka ia tidak mungkin bisa menjalankan prinsip-prinsip kepemimpinan rohani dengan sungguh-sungguh di dalam jabatan atau otoritasnya.
Pertanyaan renungan: apakah kita lebih menyukai kehormatan Allah daripada kehormatan manusia? Sudahkah kita memiliki keberanian untuk menyatakan kepercayaan kita? Apakah kita masih berpikir untuk mencari penerimaan manusia?