Kutipan oleh Vern. S. Poythress dalam buku “Menebus Sains” (Surabaya: Momentum, 2013), hal. 14.
Hukum-hukum ilmiah, khususnya hukum-hukum yang “dalam,” adalah indah. Para ilmuwan telah lama menyelidiki kemungkinan-kemungkinan hipotesis dan model atas dasar kriteria keindahan dan kesederhanaan. Misalnya, hukum gravitasi Newton dan hukum-hukum elektromagnetisme Maxwell secara matematis adalah sederhana dan indah. Dan para ilmuwan dengan jelas mengharapkan hukum-hukum yang baru, dan juga hukum-hukum yang lama, untuk menunjukkan keindahan dan kesederhanaan. Mengapa? Keindahan hukum-hukum ilmiah menunjukkan keindahan Allah sendiri. Walaupun keindahan belum menjadi sebuah topik favorit dalam eksposisi klasik mengenai doktrin Allah, Alkitab menunjukkan kepada kita sesosok Allah yang sangat indah. Dia menyatakan diri-Nya dalam keindahan di dalam rancangan tabernakel, puisi Mazmur, dan keelokan perumpamaan Kristus, dan juga keindahan moral dari kehidupan Kristus.
Keindahan Allah sendiri terpancar dalam apa yang telah Dia ciptakan. Kita lebih terbiasa untuk melihat keindahan pada objek-objek tertentu dalam ciptaan, seperti seekor kupu-kupu, atau sebuah gunung yang tinggi, atau suatu padang rumput yang ditutupi bunga-bunga. Tetapi keindahan juga ditunjukkan dalam bentuk yang sederhana dan elok dari beberapa hukum-hukum fisika yang paling dasar, seperti hukum Newton mengenai gaya, F = ma, atau formula Einstein mengenai massa dan energi, E = mc^2. Mengapa hukum-hukum yang begitu elok harus ada? Keindahan juga ditunjukkan dalam keharmonisan di antara bidang-bidang sains, dan keharmonisan antara matematika dan sains yang diandalkan para ilmuwan kapanpun mereka menggunakan sebuah formula matematis untuk menjelaskan sebuah proses fisika.