Apa Ciri Orang yang Dipenuhi Roh Kudus?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 65-6.

Apakah bukti dipenuhi dengan Roh? Bukan emosionalisme yang berlebihan atau fenomena yang spektakuler (perhatikan bahwa pada [Efesus 5:18-21] tidak tercatat mengenai berbahasa lidah atau karunia menyembuhkan), sebaliknya, dalam sikap sebagai berikut: (1) menyembah Allah bersama-sama dan dengan demikian saling meneguhkan satu sama lainnya; (2) bermazmur di dalam hati kita untuk Allah – suatu sikap dasar yang penuh sukacita; (3) selalu mengucap syukur kepada Allah untuk segala sesuatu; dan (4) merendahkan diri kita terhadap sesama orang Kristen yang timbul dari rasa takut akan Kristus. John R. W. Stott telah meringkas bukti dipenuhi dengan Roh menurut Efesus 5:18-21 sebagai berikut: ‘Hasil-hasil yang utuh dari kepenuhan dengan Roh sekarang telah dinyatakan dengan gamblang. Dua bentuk utama dari manifestasi kepenuhan ini adalah penyembahan dan persekutuan. Jika kita dipenuhi dengan Roh, kita akan memuji Kristus dan bersyukur kepada Bapa kita, dan kita akan berkata-kata satu sama lain dan saling menundukkan diri. Roh Kudus menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah dan sesama. Di dalam kualitas dan aktivitas rohani inilah, dan bukan di dalam fenomena supernatural, kita harus mencari bukti utama dari kepenuhan dengan Roh Kudus.’

Pertumbuhan Iman Wajib Dialami Semua Orang Percaya

Kutipan oleh Jerry Bridges dari buku “Tumbuhkan Imanmu” (Bandung: Pionir Jaya, 2013) halaman 11-2.

Pertumbuhan adalan ekspresi normal dari kehidupan. Baik tanaman, binatang, maupun manusia, kita berharap mereka bisa bertumbuh hingga dewasa. Ketika sesuatu atau seseorang tidak bertumbuh, kita tahu ada sesuatu yang salah. Pertumbuhan juga merupakan ekspresi normal dari kehidupan Kristiani. Para penulis Perjanjian Baru menekankan pertumbuhan, dan terus-menerus mendorong kita untuk mengejarnya. Petrus mendesak kita untuk ‘bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus’ (2 Petrus 3:18). Paulus mengajarkan kita: ‘dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala’ (Efesus 4:15). Bahkan, berbeda dengan pertumbuhan fisik, orang Kristen tidak pernah boleh berhenti bertumbuh secara rohani. Paulus memuji jemaat Tesalonika karena mereka selalu ingin menyenangkan Tuhan dan mengasihi sesama. Untuk kedua hal ini, Paulus mendesak mereka untuk melakukannya ‘lebih dan lebih lagi’ (1 Tesalonika 4:1, 10). Dia ingin mereka terus bertumbuh dalam berbagai aspek hidup Kristiani. Tidak ada istilah ‘orang Kristen dewasa’ yang tidak perlu lagi bertumbuh. Pertumbuhan tidak hanya normal bagi orang-orang yang baru bertobat, tetapi juga bagi mereka yang telah berjalan bersama Tuhan selama lima puluh tahun atau lebih. Tentu saja hampir semua pertumbuhan, baik fisik maupun spiritual, berlangsung secara bertahap. Kita tidak bisa menyaksikan langsung sebuah tanaman atau seseorang bertumbuh di depan mata kita. Kita hanya bisa mengamatinya dari waktu ke waktu. Hal ini juga berlaku bagi kehidupan orang Kristen. Tentu saja setiap orang bertumbuh dengan kecepatan yang berbeda. Tak seorang pun dari kita yang bertumbuh dengan kecepatan yang sama sepanjang waktu. Namun, meskipun pertumbuhan dan area pertumbuhan setiap orang berbeda, kita semua tetap harus bertumbuh secara rohani. Ketika seorang Kristen tidak bertumbuh, ada sesuatu yang salah!