Tanpa Kasih, Pengorbanan yang Terbesar Tidak Memiliki Arti

Kutipan oleh Phil Ryken yang diambil dari buku “Mengasihi seperti Yesus Mengasihi” (Surabaya: Momentum, 2016) halaman 7.

Dalam ayat 3 Paulus berpindah dari karunia-karunia yang ktia miliki pada pekerjaan-pekerjaan baik yang kita lakukan. Di sini argumennya mencapai klimaks: “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” Kedua contoh ini luar biasa. Tidak banyak orang yang menjual seluruh harta duniawinya dan membagikan 100% hasilnya kepada orang-orang miskin. Tidak banyak orang yang mengorbankan dirinya menjadi martir untuk mati dibunuh. Inilah dua hal besar yang dapat manusia lakukan bagi Kristus. Pastilah orang-orang yang melakukannya layak memperoleh berbagai macam imbalan! Namun bahkan pekerjaan baik yang paling hebat pun dapat dilakukan tanpa kasih. Sebaliknya, hal-hal demikian bisa saja dilakukan untuk memenuhi kesombongan rohani kita atau untuk memperoleh sesuatu dari Allah. Bahkan rasa sakit yang menyeramkan dari api martir pun tidaklah cukup. Jika kita tidak digerakkan oleh kasih yang murni bagi Allah, semua hal tersebut tidaklah berguna. Hanya kasih-Nyalah yang berarti.

Tanpa Kasih, Kita Hanyalah Pemuja Berhala

Kutipan oleh Phil Ryken yang diambil dari buku “Mengasihi seperti Yesus Mengasihi” (Surabaya: Momentum, 2016) halaman 5.

Beberapa ahli percaya bahwa ketika Paulus berbicara tentang ‘gong yang berkumandang,’ [1 Korintus 13: 1] ia sedang merujuk pada guci perunggu yang berongga, yang digunakan sebagai bilik-bilik beresonansi dalam teater kuno – sistem bangsa Yunani dan Roma untuk amplifikasi suara. Maka intinya adalah tanpa kasih, kata-kata kita hanya menghasilkan “bunyi kosong yang keluar dari bejana yang berongga dan mati.” Para ahli yang lain meyakini bahwa Paulus sedang merujuk pada gong yang digunakan untuk menyembah dewa-dewa berhala, seperti dewi Kibele. Jika demikian, maka ia sedang mengatakan bahwa tanpa kasih, kita hanyalah pemuja berhala. Gambaran dalam ayat ini selalu mengingatkan saya pada The Gong Show, acara televisi pada era 1970-an di mana para peserta dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam bernyanyi atau menari. Jika para juri tidak menyukai pertunjukan tertentu, mereka akan berdiri dan memukul sebuah gong besar untuk mengakhiri pertunjukan tersebut. Gong dapat menghasilkan bunyi yang keras, tetapi tidak dapat menghasilkan musik yang indah.

Kemuliaan Allah dalam Alam Semesta

Kutipan oleh John Piper dari buku ‘Melihat dan Menikmati Yesus Kristus’ (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 3-4.

Alam semesta yang dicipta sepenuhnya berkaitan dengan kemuliaan. Kerinduan terdalam hati manusia dan makna terdalam sorga dan bumi terangkum dalam hal ini: kemuliaan Allah, dan kita diciptakan untuk melihatnya dan menikmatinya. Hal lain yang kurang dari itu berarti tidak mencapai tujuannya. Karena itulah dunia menjadi tidak teratur dan disfungsional seperti sekarang ini. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan hal-hal lain (Roma 1:23). “Langit menceritakan kemuliaan Allah” (Mazmur 19:2). Itulah mengapa semua alam semesta eksis. Semuanya berkaitan dengan kemuliaan. Teleskop Angkasa Hubble mengirim gambar-gambar infra merah dari galaksi jauh yang tampak redup yang mungkin letaknya dua belas miliar tahun cahaya (dua belas miliar dikali enam triliun mil). Bahkan di dalam Galaksi Bima Sakti kita ada bintang-bintang yang begitu besar sehingga sulit dideskripsikan, seperti Eta Carinae, yang lima juta kali lebih terang daripada matahari kita. Kadang-kadang orang-orang sulit mengaitkan keluasan alam semesta yang luar biasa ini dengan manusia yang terlihat tidak signifikan. Alam semesta memang membuat kita teramat kecil. Tetapi makna kebesaran ini bukan mengenai kita. Kebesaran ini adalah mengenai Allah. “Langit menceritakan kemuliaan Allah,” kata Kitab Suci. Alasan untuk “membuang” begitu banyak ruang di alam semesta untuk menjadi rumah bagi umat manusia yang begitu kecil adalah untuk menyatakan tentang Pencipta kita, bukan tentang kita. “Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat” (Yesaya 40:26).