MUSA Antara Keberanian dan Kejujuran Pdt.Tumpal H.Hutahaean,M.Th.

PENDAHULUAN

Kita akan membaca firman Tuhan dari Keluaran 2:11-22, Ibrani 11:24-26. Terkadang hidup kita ini diperhadapkan dengan pilihan-pilihan. Pilihan tersebut bisa bersifat praktikal dan bersifat keseharian. Seiring waktu pemikiran kita berkembang dan pertimbangan kita dalam mengambil keputusan pun juga berkembang. Di dalam bagian ini kita melihat semua pilihan itu akhirnya harus punya nilai yang kita ketahui tepat atau tidak tepat dalam nilai tujuan dan dalam nilai hasil. Musa ketika berumur 40 tahun memilih untuk membela bangsanya. Dia berkuasa pada saat itu karena dia diberikan kekuatan oleh Firaun sebagai putra Firaun. Dia menjalankan tugasnya untuk selalu berkeliling mengawasi pekerja-pekerja orang Mesir yang mengawasi pekerja-pekerja orang Ibrani. Pada waktu dia melihat bagaimana orang Mesir memukul orang Ibrani dan dia membela orang Ibrani. Ini bukanlah suatu pilihan yang mudah. Ternyata Ibrani 11 mengatakan dia lebih memilih mengalami penderitaan hidup yang sama seperti orang Ibrani daripada hidup sebagai putra dari putri Firaun yang begitu tinggi, yang punya kekuatan, yang punya kuasa, dan yang punya nilai kenikmatan. Itu semua ditanggalkan ‘lebih baik aku hidup dengan orang Ibrani, dan melihat Tuhan sebagai pemberi upah.’ Dia bukan melihat takhta untuk akhirnya menikmati segala sesuatu di dalam dosa. Apakah pilihan Musa untuk membunuh orang Mesir adalah jalan keluar atau solusi yang benar? Apakah dia tidak bisa memakai cara yang lain, dengan cara kecerdikan; orang itu dikeluarkan dengan cara keluar dari hal-hal yang bersifat kegaduhan? Ya mungkin bisa, tetapi itupun tidak ia lakukan. Mengapa Allah membiarkan Musa melakukan ini? Setelah Musa selama 40 tahun tinggal bersama Firaun, ia tinggal selama 40 tahun di padang belantara, setelah itu dia menjadi pemimpin. Dia banyak menulis tentang sejarah penciptaan, kejatuhan, sejarah Tuhan membentuk satu nilai ibadah, standar Tuhan untuk mencapai nilai kebenaran, dan hukum Taurat. Semua itu yang menulis adalah Musa, dan salah satunya adalah perintah untuk jangan membunuh. Di sini kita akan mempelajari itu semua.

Alkitab menceritakan dengan singkat pertumbuhan Musa. Pada saat Musa lahir, saat itulah Firaun menyuruh semua bayi laki-laki orang Ibrani harus dibunuh. Mengapa harus dibunuh? Karena orang Ibrani punya produktifitas anak itu luar biasa. Mereka hampir menguasai wilayah Mesir, maka keluarlah kebijakan dari kerajaan Firaun agar setiap anak laki-laki orang Ibrani yang baru lahir harus dibunuh. Pada waktu Maria dan Yusuf dimana Yesus juga akan lahir maka juga keluar perintah yang sama yaitu setiap bayi yang lahir harus dibunuh. Di dalam bagian ini ancaman itu ada, tetapi kecerdikan orang tua Musa juga ada. Maka Musa yang dikatakan begitu sangat ganteng, elok parasnya, diatur dengan sedemikian rupa agar tidak ketahuan oleh bala tentara Mesir. Singkat cerita pada waktu dia mulai sedikit besar sebagai bayi, diaturlah satu siasat bagaimana dia ditaruh di air sehingga nanti pada waktu dia menangis biar anak putri Firaun mendengar sehingga iba dan punya belas kasihan. Dan saat dia mencari siapakah orang yang bisa menyusui, nanti kakak Musa memberi solusi, seperti menawarkan satu nilai solusi dan semua berjalan dengan baik. Jadi Musa artinya adalah anak yang diambil dari air. Musa kemudian tampil sebagai orang dewasa berumur 40 tahun dan menjadi pemimpin lapangan Firaun. Pada umur 40 tahun dia belum menikah. Alkitab mencatat dia tampil sebagai orang yang dewasa, dia tampil sebagai seorang pemimpin yang penuh dengan satu nilai gejolak. Maka ketika dikatakan dia melihat orang Ibrani dipukul oleh orang Mesir, dia langsung mempunyai inisiatif bagaimana menyelesaikan itu dan mengandalkan kekuatan dirinya sebagai penguasa, sebagai orang yang dewasa, dan sebagai orang yang punya pengalaman. Dia mau menyelesaikan dengan caranya sendiri dan tidak melibatkan Tuhan.

PEMBAHASAN

Mengapa Musa marah ketika orang Ibrani dipukul oleh orang Mesir (ay 11)? Pernahkah kita marah? Pasti pernah. Jika kita melihat orang lain dipukul oleh orang lain yang ada kaitannya dengan dirimu, apakah kamu bisa marah? Bisa. Tapi jika kamu melihat orang lain dipukul dan tidak ada kaitannya dengan dirimu kamu hanya bisa berkata ‘kasihan orang itu.’ Tetapi apabila yang dipukul adalah keluargamu maka bisa kamu bela, apalagi jika adikmu atau kakakmu yang dipukul, pasti kamu bela. Di dalam bagian ini orang Mesir itu jumlahnya ratusan ribu. Orang Mesir itu begitu sangat banyak. Di dalam lukisan yang tadi saya paparkan orang Mesir itu sedikit berkulit hitam dan orang-orang Israel sedikit coklat. Di dalam Alkitab dikatakan bahwa Musa melihat mereka adalah saudaranya. Jadi mengapa Musa marah? Karena pekerjaan paksa yang terus dilaksanakan oleh Firaun mendatangkan luka secara fisik, mendatangkan luka secara jiwa, mendatangkan bentuk ketidakadilan dan kesejahteraan orang Ibrani. Di dalam bagian inilah kita melihat Musa marah karena dia melihat orang Mesir memukul dan menganiaya orang Ibrani. Mata Musa melihat memakai mata lahiriah. Pada waktu dia marah, apakah dia marah yang suci? Pasti jawabannya tidak.

Pada waktu dia ingin membela orang Ibrani, ia melihat dengan belas kasihan dan menganggap orang itu saudara. Apakah orang itu menganggap Musa juga saudara? Belum tentu. Kira-kira menurut kita pada waktu peristiwa itu terjadi, ketahuan Musa yang membunuh, siapa yang melapor pertama kali? Orang Ibrani. Bagaimana mereka tahu? Kita tidak tahu cara mereka, tetapi di dalam bagian inilah kita melihat Yesus dikatakan di dalam Alkitab ‘melihat orang banyak itu tergeraklah hati Yesus dengan belas kasihan’ karena Yesus melihat orang itu lelah terlantar, tidak digembalakan dengan baik. Jadi mata Yesus adalah mata rohani, bukan mata yang penuh dengan kemarahan. Siapa yang menjadi pemimpin? Mengapa masyarakat ini miskin? Maka apakah Yesus menyalahkan banyak orang? Tidak. Bahkan dia memikirkan solusi yang paling dalam, yang paling hakiki yaitu manusia lelah secara jiwa, manusia lelah secara nilai hati dan secara nilai perjuangan karena mereka belum bertemu dengan Pencipta dan Penebusnya. Maka di sini hati-hati dengan dosa maut. Dari mata bisa menimbulkan keinginan. Musa melihat orang Mesir memukul orang Ibrani; dari mata dia timbul satu keinginan untuk membela dan di situ dia berpikir apa tindakanku untuk menyelesaikan ini. Jadi jika mata kita tidak disucikan, maka mata kita bisa menjadi sumber dosa. Di dalam bagian ini kita melihat Musa mempertimbangkan bagaimana menyelesaikan masalah ini. Orang Mesir ini begitu sangat menyedihkan hatinya. Orang Mesir ini membuatnya marah.

Bagaimana cara menyelesaikannya? Dia tidak memakai pendekatan negosiasi, dia tidak memakai pendekatan komunikasi, dia tidak memakai pendekatan kompromi. Dia pikirkan dengan semua cara, aspek, dimensi dan yang dia pikirkan pada saat itu ialah akhirnya aku ini seorang pemberani, aku ini adalah orang yang jujur, aku adalah orang Ibrani, aku dibesarkan di dalam kerajaan ini, diberikan kekuatan, diberikan kekuasaan, mengapa aku tidak bisa mengandalkan kekuatan diriku sebagai seorang penguasa? Mengapa aku tidak bisa memakai tongkat ini dan tubuhku yang besar ini untuk menghabiskan orang itu? Semua pertanyaan demi pertanyaan akhirnya membayangi pikiran Musa. Solusi apa yang harus aku ambil untuk menyelesaikan masalah ini? Dia tidak bertanya kepada Tuhan. Dia tidak bergumul dengan Tuhan. Saat itulah kita tahu tindakan dia akhirnya secara diam-diam, pada waktu dia melihat tidak ada lagi orang, dan mungkin orang itu diikuti oleh Musa kemana dia pergi, kemana dia pulang, maka orang itu akhirnya dibunuh oleh Musa. Setelah dibunuh jenazahnya disembunyikan. Dia berpikir masalah itu selesai dengan cara pembunuhan. Tuhan tidak dilibatkan, dia tidak bertanya kepada Tuhan. Apakah ini masalah yang akan terselesaikan? Apakah masalah malah bertambah? Mengapa Musa tidak melibatkan Tuhan, mengapa dia mengandalkan kekuatan dirinya? Dan mengapa dia melihat dirinya seorang pemberani dan dia seorang yang penuh kuasa dan kekuatan? Karena dia sudah dewasa dan berumur 40 tahun, dan dia orang Ibrani.

Di dalam bagian ini sungguh menarik; Ibrani 11 mencatat seluruh keputusan Musa sebetulnya menunjukkan dia sudah tidak rela jikalau dia disebut putra dari putri Firaun. Dia tidak mau menikmati uang, dia tidak mau menikmati seluruh kelimpahan dan semua akomodasi dan fasilitas dari kerajaan sementara dia melihat seluruh saudaranya seiman semua mengalami kesulitan kerja paksa. Maka Musa sudah berpikir lebih baik aku menjadi orang Ibrani yang menderita sama seperti mereka. Pilihan dari Musa ini dikatakan semua uang, kelimpahan, dan semua harta yang diterima semuanya itu adalah di dalam dosa. Ia merasa lebih baik aku menderita dengan orang Ibrani karena Kristus, yang dimana upahnya lebih besar daripada semuanya yang di Mesir itu. Ketika kita melihat bagian Alkitab yang mencatat demikian, mengapa dia memakai cara pembunuhan? Apakah ini cara Tuhan? Bukan. Di sinilah kadang-kadang kita mempunyai kesenjangan. Kita tahu konsep Tuhan, kita tahu tentang bagian-bagian ajaran Firman Tuhan di dalam menyelesaikan masalah, tetapi ketika kita mengahadapi masalah itu, kita gagal, mengapa gagal? Karena kita mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Di dalam bagian inilah kesenjangan-kesenjangan itu perlu kita mengerti. Jangan melihat diri kita sebagai pemberani saja. Di dalam nilai hakikat identitas kita jangan hanya melihat kita sebagai orang yang jujur, punya nilai kesukuan dan kebangsaan. Jikalau kedua hal ini tidak dikaitkan dengan Tuhan, jikalau kedua hal ini tidak dikaitkan dengan nilai kesucian, maka seluruh keberanian kita menjadi keberanian yang berpusat kepada diri kita. Akhirnya keberanian kita menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Semua proses kita berkembang dengan ada standar pertimbangan, standar pengkajian, standar mengambil keputusan. Di dalam bagian ini pertanyaannya adalah mengapa Musa berumur 40 tahun mengambil keputusan yang cepat dan salah? Di sinilah kita melihat bagaimana Musa dibesarkan. Ada yang menafsir kira-kira umur lima sampai tujuh tahun dia ikut dengan orang tuanya, tapi kadang-kadang masih dikunjungi putri Firaun yang mengangkatnya. Dan setelah dia mulai besar umur 8 tahun sampai dengan umur 40 tahun, dia dibesarkan di dalam kerajaan Firaun karena dia dianggap mulai besar. Di dalam bagian itulah dia tidak terlatih emosinya di dalam menyelesaikan masalah. Dia anak putri, orang yang penting, maka semua berusaha mengalah. Di dalam bagian inilah kita harus berhati-hati. Jika anak dibesarkan tidak dengan realita untuk dia tahu mana yang benar dan mana yang salah karena dia dibesarkan dan disebut orang penting, maka dia tidak akan mempunyai kepekaan, analisa berkaitan dengan hal-hal yang dia mau inginkan. Jadi antara status dia sebagai orang yang pemberani dalam nilai kejujuran, dia orang Ibrani, keputusan yang diambil bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah.

Bagaimana sikap Musa setelah membunuh dan menyembunyikan mayat orang Mesir itu (ay 13)? Ketika dia sudah melakukan itu, esoknya dikatakan bahwa Musa sepertinya biasa-biasa saja. Apakah ini nilai pelarian nilai ketakutan karena dia memakai pembungkus bahwa dia adalah pejabat? Apakah ini pelarian karena dia menganggap bahwa dia tidak bisa tersentuh oleh hukum? Maka Musa berpikir tidak mungkin aku dihukum jika masalah ini tidak terbongkar. Apakah ini pelarian atau penyembunyian? Ini adalah penyembunyian fakta. Sebetulnya Musa tetap takut, apa buktinya? Lihat ketika akhirnya dia bertemu dengan orang Ibrani yang sedang berkelahi dan orang itu diketahui sebagai yang paling salah, Musa bertanya ‘mengapa engkau memukul temanmu?’ Musa posisinya adalah pejabat. Dia penguasa dan orang Ibrani adalah budak. Budak berkelahi dengan budak diketahui oleh Musa dan hasil investigasinya adalah yang bersalah adalah yang ini, maka dikatakan ‘mengapa engkau memukul temanmu?’ Pejabat yang berbicara, penguasa yang bebicara, dan dengan ada tongkat ditangannya, pasti orang itu minimal minta maaf, karena budak berhadapan dengan pejabat. Ternyata terbalik Musa mengalami ketakutan ketika ia diketahui sebagai seorang pembunuh dari orang Ibrani yang berkata kepadanya (ay 13-14). Musa ketakutan karena budak itu bertanya “Tetapi jawabnya: “Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?” Musa menjadi takut, sebab pikirnya: “Tentulah perkara itu telah ketahuan.” Perkataan budak itu ternyata membuat Musa ketakutan. Ini berarti sikap biasa-biasa Musa bukan karena dia lari, tetapi menyembunyikan semua itu dibalik jubah seorang pejabat, menyembunyikan semua itu sebagai penguasa. Ia berpikir dirinya tidak mungkin tersentuh hukum jika dia tidak ketahuan membunuh seorang Mesir, tetapi pada waktu itu dia kehilangan satu nilai kenyamanan itu. Dia berpikir akhirnya perkara itu akan diketahui Firaun juga dan dia mulai ketakutan.

Kadang kepercayaan diri kita membuat kita mengambil satu keputusan yang salah. Dan apalagi itu hanya mengandalkan kekuatan secara jabatan, kekuatan secara fisik dan engkau hanya memuaskan satu emosi, engkau tidak melibatkan Tuhan, setelah itu besok dirasa tidak ada masalah, karena kita bersembunyi di balik jubah kekuasaan kita, kekuatan kita. Pada waktu semua terbongkar ternyata masalah itu bukan terselesaikan tapi justru menambah masalah. Di sinilah kita melihat Tuhan membiarkan Musa mengambil tindakan yang salah agar dia belajar bagaimana seharusnya mengelola emosi dengan benar dalam menyelesaikan masalah. Pada waktu dia ingin melakukan satu bentuk pembelaan sesama orang Ibrani, jikalau tadi orang Mesir dengan orang Ibrani harus dilenyapkan, maka sekarang sama-sama dengan orang Ibrani, yang bersalah dipersalahkan Musa, tetapi yang dipersalahkan malah mempersalahkan dia. Di sini Tuhan memakai orang Ibrani yang salah karena berkelahi, mengungkap dan membongkar dosa yang disembunyikan oleh Musa. Maka hati-hatilah pada waktu kita menganggap diri kita paling benar, padahal di dalam diri kita banyak ketidakbenaran. Ada waktu kita ingin menegur dosa seseorang padahal masih ada dosa di dalam diri kita, Tuhan masih bisa memakai orang yang kita lihat bersalah, orang yang tidak benar. Akhirnya dia membongkar semua kemunafikan kita. Bukan berarti kita tidak boleh menegur dosa, kita harus menegur dosa, tetapi siapa yang menegur dosa dia harus punya standar hidup yang layak di hadapan Tuhan. Sebagai anak Tuhan hati-hatilah, karena kita sudah ditebus sebagai anak Yesus. Jika kita mengasihi Dia, Dia akan terus menyucikan kita, mempersiapkan kita menjadi pemimpin yang baik. Inilah cara Tuhan. Jika Musa ingin menjadi pemimpin, maka Musa harus menguduskan terlebih dahulu emosinya. Jika engkau ingin menjadi pemimpin maka engkau harus menguduskan dulu keberanianmu, seluruh nilai kejujuranmu seharusnya dikaitkan dengan Tuhan, seluruh kebenaranmu harus dikaitkan dengan Tuhan, keberanianmu dan seluruh kejujuranmu harus mempunyai nilai kesucian. Jikalau seluruh nilai keberanianmu tidak dikaitkan dengan nilai kesucian maka akan menghasilkan kepuasan secara manusiawi. Di sinilah kita melihat orang yang mau dipersalahkan oleh Musa ditanya kemengapaannya. Dia malah balik bertanya kemengapaannya Musa. Pada waktu kesalahannya terbongkar, dia mulai takut. Apakah Musa berani berbuat yang lebih lagi? Tidak.

Apa tindakan Musa setelah perkaranya diketahui Firaun (ay 15)? Dikatakan Alkitab bahwa Firaun beriktiar ingin membunuh Musa. Apakah langsung dibunuh? Belum. Dia masih merancang segala sesuatu. Dari mana Musa tahu bahwa ia akan dibunuh? Mungkin ajudannya yang memberitahu bahwa Musa akan dibunuh. Pada waktu Musa tahu bahwa dia akan dibunuh, Musa melarikan diri ke Midian ke tempat yang akhirnya bertemu dengan mertuanya. Di situlah dia jatuh cinta dan dia dijodohkan dengan Zipora. Mengapa saya memberikan gambar bintang pada bagian ini? Ketika Yesus akan dibunuh, Yesus menghindari pembunuhan itu karena waktu-Nya belum tiba. Sebelumnya Musa terlalu percaya diri, namun kemudian pada waktu Musa tahu akan ada ancaman untuk dirinya, dia lari keluar dari masalah itu. Kitab Ibrani mencatat dengan jelas, lebih baik aku sama seperti orang Ibrani yang mengalami penderitaan, daripada aku tinggal di istana Firaun, aku menikmati semua kelimpahan harta dan perlakuan tetapi semua hanya mengandung dosa. Dan aku melihat lebih besar anugerah Tuhan yang memberi upah terhadap diriku. Bisakah Musa meminta maaf kepada mama angkatnya? Bisa tetapi dia tidak melakukan itu. Lebih baik dia tidak disebut putra dari putri Firaun. Jika Musa masih mau

disebut sebagai putra dari putri Firaun maka dia seharusnya datang kepada mama angkatnya, dia datang dan meminta maaf. Tetapi dia tidak melakukan itu, bahkan dia melarikan diri dan tidak membawa satupun perlengkapan yang menunjukkan bahwa dia adalah orang penting. Sebagai bukti, di ayat selanjutnya dia duduk di tepi sumur dan tidak mempunyai apa-apa. Yang dia punya adalah etika baik. Imam di Midian mempunyai 7 putri yang saat itu datang menimba air dan mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong perempuan-perempuan itu melawan para gembala dan memberi minum kambing domba mereka. Ketika mereka sampai kepada Rehuel, ayah mereka, berkatalah ia: “Mengapa selekas itu kamu pulang hari ini?” Jawab mereka: “Seorang Mesir menolong kami terhadap gembala-gembala, bahkan ia menimba air banyak-banyak untuk kami dan memberi minum kambing domba.” Ia berkata kepada anak-anaknya: “Di manakah ia? Mengapakah kamu meninggalkan orang itu? Panggillah dia makan.” Musa bersedia tinggal di rumah itu

Pada saat itulah titik awal pertobatan yang baik memulai segala sesuatu pertobatan dalam titik nol. Ia bukan melihat dirinya adalah baik, dia tidak lagi mengakui bahwa dirinya adalah pejabat, dia tidak memakai lagi pernak-pernik kekayaan sebagai seorang anak putri Firaun, dia tidak lagi pergi seperti kebiasaan orang memakai topi sebagai seorang putra dari putri seorang Firaun. Semua ditanggalkan karena dia ingin memulai yang baru sebagai pertobatan. Maka Paulus berkata di dalam dirinya apapun yang dahulu aku banggakan, setelah aku di dalam Kristus, semua aku anggap sampah karena Kristus, karena kerinduanku sekarang berubah yaitu mau bersekutu dengan Dia di dalam penderitaan-Nya.

Di dalam hal ini kita melihat pertobatan selalu dibuktikan dengan perubahan paradigma, perubahan sikap, dan perubahan mental. Jika Musa mengandalkan segala kekuatan, jabatan, dan tidak mengandalkan Tuhan, maka ini adalah dosa. Inilah awal satu pertobatan yang benar. Dia menunjukkan satu keberanian yang suci, menunjukkan satu kejujuran yang suci bahwa dia adalah orang Ibrani. Dia tidak mau lagi mengandalkan kekuatan manusia, dia mau mengandalkan kekuatan Tuhan. Maka Ibrani mencatat dengan jelas Musa tidak mau disebut putra dari putri Firaun. Dia tidak mau lagi menikmati semua fasilitas yang ada karena dia melihat semua itu dosa, lebih baik dia menyembah Allah. Jadi mengapa Musa harus lari ke Midian dan tidak berani menghadapi perkaranya di hadapan raja Firaun? Jelas bahwa Musa tidak mau lagi mengandalkan kekuatan manusia.

KESIMPULAN

Allah mengizinkan Musa selama 40 tahun berada di kerajaan Firaun untuk belajar sebagai seorang pemimpin yang berani dan jujur. 40 tahun sudah dilewati dan pada waktu ada masalah, ini karena dia mengandalkan dirinya, maka akan menambah masalah. Setelah umur ke-40 tahun, dia ingin menyelesaikan masalah, dia tidak mengandalkan dirinya sebagai seorang anak angkat putri Firaun, dia tidak membawa semua hartanya, dia tinggalkan dan ingin memulai sesuatu yang baru di depan.

Musa berani menolak disebut sebagai putra dari putri Firaun karena memilih lebih baik hidup menderita bersama dengan orang Ibrani daripada hidup bersenang-senang di istana Firaun di dalam dosa. Tuhan memberikan anugerah selama 40 tahun bagi Musa di dalam kerajaan Firaun, 40 tahun di padang belantara menjadi penggembala kambing dan domba, 40 tahun dia menjadi pemimpin orang Israel yang harus keluar dari tanah Mesir menuju tanah Kanaan. Melalui bagian inilah mari kita belajar; jangan sampai kita menyembunyikan dosa. Segala sesuatu Tuhan bisa bongkar melalui orang yang menurut kita bersalah, kita tunjukkan kesalahan dan sebaliknya dia menunjukkan dosa kita. Tuhan itu maha tahu, Tuhan mengetahui seluruh keberadaan kita. Tuhan Yesus memberkati.

(Ringkasan khotbah ini belum dikoreksi oleh pengkhotbah – TS)

Musa Menolak Panggilan Tuhan (1) Pdt.Tumpal H.Hutahaean,M.Th.

Hari ini kita akan menbahas bagian yang pertama bagaimana Musa menolak panggilan Tuhan dan bagaimana kita melihat sepertinya dia rendah hati tetapi sebenarnya dia rendah diri. Kenapa Musa yang dulu sangat percaya diri akhirnya setelah 40 tahun menjadi gembala kambing domba dia menilai diri terlalu rendah? Apakah ini sesuatu yang layak sampai ini menjadi satu alasan yang membuat dia secara tidak langsung mengatakan bahwa dia menolak panggilan Tuhan? Saya mengajak kita membaca Alkitab Kejadian 3:11–12, Kisah Para Rasul 7:25, Mazmur 23:4-6.

Pendahuluan

Melayani karena panggilan Tuhan akan memiliki perbedaan kualitas dengan melayani karena panggilan diri sendiri. Ada orang menjadi Kristen karena memang lahir dari keluarga Kristen, menjadi Kristen karena memang budaya, kerutinan, dan kecocokan. Ada orang Kristen yang melayani Tuhan bukan karena panggilan tetapi karena melihat umur sudah terlalu tua, anak-anak sudah mapan, dan ia berkata inilah satu kesempatan saya punya aktualisasi dimasa tua aku melayani Tuhan dan tidak punya panggilan khusus berkaitan dengan talentanya. Orang ini kelihatannya melayani Tuhan tetapi dari segi kualitas jika diuji dan dilihat maka mungkin tidak memiliki satu pembeda dan mungkin tidak ada jiwa-jiwa yang dilayani secara khusus atau mungkin tidak melayani kepada substansi yaitu penginjilan dan pemuridan. Jadi apa yang dilayani semuanya di permukaan saja. Berbeda halnya jika kita melayani karena panggilan Tuhan dan melayani karena kita mengerti kita diselamatkan untuk bagaimana kita menikmati Tuhan dalam kesulitan dan penderitaan. Tetapi semua tetap kita ekspresikan dalam mengutamakan Tuhan dan melayani Tuhan. Jadi sukacita terbesar dalam hidup kita bukan hal yang bersifat lahiriah, sukacita yang terbesar bukan karena kita punya keluarga baik, harta ada banyak dan segala sesuatu. Justru sukacita yang terbesar adalah pada waktu kita melayani Raja di atas segala raja dan kita melayani karena jiwa yang Tuhan percayakan kepada kita. Inilah penginjilan dan pemuridan, itulah sukacita terbesar. Mungkinkah ada orang melayani tanpa panggilan Tuhan? Mungkin. Mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi di dalam satu gereja? Dimanakah kepekaan para gembala? Dimanakah kepekaan para hamba Tuhan? Dimanakah kepekaan orang-orang yang melayani? Di sini maka setiap kita harus ada panggilan pelayanan dan ini bernilai pengutusan. Panggilan pelayanan bernilai peneguhan, jadi bukan kita yang mengutus diri kita sendiri, bukan kita yang meneguhkan diri sendiri.

Mengapa Musa mengalami perubahan diri sebelum dan saat dipanggil Tuhan? Pada waktu dia berani membunuh orang Mesir itu dia begitu percaya diri. Dia pikir orang Ibrani akan mengerti bahwa akulah pemimpin. Ternyata besoknya pada waktu dua orang Ibrani berkelahi dan Musa mencoba menegur mereka, Musa mencoba bagaimana membuat mereka menjadi damai dan memarahi yang salah, justru orang yang bersalah menegur Musa. Di situlah dia langsung kehilangan kepercayaan diri. Di sini kita melihat setelah 40 tahun justru dia menjadi tidak percaya diri. Adakah yang salah selama 40 tahun menjadi gembala kambing domba? Apakah ini cara Tuhan untuk memeras hatinya dengan luar biasa agar dia sekolah pembentukan hati? Dari seluruh tokoh yamg kita pelajari dari Perjanjian Lama hanya satu tokoh yang diuji Tuhan dan dikatakan hatinya lembut yaitu Musa. 40 tahun pembentukan Musa berlangsung sampai dia melihat dirinya sendiri seperti tidak ada apa-apanya. Apakah ini akan menjadi satu alasan yang boleh masuk akal untuk dia menolak panggilan Tuhan? Bagaimana kita mengerti semuanya ini? Kita akan mempelajari semuanya ini.

Apa artinya bersikap dengan iman? Pada waktu panggilan Tuhan tiba atas kita, apa artinya bersikap dengan benar dalam iman pada waktu kesulitan dan penderitaan tiba untuk kita? Ini akan kita pelajari.

Pembahasan

Kita melihat Panggilan Musa [Kel 2:11-12 (band Kis 7:25)]. Ketika Musa berumur 40 tahun dia ingin melihat saudara-saudara yang sedang bekerja dengan keras, menjadi pekerja-pekerja kasar bagi kerajaan Firaun. Pada waktu Musa melihat orang Mesir memukul dan menyiksa seorang dari bangsanya yaitu orang Ibrani, Musa diam-diam mengamati, Musa diam-diam membuat siasat, Musa diam-diam mempersiapkan satu metode bagaimana dia bisa membunuh orang Mesir itu. Dengan gagah berani dia membunuh. Dia berpikir tidak ada orang yang melihat maka dikuburkanlah orang itu di dalam pasir. Keesokan harinya pada waktu dia melihat ada orang Ibrani yang berkelahi, dia menegurnya dan orang yang ditegur itu mengatakan: apakah engkau akan menjadi pemimpin atas kami? Siapakah yang memilih kamu? Apakah kamu ingin menghakimi aku dan membunuhku sama seperti orang Mesir itu? Perkataan itu langsung menusuk hati Musa. Musa pun tidak percaya diri lagi. Maka pada saat itulah dia mulai berpikir bahwa dia akan dibunuh oleh Firaun. Itu adalah satu perkataan yang diizinkan dan dipakai oleh Tuhan melalui orang Ibrani itu untuk menyatakan siapa engkau yang sesungguhnya.

Di sini kita mengerti Musa yakin akan panggilannya, tetapi berdasarkan pada kekuatannya sendiri. Satu sumber kepercayaan diri bukan karena panggilan Tuhan, tetapi karena panggilan Musa sendiri karena dia adalah putra dari putri Firaun; aku memiliki kedudukan, aku memiliki kekuasaan, karena aku ditugaskan untuk mengawasi para pekerja, mengawasi pembangunan-pembangunan di seluruh kerajaan Firaun, aku punya uang, aku punya orang-orang yang dipercayakan menjadi pengikutku, maka dia percaya diri. Mengapa dia percaya diri? Tidak ada orang Ibrani yang jabatannya setinggi Musa di kerajaan Firaun. Tidak ada orang Ibrani yang kedudukan dan kekuasaannya sebesar dia di dalam istana Firaun. Jadi ada panggilan belas kasihan untuk membebaskan orang Ibrani dari penjajahan Mesir, tetapi dia belum mendapatkan konfirmasi Tuhan, hanya panggilan diri sendiri karena pengalaman dan yang lain-lain. Pada waktu dia menyelesaikan masalah, di situlah dia memakai kekuatan dirinya sendiri dan dia tidak bertanya kepada Tuhan bagaimana menyelesaikan masalah. Dia tidak meminta pimpinan Tuhan bagaimana caranya menyelesaikan masalah. Dia memakai cara kekuatan diri sendiri, yaitu membunuh.

Di sini kita tahu bahwa Tuhan bekerja melalui orang Ibrani yang dia tegur. Sesudah dia menegur, pada waktu perkataan itu dikeluarkan; apakah engkau akan menjadi hakim atas kami? Siapa yang mengangkat engkau menjadi pemimpin kami? Di sini kita melihat 40 tahun setelah itu Tuhan mengizinkan dia tinggal di Midian menjadi gembala kambing dan domba sampai ia berumur 80 tahun. Jadi 40 tahun dia sekolah menjadi pemimpin di istana Firaun, dan 40 tahun dia sekolah hati, sekolah pembentukan nilai hati yang benar, dia belajar kepekaan hati menjadi gembala kambing dan domba. Di situlah kita tahu bahwa Tuhan memanggil dia, Tuhan memanggil Musa untuk mengeluarkan bangsa Israel karena sudah 400 tahun mereka mendapatkan penyiksaan. Tuhan sudah melihat, Tuhan sudah melakukan investigasi, Tuhan sudah mendengar, Tuhan sudah mau bertindak, tetap saja Musa tidak langsung mengatakan ‘ya Tuhan, aku siap. Aku sudah lama menyimpan dendam pada Mesir. Aku akan membunuh mereka.’ Selama 40 tahun dia sudah dipersiapkan ternyata ini bukan hal yang membuat dia percaya diri. Ini menunjukkan kepada kita tentang cara Tuhan membentuk Musa selama 40 tahun, latihan pemimpin dari Firaun 40 tahun, dan belajar memiliki hati untuk melayani Tuhan. Musa diperas sampai habis.

Musa tidak yakin akan panggilannya karena melihat diri yang rendah (Kel 3:11-12). Maka dia bertanya kepada Tuhan: siapa aku yang Kau utus untuk menghadap Firaun? 40 Tahun aku mengalami kesesakan hati, aku sudah memutuskan bahwa aku tidak mau menjadi putra dari putri Firaun, aku sudah memutuskan aku tidak mau menikmati kepuasan dan kenikmatan karena dosa. Pada waktu itu aku bisa saja bertemu dengan mama angkatku, aku akan meminta belas kasihannya supaya mama angkatku berbicara kepada raja, meminta ampun atas seluruh perbuatanku karena membunuh orang Mesir itu. Setelah aku pergi ke Midian seorang diri, aku menjadi gembala kambing domba selama 40 tahun, Engkau tidak berbicara kepadaku. 40 tahun Engkau tidak menyatakan apa-apa, tidak memberikan tanda kepadaku, dan Engkau mengutus aku. Siapakah aku ini Tuhan? Tanda apa yang engkau bisa berikan kepadaku? Tuhan memberikan tanda kepadamu yaitu bangsa Israel akan keluar dari tanah Mesir dan di pegunungan ini engkau akan melihat ada ibadah. Itu tandanya orang Israel akan tunduk kepada kepemimpinan Musa. Jadi kita tahu bahwa Musa di padang belantara menjadi gembala kambing domba. Jikalau Musa menolak ini maka dia akan mengalami krisis iman, mengalami krisis jati diri pemimpin. Di sini Tuhan mengizinkan 40 tahun itu sampai dia memiliki kepekaan hati untuk hal-hal yang kecil. Maka pada waktu dia melihat ini sebagai perkara yang besar, dia bertanya: siapakah aku sehingga ditunjuk memimpin bangsa Israel yang jumlahnya sampai satu juta lebih? Siapakah aku Tuhan sehingga ditunjuk memimpin orang israel dan anak-anaknya menuju tanah Kanaan? Aku ini orang yang pernah tertolak, aku orang yang tidak mungkin bisa memimpin orang Israel karena mereka sangat keras. Di sini kita melihat sisi baik Musa. Dia tahu bahwa ini adalah pekerjaan yang besar. Sisi baiknya adalah Musa tahu ini pekerjaan yang penting, Musa tahu bahwa orang-orang yang dipimpinnya adalah orang-orang yang keras dan dia menganggap dirinya rendah.

Berapa banyak di antara kita ketika melihat pelayanan mengalami kegentaran seperti Musa? Berapa banyak dari kita yang ketika mendapatkan tugas pelayanan merasa terlalu percaya diri sehingga kita tidak lagi mempersiapkan dengan sungguh-sungguh? Di sini kita melihat bahwa Musa memang sungguh-sungguh takut. Untuk pelayanan itu dia gagal, tetapi di lain pihak dia menunjukkan siapa dirinya, dia rendah diri. Bukan karena kerendahan hati dia merasa rendah diri. Di sini kita melihat sebelumnya Musa begitu sangat yakin akan panggilannya, karena dia punya kedudukan, kekuasaan, uang, dan dia punya mama angkatnya. Setelah semuanya tidak ada, selama 40 tahun dia menjadi gembala domba. Di situ dia mencapai satu titik sampai Tuhan memanggil dia. Di sini kita melihat tidak ada 10% pun untuk percaya diri. Musa punya potensi untuk memimpin. Tuhan ingin memeras keyakinan dirinya yang salah pada waktu itu. Ia diizinkan Tuhan selama 40 tahun sampai dia melihat dirinya di titik nol. Mengapa Tuhan memeras Musa sampai titik nol? Karena dia dulu orang yang sombong dan sekarang harus mencapai titik nol. Di situlah dia menolak panggilan Tuhan. Kita harus belajar bahwa jikalau kita mau dipakai Tuhan maka dalam cara panggilan Tuhan yang baru itu akan membuat kemajuan yang baru. Lihatlah dirimu dari titik nol akan mengalami janji penyertaan Tuhan (band, Yos 1:5-9; Mat 28:19-20). Pertobatan tanpa nilai titik nol itu bukan pertobatan. Dalam kasus Daud, Tuhan membuat Daud bertobat dan tidak boleh lagi mengandalkan dirinya, tidak boleh lagi mengandalkan keinginannya setelah ditegur oleh nabi Natan karena seluruh perzinaannya. Semua dimulai dari titik nol. Jubah kekuatannya harus dirusak, mahkota yang ada di rambut dan segala sesuatunya harus dirusak dan dia harus menaruh debu di atas kepalanya, yang menandakan dia tidak mempunyai keagungan, dia tidak punya kehormatan, semua harus dilihat dari titik nol. Di sinilah Tuhan melihat Musa menolak. Tuhan mengatakan bahwa tandanya Aku mengutus engkau adalah Aku akan menyertai engkau dan engkau akan memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir untuk berbakti di tempat ini. Engkau akan menaklukkan hati mereka dan engkau akan membawa mereka beribadah kepada Tuhan. Musa tahu ini bukan suatu hal yang mudah karena bangsanya di tanah Mesir sudah mengalami krisis iman, krisis identitas, dan krisis seluruh nilai ekonomi keluarga.

Kita melihat bahwa peneguhan dan jawaban Tuhan itu berbeda. Musa melihat dirinya kecil dan dia tidak punya satu kepercayaan diri di dalam Tuhan, maka Tuhan mengatakan: Aku akan menyertai engkau, Aku akan selalu menyertai engkau. Musa diajar supaya tidak melihat Firaun itu besar, jangan melihat Firaun dengan kekuatan bala tentaranya itu besar dan bala tentara sendiri kecil, jangan melihat kekayaan Firaun itu hebat, melihat diri hanya gembala kambing domba. Lihatlah Aku Penciptamu, engkau sudah melihat Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub. Di sini kita melihat setiap kita mungkin punya ketakutan secara manusia ketika ada tugas yang besar. Itu adalah hal yang wajar. Tuhan berkata: ‘Aku akan menyertai engkau selalu’ karena Musa mengalami ketakutan, melihat dirinya kecil dan Firaun begitu besar. Ketika Yosua mendapatkan tongkat estafet, pada waktu dia menjadi pemimpin tiba-tiba dia mendapatkan tantangan baru yaitu menyebrangi sungai Yordan. Ini sama halnya dengan Musa yang mendapatkan penyertaan Tuhan. Salah satu yang Tuhan pakai adalah tongkat. Dia membelah laut Teberau. Yosua juga mengalami kebimbangan maka Tuhan juga berbicara hal yang sama: dimana kakimu berada, tempatmu akan kuberikan kepadamu, Aku akan menyertai engkau. Setelah Yosua melangkahkan kaki ke dalam sungai Yordan baru dia tahu bahwa ada penyertaan Tuhan. Di sinilah kita tahu bahwa untuk bersikap dengan iman engkau harus melangkah dulu.

Tuhan memberikan perintah kepada kita sebelum Tuhan Yesus naik ke surga. Kita juga diminta untuk mengabarkan Injil; jadikanlah semua bangsa murid-Ku, ajarkanlah mereka dan ketahuilah bahwa Aku menyertai engkau sampai akhir zaman. Jika Tuhan yang berbicara, Tuhan yang sempurna, maka seharusnya Musa semakin percaya diri. Selama 40 tahun Tuhan membiarkan Musa mengalami sekolah pembentukan hati. Ini mengajarkan bahwa Musa tidak boleh menjadi orang yang sombong. Tuhan membentuk Musa tanpa fasilitas, tidak ada kenikmatan, tapi ada terik matahari, angin, dan badai yang harus dihadapi oleh Musa. Dan dia tidak boleh mengandalkan orang lain. Di sini Tuhan mengajarkankepada Musasikap iman yang benar agar dia memandang Tuhan yang besar dan setia (band. Maz. 23:4-6). Setelah ini dia tidak boleh lagi mengalami ketakutan dan mempertanyakan, meragukan Tuhan yang kuat. Maz. 23:4-6 wajib dihafal oleh tentara-tentara Amerika. Inilah ayat yang harus dihafal oleh lansia yang ada di Eropa karena Mazmur ini adalah peneguhan terakhir. Jikalau kita akan mati maka kita harus hafal, kita harus memahami bagian ini. Anak-anak muda bolehkah menghafal ini? Ya, boleh supaya engkau tahu pada waktu engkau dalam lembah kematian engkau tidak takut dengan semuanya itu. Dalam ayat itu dikatakan karena gada-Mu dan tongkat-Mu, itu yang menghibur aku. Seharusnya kita tidak takut dengan kematian karena ada gada dan tongkat Tuhan yang beserta dengan kita.

Ketika kita diperhadapkan dengan ujian yang besar dari Tuhan, kita mengalami satu ujian, mengalami penyakit yang begitu kuat dan begitu hebat, maka kita harus menghadapinya dengan iman. kita mengingat kata pemazmur, maka ketakutan itu tidak boleh ada, kita seharusnya tidak takut akan lembah kematian. Setiap kita jikalau merasa ketakutan saat mengalami lembah kematian maka kita tidak ada apa-apanya. Musa ketakutan seperti mau dibunuh oleh Firaun dan ia diizinkan Tuhan sampai 40 tahun berada di padang belantara menjadi gembala kambing domba. Di sini kita harus percaya bahwa setiap kita ketika mengalami lembah kematian maka kita tidak boleh takut dan kita harus berteriak sama seperti Paulus: hai maut, dimanakah sengatmu? Jadi satu cara engkau bisa menguji sikapmu dalam menghadapi

masalah adalah coba engkau lihat pada waktu kematianmu akan tiba. Jika sikap imanmu benar maka engkau akan mengalami ketenangan, engkau akan melihat Tuhan yang besar dan setia, engkau tidak akan takut pada lembah kematian, bahkan engkau tidak akan takut melihat musuh yang akan menyerangmu. Ayat 5: engkau dihadapkan dengan makanan dan engkau disuruh makan. Inilah cara

Tuhan melindungi kita. Tuhan menyiapkan hidangan di hadapan musuh-musuh kita supaya kita makan. Jadi bukan kita yang menciptakan musuh. Ada orang yang mau menjadi musuh kita tetapi kita tetap tenang karena Tuhan memelihara kita. Hikmat bijaksana Tuhan akan beserta kita dan kita akan selalu beribadah kepada Tuhan, inilah kuncinya.

Ketakutan Musa adalah ketakutan yang manusiawi karena diperas oleh Tuhan dalam program 40 tahun. Tuhan memerasnya sampai dia berada di titik nol, sampai dia melihat dirinya tidak ada apa-apanya supaya Musa melihat Tuhan yang something and everything. Di sini kita melihat bahwa Musa akhirnya harus melihat dirinya besar karena diutus oleh Tuhan yang besar, penyertaan Tuhan itu besar dan dia harus melihat Firaun yang kecil, jangan melihat Firaun besar secara jumlah bala tentara dan secara luas kerajaan. Tuhan seperti berkata: engkau harus melihat dirimu besar karena Aku yang mengutus. Musa harus melihat perintah Tuhan untuk mengeluarkan bangsa Israel keluar dari tanah Mesir serta krisis iman, krisis identitas, krisis ekonomi, dan krisis keluarga. Krisis-krisis ini terjadi pada bangsa Israel di Mesir karena mereka dijadikan budak selama 400 tahun lamanya. Tuhan mempersiapkan Musa menjadi pemimpin yang mengandalkan Tuhan, menjadi pemimpin yang mengerti diutus untuk apa, memimpin bangsa Israel untuk keluar dari Mesir dan untuk beribadah kepada Tuhan, dan menyatakan Tuhan yang besar. Tuhan memberikan tanah Kanaan dimana ada orang-orang Het dan yang lain-lain, tetapi tanah itulah yang terbaik untuk seluruh umat-Ku dan bangsa-Ku.

Di sini dalam seluruh nilai diri kita, kita harus belajar bagaimana mengaitkan antara panggilan Tuhan dalam profesi kita dengan misi untuk menyatakan Tuhan itu besar melalui profesi kita. Dan melalui seluruh keberhasilan itu engkau harus mengingat akan panggilanmu, yaitu panggilan untuk membawa orang beribadah kepada Tuhan, menyatakan Tuhan itu besar. Di sini kita belajar bahwa misi Tuhan selalu berkaitan dengan nilai misi Kerajaan Allah. Jikalau engkau ingin menjadi besar maka lihatlah engkau akan dipakai Tuhan menjadi pemimpin yang besar untuk membawa orang-orang agar beribadah. Jikalau Tuhan sudah memanggil engkau menjadi seorang pengusaha dan memiliki suatu karier yang luar biasa maka kaitkan dulu ini semua dengan iman kita. Terkadang kita mengaitkan pekerjaan hanya dengan uang, dengan fasilitas. Seharusnya kita mengaitkan diri kita dengan iman kita, dengan pelayanan kita. Berkat itu akan menyusul jika kita mengutamakan iman dan pelayanan. Ketika pekerjaan kita hanya dikaitkan dengan fasilitas, di sinilah kadang kita tidak bisa maju. Tetapi jika kita sudah bisa memperbarui diri kita, nilai kerjamu, nilai imanmu, dan nilai pelayananmu maka ketika engkau bekerja engkau akan mengingat ini semua adalah anugerah Tuhan. Jangan lupa bahwa engkau harus melayani dalam seluruh nilai hidupmu. Jika ini engkau lakukan maka engkau akan secara pelan-pelan dijadikan pemimpin besar karena dikaitkan dengan Kerajaan Tuhan. Mengapa Tuhan mengizinkan ini terjadi? Karena engkau sudah menjadi anak Tuhan, karena seluruh niatmu tidak lagi berpusat kepada diri.

Tuhan membentuk Musa hingga mencapai titik nol agar dia bergantung kepada Tuhan, melihat Tuhan, dan mengaitkan misi pemimpin bangsa Israel menuju tanah Kanaan, semua dikaitkan dengan nilai ibadah. Itulah tanda penyertaan Tuhan. Tuhan memanggil Musa dengan tanda mukjizat, tetapi tanda penyertaan-Nya itulah tanda ibadah. Bagi Musa ini adalah mukjizat karena bisa menaklukkan orang Israel untuk percaya kepada dia sebagai pemimpin, menaklukkan orang Israel agar percaya akan pimpinan Tuhan. Di sinilah Tuhan mempersiapkan Musa dengan luar biasa. Tuhan memberkati.

(Ringkasan khotbah ini belum dikoreksi oleh pengkhotbah -TS)

Hormat Bagi Allah (Praise God for His Love)

Teks Lagu: Henry F. Lyte
Komposer: Henry Smart

“Berilah kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya, sujudlah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan!” (Mazmur 29:2)

Henry Francis Lyte lahir pada tanggal 1 Juni 1793 di kota dekat Kelso, Skotlandia. Lyte melalui masa kecilnya dalam kemiskinan bahkan kemudian ia menjadi yatim piatu. Meskipun hidupnya penuh dengan kepedihan, ia berhasil lulus dari Trinity College di Dublin, Irlandia. Selama bersekolah, ia sudah mendapat banyak penghargaan, khususnya dalam bidang “penulisan bahasa Inggris terbaik”. Setelah melayani di berbagai jemaat, akhirnya ia dipindahkan ke suatu komunitas nelayan di Lower Brixham, Devonshire, Inggris. Di komunitas itu Lyte mengabdikan dirinya selama dua puluh tiga tahun. Di samping melayani masyarakat yang sangat sederhana itu, Lyte juga menulis teks-teks lagu himne. Pelayanan yang paling menonjol di masyarakat nelayan yang terkenal yang keras hidupnya adalah keberhasilannya mengembangkan Sekolah Minggu dengan dihadiri lebih dari 800 anak dan ia berhasil mengubah moral dan kerohanian masyarakat yang keras menjadi lebih religius.

Komposer lagu ini, Henry Smart lahir pada tanggal 26 Oktober 1813 di London. Walaupun Smart hanya belajar sendiri, tapi kemampuannya bermain organ cukup diakui bahkan pada masanya ia dikenal sebagai organis dan komposer kenamaan di seluruh Kepulauan Britania. Lima belas tahun terakhir masa hidupnya dilaluinya dalam kebutaan tapi ia tetap bersikeras melanjutkan karyanya sebagai komposer dan organis.

Lagu ini merupakan lagu yang indah karena lagu ini memiliki isi lagu yang sungguh untuk kemuliaan Allah. Sebagaimana diajarkan oleh Alkitab bahwa bagi Tuhan-lah segala kemuliaan. Roma 11:36, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Kenapa kemuliaan hanya bagi Allah? Karena Allah layak untuk ditinggikan dan dipermuliakan. Dia sudah mencipta dan memelihara ciptaan-Nya. Ketika manusia berdosa, Dia pula yang menebus manusia berdosa. Kristus layak untuk ditinggikan dan dipermuliakan. Wahyu 5:12, “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” Selain itu lagu ini juga menekankan hormat yang ditujukan kepada Allah Tritunggal yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus yang adalah satu.

Sumber: Kenneth W. Osbeck, 101 Hymn Stories, Kregel Publications, 1982.

Buah Anak-Anak Terang Pdt. Tumpal Hutahaean

Efesus 5:8-14; Yesaya 60:1-2; Matius 6:22-23

Dalam Matius 5:16,  Tuhan Yesus berkata: “Terangmu harus bercahaya di depan semua orang.” Rasul Paulus melanjutkan serangkaian nilai hidup sebagai anak terang yang tidak boleh bergaul atau akrab dengan orang-orang durhaka, orang sundal, orang cemar, orang serakah karena kita sudah menjadi anak terang di dalam Kristus. Kita sudah membahas etika pergaulan yaitu (1) saling mempengaruhi. Jika kita yang di dalam Tuhan bergaul dengan orang yang di luar Tuhan maka bisa saja cara pandangan dan gaya hidup orang di luar Tuhan tersebut mempengaruhi kita. Oleh karena itu Paulus mengingatkan kita untuk tidak mencobai diri kecuali dalam bergaul itu kita mempunyai misi untuk membawa orang itu kembali kepada Tuhan. (2) Mereka mempunyai spirit yang berbeda dengan kita. Kita mencintai Tuhan dan sudah dipersiapkan tempat di surga, mereka adalah orang-orang durhaka dan di dalam surga tidak ada orang-orang seperti ini. Semakin bergaul dengan orang durhaka kita akan kehilangan jati diri kita sebagai penghuni surga. Orang-orang Kristen sangat mungkin ada yang masih munafik. Namun, jika gereja itu benar maka kita harus terhisap ke dalam pergaulan yang menumbuhkan iman kita. Jadi pergaulan yang benar harus mengarah pada pertumbuhan iman, pembentukan karakter dan mengarahkan kita mencintai Tuhan yang Kudus. Tapi kalau dalam suatu pergaulan itu iman, karakter dan kasih kita tidak bertumbuh malahan semakin hancur, pasti pergaulan itu dari setan. Dalam bagian ini kita diingatkan dalam konteks Efesus, pusat perkotaan, pusat ekonomi, pusat perdagangan tetapi sekaligus pusat kenikmatan bagi semua negara-negara di seluruh penjuru dunia datang. Ketika Paulus menekankan “kamu bukan lagi gelap, tetapi terang di dalam Tuhan”, artinya: (1) kita diingatkan kembali tentang identitas kita di dalam Kristus. Kalau sampai kita melupakan identitas kita, maka kita sudah kehilangan jati diri kita sebagai orang yang ditebus oleh Kristus. (2) Terang dan gelap merupan suatu konsep yang sangat familiar bagi orang-orang Efesus. Manikeanisme dan Gnostikisme menggunakan istilah ini. Manikeanisme merupakan kepercayaan yang berasal dari Media Persia. Mereka berpandangan bahwa ada dua kekuatan besar di dunia ini yaitu terang dan gelap. Tapi tidak dijelaskan apa itu terang dan apa itu gelap. Agustinus adalah salah satu bapa gereja yang dulunya berpegang pada pandangan Manikeanisme. Dalam Budhisme juga ada gelap dan terang, yaitu yin-yang. Kenapa yin-yang harus bulat? Karena untuk menceritakan suatu circle of life. Orang chinese percaya hidup ini akan ada masanya diputar –reinkarnasi. Maka orang kaya jangan sombong, nanti kalau mati bisa jadi miskin. Mereka juga percaya tidak boleh makan binatang, karena binatang yang kita makan bisa saja adalah nenek moyang kita yang reinkarnasi. Paulus memakai istilah terang dan gelap bukan dengan spirit manikeanisme atau yin-yang, tapi untuk melukiskan kontradiksi sikapnya dan buah pikiran yang berbeda 180” antara terang dan gelap. Paulus ingin memberikan kepada kita suatu kontradiksi. Identitas kita adalah sebagai anak-anak terang. Kenapa? karena Roh Kudus hadir dalam hidup kita dan menerangi seluruh hidup kita dengan firman-Nya.

Jadi siapa yang di sebut anak-anak terang itu menurut pandangan Alkitab?(1) Mereka yang ditebus oleh Yesus Kristus dari Kegelapan. Dalam ayat 8 memang dikatakan bahwa kamu dahulu adalah gelap tapi sudah menjadi terang di dalam Yesus Kristus. Dalam Yohanes 8:12 juga dikatakan bagaimana Kristus yang adalah terang yang menerangi hati kita. Jadi mereka yang ditebus dari kegelapan oleh Yesus Kristus, itulah yang disebut anak-anak terang. Ini

artinya, terang itu berkaitan dengan satu penebusan. Kenapa anak-anak terang? karena terang identik dengan kehidupan. Yang disebut anak-anak terang adalah kita yang rohaninya hidup. Identitas itu harus menjadi jati diri kita –aku adalah anak terang. Jadi pada waktu kita diperhadapkan dengan orang-orang yang tidak suka terang, kita harus sadar bahwa kita anak terang maka kita harus terpisah dengan kegelapan.

(2) Mereka yang hidupnya selalu berjalan mengikuti Kristus (bandingkan Yoh 8:12 ; 12:46). Anak-anak terang selalu punya kejujuran. Dalam Matius 5:14-16 dikatakan, kita adalah seperti lampu yang ditempatkan untuk menerangi dunia. Alkitab melihat esensi anak-anak terang itu hidupnya terbuka, dia tidak akan menyembunyikan dosa, tidak akan mengkotak-kotakan hidupnya untuk sesuatu yang hanya menjadi sebuah budaya. Misal, hari minggu aku rohani tapi senin sampai jumat aku tidak rohani. Hidupnya selalu punya spirit untuk melawan kegelapan. Dalam kesaksian Ahok memberikan alasan mengapa dia terjun ke politik tahun 2003, dan mengapa dia terpilih menjadi bupati di Bangka Belitung dan kemudian mau mencalonkan diri sebagai Gubernur di Bangka Belitung. Sampai datanglah kesempatan itu namun harus dengan membayar uang pada pihak tertentu. Tapi dia berdoa dan diyakinkan bahwa masak untuk mendapat kekuasaan dia harus membayar uang. Waktu itu dia bertanya pada isterinya: “Ma, kita bisa jadi gubernur nih di Babel (Bangka Belitong) tapi harus bayar 3M. Kita tidak usah keluar uang, teman-temanku yang bayar!” istrinya tegas menjawab, “Mau pilih murid Yesus atau murid Barabas?” Itu menjadi kotbah singkat jelas dan padat yang langsung membuat Ahok yakin untuk menolak tawaran teman-temannya. Ini adalah salah satu kekuatan spirit untuk melawan kegelapan. Kegelapan selalu membungkus dirinya dengan kenikmatan. Setan pun sama, dia bisa memakai kegelapan dibungkus dengan kenikmatan. Jadi kita ditawarkan kekuasaan dan kenikmatan karena itu adalah kelemahan kita –semua itu dibungkus dengan sesuatu yang kelihatan baik. Anak Tuhan hidupnya transparan dan terbuka, tidak akan menyukai kegelapan.

(3) Mereka yang selalu berjalan mengikuti Kristus. Ini ada sebuah cara pandang, pola yang melihat jalan Tuhan sebagai sesuatu yang paling utama. Yang disebut anak Tuhan, hidupnya sudah benar-benar komitmen diubah 180” ke arah Kristus, cara pandangnya juga ke arah Kristus, sikapnya – kesukaannya semua dibangun ke arah Kristus. Orang-orang seperti inilah yang disebut anak-anak terang. Kristus berkata “Akulah terang dunia” dan Yesus berkata, kita pun disebut anak-anak terang.

(4) Mereka yang selalu membawa kabar keselamatan kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah (Kis. 13:47). Kata “menjadikan terang” ini sangat menarik. Pada waktu kita lahir baru, menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, langsung Roh Kudus bekerja dan menjadikan kita anak-anak terang. Pada waktu kita menghidupi terang itu, maka terang itu akan mendorong kita bagaimana mengabarkan kabar Kristus untuk menyelamatkan orang berdosa. Jadi dimanapun kita ditempatkan, mari kita berlomba untuk mencari jiwa. Gereja kita bertumbuh bukan tergantung siapa pendeta atau Hamba Tuhannya, tapi tergantung bagaimana kita mempunyai spirit mengajak jiwa. Spirit mencari jiwa adalah spirit untuk hidup kita dipakai Tuhan. Jadi anak terang di sini adalah mereka yang merindukan bangsa-bangsa di dalam kegelapan mendapat terang Firman.

Ini adalah empat hal yang Alkitab katakan tentang esensi anak-anak terang. Pada waktu Kristus berkata “Akulah terang dunia”, kegelapan itu ditelan oleh terang maka semua keberdosaan itu akan kelihatan. Di dalam Kristus tidak ada lagi dosa-dosa yang tersembunyi karena Dia adalah terang itu sendiri. Kesimpulannya : “Hidup sebagai anak-anak terang akan memampukan kita melihat kegelapan dan tidak menyukai kegelapan, artinya telanjangilah perbuatan-perbuatan kegelapan”.

Mata rohani adalah kekuatan dari Firman daripada Allah Roh Kudus akan memampukan kita untuk tahu itu adalah gelap, itu dosa, itu durhaka. Kamu sudah bisa melihat, karena terang sudah menelanjangi semua kegelapan. Semua sudah nampak, jadi kita bisa tahu betapa jijiknya semuanya itu, betapa kotornya semua itu. Kalau sudah lihat, jangan coba untuk masuk. Anak terang tidak akan menyukai lagi kegelapan. Kalau kau masih menyukai berarti memang di dalam dirimu tidak ada terang Roh Kudus –belum sungguh-sungguh jadi anak Tuhan. Bangsa ini kalau bangsa bermartabat, tidak perlu ada KPK. Kalau setiap pejabat mempunyai hati nurani yang takut akan Tuhan, mereka tahu panggilan mereka adalah satu nilai ibadah, maka tidak akan korupsi karena akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Buah karakter yang langsung Paulus katakan (Efesus 5:9), jikalau esensimu adalah anak-anak terang maka buahmu adalah:

(1) Kebaikan (Goodness). Kebaikan di sini dalam bahasa latin itu namanya summum bonum yaitu kebaikan tertinggi bagi Allah, artinya kebaikan bernilai kekal. Jadi pada waktu kita berbuat baik definisinya adalah untuk menyatakan kemuliaan Tuhan, bukan untuk menyatakan “aku lhoo kakak yang baik”. Kalau cuma berhenti saja pada kakak yang baik / bos yang baik / tetangga yang baik, kebaikan kita tidak mencapai untuk kemuliaan Tuhan, itu bukan maksud Firman Tuhan. Jadi buah terang itu adalah ketika dalam terang itu engkau melakukan suatu perbuatan yang baik, kebaikan itu langsung menyatakan kemuliaan Tuhan. Melalui kebaikanmu orang akhirnya melihat Kristus adalah terang dunia. Paulus mengingatkan sebagai anak terang kita akan terdorong untuk terus melakukan kebaikan yang paling beresensi yaitu membawa orang berdosa untuk kembali datang kepada Tuhan. Melalui kebaikan kita akhirnya menyatakan kasih Kristus.

(2) Keadilan. Keadilan di sini berbicara tentang pentingnya relasi kita memancarkan Kristus pada waktu kita mengambil keputusan etis berkaitan dengan hal-hal yang kita ambil. Sehingga orang-orang yang tidak percaya melihat keputusan kita adil. Kita harus melakukan kebaikan untuk orang-orang yang seiman, itu adil. Setelah itu baru lakukan kebaikan untuk orang yang tidak seiman. Kita harus berani berkata keadilan bernilai kebenaran. Alkitab juga mengajarkan keadilan bernilai eskatologi, bahwa apapun yang kita perbuat akan dipertanggungjawabkan pada waktu Kristus datang kembali.

(3) Kekudusan. Di dalam kekudusan tidak ada yang disembunyikan. Kalau kita terang, orang lain mau lihat kita dari sisi mana pun juga itu kudus. Kalau kekudusan kita hanya di gereja, itu namanya kekudusan agamais. Anak-anak terang itu kudus dalam seluruh aspek hidup kita.

(4) Hidup selalu berkenan kepada Tuhan. Kita harus senantiasa menguji diri. Dalam kitab kejadian dikatakan Abraham dicobai Tuhan, dalam bahasa Ibraninya itu sebenarnya diuji. Tuhan tidak pernah mencobai anak-anak-Nya.  Berkenan itu kita harus selalu menguji diri, apakah hidup kita benar / kudus bagi Tuhan. Pada waktu kita bekerja untuk Tuhan, jangan hitung-hitungan waktu. Setelah menguji diri, koreksi diri, setelah itu perbaiki diri. Yakobus 3:16, Firman baik untuk mengajar dan baik untuk mengoreksi dan memperbaiki kelakuan kita. Firman akan memimpin kita di dalam kebenaran.

Status kita, identitas kita bukanlah anak-anak gelap, tetapi anak-anak terang. Dan anak-anak terang ini akan terus berbuah kebaikan, keadilan, kekudusan dan selalu mau hidup berkenan kepada Allah. Matahari punya kemuliaannya, yaitu sinarnya, energinya, kehangatannya kita pun punya buah karakter sebagai anak-anak terang seperti sudah dijelaskan di atas.

Bagaimana supaya buah terang itu selalu nyata? Karena terang itu kan perlu dipelihara. Mobil mama saya yang saya pakai ini kenapa bisa tidak hidup, ternyata sudah kemasukan air. Segala sesuatu yang terang itu perlu dijaga / dirawat. Bagaimana terang kita tetap bercahaya :

(1) Hidup selalu mau dipenuhi oleh Kristus sebagai terang dunia. Pikiran harus dipenuhi Kristus.

(2) Kita harus senantiasa memelihara persekutuan kita dengan Kristus dalam terang Firman-Nya setiap hari (2 Tim 3:16-17).

(3) Mengembangkan dan mematangkan kualitas “karakter terang” kita. setiap hari terang kita harusnya semakin lama makin terang. Kita bisa melihat segala sesuatu makin lama makin jelas. Kehadiran kita bisa menerangi segala sesuatu.

Sikap Seorang Hamba dan Pekerja Pdt. Tumpal H. Hutahaean, M. Th

Efesus 6:5-8

Pada saat itu banyak yang dijadikan budak. Ada juga pekerja yang sudah merdeka tapi mereka rata-rata juga masih termasuk golongan budak, jarang sekali adalah orang benar-benar merdeka. Bekerja dikaitkan dengan Kristus. ini menunjukan pada kita nilai yang penting. Baca lagi di Kolose 3:22-25. Ay. 25, Tuhan bisa menghukum ketika orang salah bersikap, salah berbuat, salah dalam ketekunan. Artinya ketika bekerja tidak dikaitkan oleh Tuhan dan tidak memuliakan nama Tuhan maka kita bisa dihukum oleh Tuhan.

Pada zaman romawi kuno, hampir setiap rumah mempunyai pekerja yang mana sebagian besar adalah budak. Pada tahun 30-60 SM (tahun dimana Paulus hidup), total budak yang dimiliki orang romawi itu 60-70 juta. Ternyata tidak semua budak itu bodoh. Ternyata budak bisa juga orang-orang yang terpelajar seperti guru, dokter, atau staff administrasi. Selain itu juga kebanyakan adalah tenaga kasar atau buruh. Ada juga sebagai tenaga pembantu yang ada di rumah-rumah.  Bagaimana orang romawi bisa punya budak seperti itu? Ada yang dibeli, warisan keluarga, atau juga karena kompensasi pembayaran hutang. Budak-budak bisa dijadikan bargaining utk bayar hutang. Mereka tidak lagi dilihat sebagai manusia tetapi sebagai benda atau alat. Mereka sebagai obyek pemuasan dan pemerasan tuannya. Budak tidak dihormati, karena itu mereka sering mendapat perlakuan yang semena-mena dari tuannya. Tidak ada hukum yang mengatur kesejahteraan mereka, tidak ada hukum yang melindungi hak-hak mereka. Mereka hanya dituntut untuk melakukan kewajiban-kewajiban. Kita melihat ternyata Paulus dalam pelayanannya di Efesus dan Asia Kecil banyak memenangkan budak atau hamba seperti ini. Setelah mereka menerima Kristus, mereka diperbaharui cara pandangnya dalam nilai kerja. Paulus tidak menekankan pembelaan hak, tetapi mengajarkan kepada mereka satu nilai kewajiban. Dulu mereka bekerja kewajibannya horizontal, Paulus memperbaharui sudut pandang sekarang menjadi vertical dan horizontal. Pada waktu mereka kembali kepada tuannya, mereka harus punya nilai kewajiban karena melalui kewajiban seseorang kelihatan nilai martabatnya, tanggung jawabnya dan keseriusannya. Maka kita harus mengerti apa yang harus kita buktikan dalam bekerja adalah buktikan nilai kewajiban kita. Paulus menekankan ini karena mereka semua sudah menjadi orang berbeda di dalam Yesus Kristus. Di situ Tuhan meminta mereka, sebagai pekerja Kristen yang takut akan Tuhan harus bisa mendemonstrasikan kualitas iman mereka. Sebagai pekerja yang percaya kepada Kristus, walaupun mereka budak, mendapat diskriminasi, tindakan yang semena-mena, menderita, mereka harus membuktikan dan mendemonstrasikan iman mereka. Kalau kita punya tuan yang semena-mena, beranikah kita tetap mendemonstrasikan iman? Yang paling mudah adalah lari. Tapi menjadi orang Kristen hal seperti itu adalalah kesempatan untuk bersaksi.

Paulus ingin membangun paradigma yang baru dan konsep bekerja yang baru. (1) pekerja Tuhan harus memiliki ketaatan. Seperti dikatakan dalam ayat 5, “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus”. Sikap dalam ketaatan yaitu ada takut, gentar dan tulus seperti kepada Kristus. Bukan saja ketaatan horizontal tapi juga vertical. Orang yang taat tidak berani melanggar nilai kerja dalam waktu dan kinerja. Pekerja yang taat datang tepat waktu. Kalau kita bekerja jam 8, maka masuknya jam setengah 8. Karena start bekerja jam 8. Berarti perusahaan menuntut mulai produktif jam 8. Kita kadang-kadang banyak alasan, sehingga datangnya telat. Hal ini dikerjakan bukan hanya karena taat kepada tuan di dunia melainkan taat karena melihat Tuhan yang sudah menebus kita. Jadi kita taat dalam nilai takut akan Tuhan. Dalam waktu kita bekerja, itu adalah waktu kita ibadah. Paradigmanya dikatakan engkau taat seperti taat kepada Yesus. Pada waktu kita bekerja, itu adalah nilai ibadah maka wajar kita harus takut akan Tuhan karena kita tidak mau melalui nilai kerja kita nama Tuhan dipermalukan.

Sikap yang gentar adalah bagaimana melalui pekerjaan itu dia mau mencapai yang terbaik. Dia takut kalau pekerjaan itu tidak mencapai yang terbaik bagi Tuhan,  makanya dia gentar. Orang yang gentar kalau bekerja akan selalu memberikan yang terbaik. Sudah dikerjakan dengan baik, dia juga tetap mempunyai hati yang tulus, tetap rendah hati. Gentar karena tahu bahwa ini adalah ibadah di mata Tuhan. Tuhan melihat nilai kinerja kita. jadi ketika orang melihat pekerjaan kita dan memuji kita, kita tetap tulus hati, tidak mencuri kemuliaan Tuhan. semuanya hanya karena anugerah Tuhan. Di sini kita melihat, ketaatan kita bukan hanya kepada atasan/rekan kita tetapi taat kita seperti taat kepada Tuhan Yesus. Kita harus mempunyai sikap kegentaran dan takut akan Tuhan.

Yusuf dikatakan bahwa apa yang dilakukannya selalu berhasil. Walaupun dia mulai dari bawah, pembantu rumah tangga menjadi manager potifar bahkan semua milik potifar dikelola dengan baik, semuanya menghasilkan berlimpah-limpah. Potifar tidak perlu lagi memperhatikan Yusuf, semuanya sudah berjalan dengan baik. Yusuf bukan lulusan sekolah besar, tapi dia lulusan hati yang takut akan Tuhan. Apa yang diperbuatnya berhasil karena Tuhan selalu beserta dengan dia. Yusus bekerja dengan ketaatan. Bahkan ketika dia difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara, dia juga mampu mengatur para tahanan/penjahat, padahal mengatur penjahat itu kan susah. Kita harus belajar bahwa tidak boleh melihat pekerjaan kita itu kecil, karena ketika kita setia pada perkara kecil Tuhan akan memberikan kita perkara yang besar. Saya kenal orang reformed, dia adalah pimpinan bank, komisaris bank, ketua perbanas padahal dulu dia adalah orang kecil. Dia lulusan UI, dia bekerja biasa-biasa sebagai audit di sebuah bank, lalu dia menemukan kejanggalan-kejanggalan pada bank tersebut lalu akhirnya dia menemukan bahwa atasannya melakukan manipulasi. Kalau dia bongkar dia bisa dipecat, tapi dengan berani dia tetap membongkar pada struktur yang tepat. Dia akhirnya diangkat pelan-pelan menjadi pejabat yang penting karena memang dia punya kejujuran dan hati yang takut akan Tuhan. Tuhan itu memunculkan setiap anak-anaknya, tidak perlu latar belakangnya orang kaya. Tuhan bisa munculkan dari latar belakang orang biasa saja, tetapi dia memiliki kejujuran dan hati yang takut akan Tuhan. Paulus menekankan bahwa mereka harus membuktikan bahwa nilai kerja mereka mempunyai nilai ketaatan. Ketaatan bersifat total karena kerja adalah ibadah di hadapan Tuhan.

(2) Milikilah motivasi dengan melihat diri sebagai hamba-hamba Kristus. Kita sebagai hamba-hamba Kristus. Dalam ayat 6 dikatakan, “jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah.”Pada waktu engkau bekerja, lakukanlah itu untuk menggenapkan kehendak Tuhan. Kita ini messenger Tuhan. Kita diutus melalui kepintaran / keahlian kita untuk menjadi garam dan terang di perusahaan kita. Kita bekerja dengan motivasi yang baik untuk memajukan perusahaan. Paulus tidak membicarakan hak, Paulus membicarakan kewajiban demi kewajiban. “Sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah” . Saya sering mengatakan kepada anak saya hati-hati dengan kenyamanan, kerutinan, fasilitas dan segala sesuatu. Kalau itu membuat kita nyaman itu bisa menjadi pembunuh yang paling halus untuk kinerja kita. Kuncinya adalah bikin perjuangan untuk yang kita kerjakan melalui fasilitas itu punya aspek terobosan. Ketika kita punya semua, manfaatkan itu untuk kita bisa lebih baik lagi. Kalau ada pekerja yang motivasinya sebagai hamba-hamba Kristus, dia melakukan nilai kerja untuk menggenapkan kehendak Tuhan berkaitan dengan kemuliaan Tuhan.

(3) Dan dengan kerelaan menjalan semua yang ditugaskan. Dalam ayat 7 dikatakan, “dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.” Ditekankan aspek pelayanan. Jadi bekerja seperti melayani. Yang ditekankan adalah “dengan rela” berarti pada waktu kita bekerja dan diberi lagi tugas, engkau sedang dipercaya. Waktu engkau dipercaya, jangan mengeluh atau bersungut-sungut. Harga sebuah kepercayaan dalam perusahaan itu mahal. Kalau kita bisa dipercaya, berarti kita orang yang punya bobot, tanggung jawab dan hasil yang baik. Maka pada waktu diberikan tugas demi tugas, anggaplah semua itu sebagai pelayanan. Yang harus engkau miliki adalah kerelaan. Setia dalam perkara kecil, Tuhan akan tambahkan perkara besar. Ketika kita dipercaya bos kita untuk kerjakan tugas, terimalah itu dengan sikap rela dan senang karena berarti kita dipercaya. Kita harus punya paradigma, bekerja seperti melayani Tuhan Yesus.

                (4) Mencapai hasil yang terbaik bagi Tuhan dan menerima balasan dari Tuhan. Seperti dalam ayat 8 dikatakan “Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.” Kata “yang baik” pada bagian ini selalu berkaitan dengan Efesus 2:10 “Kita diselamatkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang baik itu sesuatu yang bersifat kekal. Berarti pada waktu kita bekerja dituntut satu nilai hasil. Hasilnya apa? Nilai yang terbaik yang bersifat kekal. Hasil itu akan bisa menghasilkan sesuatu yang terbaik pada nilai kinerja kita karena kita selalu berpikir untuk berbuat yang terbaik bagi Tuhan Yesus. Kita punya nilai kapasitas. Kita punya nilai aspek dari seluruh nilai kinerja kita. Soli Deo Gloria.