William Chalmers Burns (1815-1868) lahir sebagai anak ke-7 dari 10 bersaudara di Skotlandia, Oleh ayah bernama William Hamilton Burns dan ibu Elizabeth Chalmers dari Aberdeen. Tahun 1800, sang ayah ditahbiskan dan dilantik sebagai asisten dan pengganti pendeta senior di Church of Scotland, di wilayah Dun, di County of Angus.
Ketika keluarga ini pindah ke kota Kilsyth, William C. Burns yang berusia 6 tahun menghadiri sekolah dari gereja, yang kepala sekolahnya adalah Pdt. Alexander Salmon, “seorang guru dengan kepandaian dan kemampuan yang langka”. William Chalmers memiliki bekerja dengan giat dan mendudukin peringkat yang baik dalam semua pelajarannya.
Selain kebaktian di hari Sabat, William Chalmers mendapat pengaruh langsung dari ayahnya, termasuk sesi setengah ham bacaan pribadi bersama-sama setiap pagi sebelum sarapan dan jam-ham katekisasi dan doa yang teratur pada malam Sabat.
Pada mulanya, William Chalmers akan bertani seperti teman-temannya. Namun, paman dari pihak ibu dari Aberdeen, melihat bakat yang besar di dalam diri anak yang berusia dua belas tahun ini dan membujuk orang tuanya untuk mengizinkannya membawa anak mereka ke Aberdeen Grammar School selama satu tahun.
Studinya yang begitu cemerlang, ia masuk University of Aberdeen. Dan dalam dua semesternya, ia mencapai hasil yang baik dalam perkuliahan. Tahun 1831, ia memutuskan untuk memenuhi kualifikasi untuk profesi hukum, hanya karena pertimbangan duniawi, kekayaan dan rumah-rumah bagus. Hal ini sangat mengecewakan ayahnya yang berharap menggantikannya di bidang pelayanan. Prospek yang besar di hadapannya, membuatnya bergabung di kantor saudara laki-laki ayahnya.
Tetapi pimpinan Allah tidak mungkin kalah. Sebelum kontrak tersebut selesai dan ditandatangani, sesuatu di dalam hidupnya terjadi. Ia tergerak untuk menjadi seorang pendeta. Dan kemudian ia mengambil studi teologi di University of Glasgow. Setelah lulus, ia terus menggumulkan ke manakah ia harus mengabarkan injil kepada jiwa yang belum pernah mendengar berita tentang Kristus. Setelah tiba waktunya, di antara India, Arab, Eropa dan lain-lain, ia dipanggil untuk melayani di Tiongkok. Namun, keinginan ini harus tertunda selama Sembilan bulan.
Saat awal pelayanannya di Skotlandia, ia menjadi seorang yang sangat berkobar dalam melayani Tuhan. William Chalmers berkhotbah bahkan selama berminggu-minggu terus menerus sepanjang hari. Bahkan ada pula kumpulan pendeta, namun ia tetap memanggil untuk bertobat. Dan sanggup menggetarkan orang yang mendengarnya. Burns memiliki hati yang sangat luas. Ia sangat ingin mengelilingi dunia satu kali sebelum mati, untuk mengabarkan injil.
Setelah Dundee dan Kilsyth, dia mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di Perth dan Aberdeen. Hal yang terjadi di Aberdeen sangat unik. “Khotbah-khotbah di hadapan banyak pendengar yang penuh memadati tiga gereja pada setiap hari Sabat; persekutuan-persekutuan doa di pagi dan sore hari, ceramah umum petang setiap hari sepanjang minggu, dan umumnya ditambah lagi satu jam konseling, pengajaran, dan doa bagi mereka yang karena kekhawatirannya yang besar masih tertahan setelah kebaktian yang panjang itu selesai, dengan percakapan sambil berjalan di sekitar gereja, dan pembahasan dengan orang-orang yang mencari tahu dan para murid yang masih muda usia dan pada segala jam yang tersedia, merupakan sejarah pekerjaannya sehari-hari. Seluruhnya selama berminggu-minggu.”
William Chalmers terus masih gelisah dengan panggilannya yang semula, yaitu mengabarkan injil di luar negeri. Akhirnya ia putuskan untuk bertemu dengan Komisi Luar Negeri Gereja Presbiterian. Komisi tersebut sudah mencari pendeta yang cocok selama 2 tahun, namun tidak ada yang cocok. Dan akhirnya mereka memilih William.
Ia mendapat kesempatan berdoa selama dua bulan dan akhirnya memutuskan untuk ke Tiongkok. Akan tetapi, beberapa hambatan muncul. Pertama, negara tersebut tertutup dengan pengabaran injil. Kedua, misionaris di sana sudah cukup, sehingga komisi menunda keberangkatannya. Namun, ia tetap kukuh yakin kalau ia tetap harus ke Tiongkok. Setelah komisi luar negeri pun yakin akan apa yang dikatakan Burns, akhirnya mereka memutuskan untuk tetap mengutus Burns. Ketika ditanya, kapan ia siap untuk berangkat, ia mengatakan “Besok!”. Meski ia tidak setuju ditahbiskan, namun akhirnya ia pun ditahbiskan.
Sebelum tiba di tanah Tiongkok, Burns mengalami ujian di dalam kapal Mary Bannatyne. Setelah tujuh minggu di dalam kapal, ia menuliskan mengenai dirinya yang belajar bahasa mandarin sedikit demi sedikit setiap hari. Bahkan ia sanggup berbicara mengenai injil dalam bahasa mandarin yang sangat terbatas dan sangat terbata-bata di dalam kapal.
Berlayar selama kurang lebih 5 bulan, kapal tersebut akhirnya mendarat di Hong Kong. Setelah mendarat, Burns menulis, “Rasa syukur karena luputnya kami dari bahaya karam, sekarang tampak semakin besar, ketika kami mendengar beberapa hari yang lalu bahwa kapal Anne and Jane dari London, yang sama-sama berlayar di Laut Jawa, terhempas di pantai dekat Manila dan sepenuhnya hilang. Akan tetapi semua, kecuali salah satu anak buah kapal dan seorang penumpang, dapat diselamatkan.”
Negeri Sinim (Tiongkok di dalam Alkitab), negeri dengan penduduk yang paling banyak di seluruh dunia. Ia memperjuangkan untuk memperkembangkan bahasa Mandarinnya. Ia mengajar bahasa Inggris kepada anak laki-laki dan dibayarkan dengan bahasa Mandarin anak tersebut. Dan sering mengikuti kebaktian di dalam bahasa Mandarin. Langkah selanjutnya adalah ia tinggal di tengah-tengah masyarakat lokal. Ia dapat melayani orang-orang lokal dengan dialek daerah Mandarin yang digunakan di daerah tersebut. Setelah itu, Tuhan membuka jalan untuknya agar membuka sekolah kecil bersama rekan-rekan yang Tuhan beri. Di dalam gereja yang ia layani pun, perlahan-lahan ia menggantikan kebaktian Inggris dengan Mandarin. Dan ia pun melayani di dalam bahasa Mandarin.
Kegigihannya memperkembangkan dirinya di dalam bahasa Mandarin yang adalah bahasa lokal, juga mendorongnya untuk menerjemahkan beberapa karya ke dalam bahasa Mandarin. Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Mandarin. Serta beberapa hymn yang ia terjemahkan. Buku The Pilgrim’s Progress pun ia terjemahkan ke dalam bahasa sederhana.
William C. Burns disebut sebagai “tokoh kebangunan rohani yang berapi-api”. Penginjil yang bernyala-nyala adalah gambaran yang jauh lebih tepat. Ia adalah cahaya terang yang menyala. Dan, sekalipun kita akan segera memperingati seratus tahun kematiannya, cahaya yang tinggal masih membara: “Telah tiada, tetapi ia masih bicara,” memanggil generasi yang menyukai kemudahan, kesenangan diri sendiri agar “mencukupkan diri dalam kekurangan” dan “memberikan hati dan jiwa dan akal budi dan kekuatan untuk melayani Raja di atas segala raja.”
Seri Misionaris Perintis – William Chalmers Burns. Penerbit Momentum
(Dirangkas oleh Paulina Prasetyo)