Mengapa Disebut ‘Buah’ Roh?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 57.

[M]engenai buah Roh: fakta digunakannya sebutan buah menunjukkan ide mengenai pertumbuhan. Ketika suatu buah baru muncul, katakanlah di pohon apel, pir, atau persik, buah itu agak kecil; diperlukan satu musim penuh untuk menjadikan buah itu bertumbuh ke ukurannya yang sepenuhnya dan rasa yang matang. Secara analogi, kita tidak dapat berharap untuk melihat buah Roh dalam bentuk yang matang di dalam kehidupan seorang anak kecil atau seorang petobat baru; harus ada waktu bagi pematangan dan pendewasaannya. Oleh karena itu, menghasilkan buah Roh jangan dipikirkan sebagai kejadian tunggal, suatu pengalaman yang klimatis dan dapat didata. Atau sebagai suatu bentuk pengalaman ‘berkat kedua,’ sebaliknya ini harus dilihat sebagai proses pertumbuhan rohani yang terus-menerus. Dan pertumbuhan ini bukanlah proses di mana kita dapat bersikap pasif; melainkan menuntut disiplin doa, iman, dan peperangan rohani seumur hidup.