Membawa Damai Allah bagi Musuh-Musuh Kita

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 37-8.

Menjadi seorang yang membawa damai merupakan bagian dari penyerahan diri kepada Allah, karena Allah membawa damai. Kita meninggalkan usaha untuk memenuhi kebutuhan kita melalui pembinasaan musuh-musuh. Allah datang kepada kita dalam Kristus untuk berdamai dengan kita; dan kita berpartisipasi dalam anugerah Allah ketika kita pergi kepada musuh kita dan berdamai dengan mereka. Inilah sebabnya mengapa orang-orang yang membawa damai ‘akan disebut anak-anak Allah.’ Dengan kata lain, berbahagialah orang yang berdamai dengan musuh  mereka, sebagaimana Allah menyatakan kasih kepada musuh-musuh-Nya.

Arti Dukacita dalam Ucapan Bahagia

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 29.

Dukacita, seperti miskin di hadapan Allah (miskin dalam roh), mempunyai makna ganda. Kata ini berarti duka kesedihan karena kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat dicintainya: orang yang tertindas dan orang yang berkabung berdukacita karena mereka mengalami kehilangan yang nyata dan menjadi sedih. Tetapi kata itu juga dapat berarti pertobatan: orang berdosa berdukacita karena dosa-dosanya dan dosa komunitasnya, dan mereka sungguh ingin mengakhiri dosa mereka dan melayani Tuhan. Nabi Amos mengumumkan penghukuman Allah atas orang-orang yang tidak berkabung. Mereka memeras orang lemah dan menginjak orang miskin dan berkata kepada tuan-tuan mereka, ‘bawalah [anggur] kemari, supaya kita minum-minum!’ Mereka berbuat dosa dan kemudian membawa korban-korban persembahan ke dalam Bait Suci. Mereka pikir korban-korban persembahan mereka akan menutup dosa-dosa mereka, selagi mereka terus berlaku tidak adil. Allah mengucapkan celaka atas mereka yang tidak berkabung: “Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion… yang berbaring di tempat tidur dari gading… yang bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus… tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf!… Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuata mereka! Tidakkah akan gemetar bumi akan hal itu, sehingga setiap penduduknya berkabung?… Aku akan mengubah perayaan-perayaanmu menjadi perkabungan” (Am. 4:1-5; 5:6, 14; 6:1-7; 8:7-10; 9:5). Ketika Yesus menyerukan untuk berdukacita, yang dimaksudkan-Nya adalah berdukacita dalam pertobatan yang tulus sehingga kita mengubah cara hidup kita.

Fokus Seorang yang Miskin dalam Roh

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 27.

Yesus mengajarkan bahwa mereka yang miskin (atau rendah hati) secara rohani, mereka yang berdoa dengan rendah hati tanpa mengklaim diri lebih baik daripada orang lain, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam pemerintahan Allah. Fokus dari orang yang miskin dalam roh atau miskin di hadapan Allah bukan terletak pada kerendahan hatinya atau kebajikannya sendiri, tetapi pada anugerah dan belas kasihan Allah. Allah berkata “Aku bersemayam… bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk,” dan, “Kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku” (Yes. 57:15; 66:2).