Pendahuluan Bagian 1 Buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”

Pendahuluan Bagian 1 Buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”
Halaman 3-5 dari buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”
Penulis: Tumpal Hasudungan Hutahaean
Penerbit: Momentum
Terbit pertama: November 2019

Mengapa Allah Tritunggal menciptakan lembaga pernikahan? Lembaga pernikahan diciptakan Tuhan untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang seiman dan sepadan (Kejadian 2:18-25 dan 2 Korintus 6:11-18) melalui ikatan perjanjian untuk sepakat hidup bersama di dalam Tuhan. Kita percaya lembaga pernikahan Tuhan yang cipta (tatanan ciptaan—order of creation) dan kita menerima pengesahan secara hukum dari negara (Pasal 2 ayat 1, UU No. 1 Tahun 1974). Secara iman kita percaya bahwa pernikahan Kristen menjadi sah melalui lembaga Gereja yang merestuinya di hadapan Allah Tritunggal dan jemaat-Nya dan setelah itu dicatat dan disahkan oleh lembaga pemerintah, yaitu Catatan Sipil. Pengakuan dari Gereja, umat Kristen yang hadir, dan institusi pemerintah ini sangat penting untuk kesaksian bagi masyarakat sebagai norma sosial.

Apakah tujuan keluarga diciptakan? Allah menghendaki agar setiap keluarga disatukan dalam iman dan kekudusan untuk senantiasa hidup dalam pertumbuhan iman dan kekudusan guna mencapai perubahan karakter ke arah Yesus Kristus (tatanan penebusan—order of redemption). Allah akan berkenan jika suami, istri, dan anak-anak bisa saling membangun karakter yang matang di dalam Tuhan Yesus dan menyaksikan Tuhan Yesus melalui hidup mereka.

Jika tujuan Allah menciptakan lembaga pernikahan begitu mulia, mengapa ada keluarga Kristen yang berantakan dan tidak harmonis? Apakah ini rancangan Tuhan? Atau bukan? Kalau begitu, apa penyebabnya? Allah tidak memiliki program agar keluarga Kristen mengalami ketidakharmonisan atau kegagalan dalam membangun pernikahan. Kegagalan ini bisa disebabkan oleh tidak adanya penyatuan iman yang sejati, ada dosa yang hadir dan berkembang, karakter yang tidak terbangun di dalam Tuhan Yesus, adanya kelemahan iman dalam menghadapi badai hidup, dan tidak ada perubahan wawasan dunia yang baru dalam menghadapi perubahan internal (keluarga), perubahan eksternal (dunia), dan tantangan zaman.

Solusi awal untuk membangun keluarga yang bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan Yesus adalah keluarga harus memiliki fondasi iman sebagai dasarnya. Mengapa keluarga harus bersatu dalam iman? Apakah bersatu di dalam fungsi keluarga tidak cukup? Apakah bersatu dalam nilai tujuan untuk mencapai cita-cita keluarga tidak cukup? Apakah bersatu di dalam nilai kesenangan itu tidak cukup? Mengapa hal-hal di atas tidak cukup? Karena semua itu hanya kesatuan yang bersifat horizontal dan sementara. Keluarga Kristen harus senantiasa bersatu dalam iman dalam ikatan tubuh Kristus yang diekspresikan melalui ibadah keluarga, ibadah bersama di Gereja, mengikuti kegiatan Gereja bersama-sama di luar hari Minggu, dan juga bersatu dalam iman ketika melewati setiap pergumulan dan tantangan yang ada. Inilah yang menjadi fondasi yang paling dasar bagi keluarga agar bisa bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan Yesus. Kesatuan iman adalah salah satu pilar yang penting agar keluarga memiliki kekuatan untuk saling menopang, menguatkan, dan membangun sehingga menjadi pemenang bagi Allah dan memimpin keluarga dalam meraih masa depan.

Indahnya kesatuan iman dalam keluarga Kristen ini juga berperan mendorong setiap anggota keluarga untuk saling membangun iman dan hikmat. Ini berarti ada peran suami-istri dalam menanam iman, mempertumbuhkan iman, dan mengarahkan anak-anak untuk menghasilkan buah iman bagi Kristus. Kecerdasan iman yang diikuti dengan pertumbuhan hikmat sangat berperan dalam membangun kesadaran tanggung jawab sebagai seorang suami atau istri dan sebagai seorang anak kepada Tuhan untuk berbuah bagi Kristus.