Katekismus Heidelberg P24 – Tiga Bagian Pengakuan Iman Rasuli

Renungan harian

17 Mei 2021

Katekismus Heidelberg

P24 – Tiga Bagian Pengakuan Iman Rasuli

Pert. Pengakuan Iman itu dibagi atas berapa bagian?

Jaw. Tiga bagian. Yang pertama mengenai Allah Bapa dan penciptaan kita. Yang kedua mengenai Allah Anak dan penebusan kita. Yang ketiga mengenai Allah Roh Kudus dan pengudusan kita.

Pembagian ini tidak berarti bahwa hanya Allah Bapa yang menciptakan, hanya Allah Anak yang menebus, dan hanya Allah Roh Kudus yang menguduskan. Ketiga Pribadi terlibat dalam penciptaan, penebusan, maupun pengudusan.

Penciptaan dikaitkan dengan Allah Bapa karena Ia adalah sumber dari segala pekerjaan ilahi termasuk penciptaan. Penebusan dikaitkan dengan Allah Anak karena Ia-lah Pribadi yang secara langsung menggenapkan karya penebusan di kayu salib. Pengudusan dikaitkan dengan Allah Roh Kudus karena Ia-lah yang secara langsung menguduskan orang percaya atau karena melalui Allah Roh Kudus-lah pengudusan orang percaya dapat terjadi. Referensi: Commentary on the Heidelberg Catechism by Dr. Zacharias Ursinus

Katekismus Heidelberg P 23 – Pengakuan Iman Rasuli

Renungan harian

10 Mei 2021

Katekismus Heidelberg

P23 – Pengakuan Iman Rasuli

Pert. Bagaimana bunyi Pasal-pasal Pengakuan Iman itu?

Jaw. Aku percaya kepada Allah Bapa, Yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi.

Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita,

yang dikandung dari Roh Kudus,

lahir dari anak dara Maria,

yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,

disalibkan, mati dan dikuburkan,

turun ke dalam kerajaan maut,

pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,

naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa,

dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Aku percaya kepada Roh Kudus.

Aku percaya adanya gereja (Kristen) yang kudus dan am,

persekutuan orang kudus,

pengampunan dosa,

kebangkitan daging,

dan hidup yang kekal.

Pengakuan iman merupakan bentuk ringkasan dan singkat dari iman Kristen yang membedakan Gereja dari beragam aliran. Pengakuan iman ini disebut ‘rasuli’ karena mengandung substansi doktrin para rasul yang harus dipegang oleh orang-orang percaya. Pengakuan iman ini bersifat ‘katolik’ karena semua orang Kristen hari memercayai ini.

Pengakuan iman menyatakan poin-poin ajaran utama yang dipegang oleh orang Kristen. Orang yang mengaku Kristen namun menolak pengakuan iman ini dapat dinyatakan telah menyimpang dari ajaran para rasul. Kita perlu memahami bahwa pengakuan iman tidak lebih tinggi daripada Alkitab tetapi dibuat berdasarkan pengajaran Alkitab. Suatu pengakuan iman menjadi standar yang kuat selama pengakuan iman tersebut berdasar pada Alkitab dengan tafsiran yang tepat.

Gereja yang sehat adalah Gereja yang memiliki dan menyatakan pengakuan imannya secara terbuka dan jelas serta mengajarkannya kepada semua jemaat.

Referensi:

Commentary on the Heidelberg Catechism by Dr. Zacharias Ursinus

Katekismus Heidelberg P22 – Apa yang Kita Imani?

Renungan harian

3 Mei 2021

Katekismus Heidelberg

P22 – Apa yang Kita Imani?

Pert. Apa yang perlu diimani oleh seorang Kristen?

Jaw. Segala sesuatu yang dijanjikan kepada kita dalam Injil (a). Isi pokoknya diajarkan kepada kita melalui Pasal-pasal Pengakuan Iman Kristen yang am dan pasti.

(a) Yoh 20:31.

Allah memberikan janji dan kita harus percaya. Kita percaya bahwa Allah itu maha kuasa dan tidak mungkin berdusta, sehingga semua janji-Nya pasti tergenapi. Mazmur 12:7 Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah. Mazmur 18:31 Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.

Di dalam sejarah, Gereja merumuskan pengakuan-pengakuan iman berdasarkan Alkitab untuk menegaskan apa yang Gereja percaya dan apa yang Gereja lawan. Pengakuan iman disusun secara sistematis dan sesuai konteks Gereja pada saat itu. Namun ini bukan berarti bahwa pengakuan iman itu tidak lagi berlaku pada masa kini. Sebaliknya Gereja bisa mempelajari dan mengembangkan lebih jauh demi menegakkan pengajaran yang benar.

Poin-poin yang singkat dan sederhana merumuskan apa inti yang orang Kristen harus percaya. Tentu saja pengakuan iman tidak dapat menjelaskan semua hal yang tertulis dalam Alkitab, namun pengakuan iman bisa mengarahkan orang Kristen untuk menemukan apa saja hal-hal esensi yang harus dipercaya.

Katekismus Heidelberg P21 – Iman yang Sejati

Renungan harian

26 April 2021

Katekismus Heidelberg

P21 – Iman yang Sejati

Pert. Apa iman yang sejati itu?

Jaw. Iman yang sejati adalah keyakinan atau pengetahuan yang pasti yang membuat aku mengakui sebagai kebenaran segala sesuatu yang dinyatakan Allah kepada kita di dalam Firman-Nya, dan juga kepercayaan yang teguh (b), yang dikerjakan dalam hatiku oleh Roh Kudus (c), melalui Injil (d). Isinya ialah bahwa pengampunan dosa dan kebenaran serta keselamatan yang kekal (e) telah dikaruniakan tidak hanya kepada orang lain saja, tetapi juga kepadaku sendiri, oleh rahmat Tuhan semata-mata, hanya berdasarkan jasa-jasa Kristus saja (f).

(a) Ibr 11:1-3. (b) Rom 10:10. (c) Efe 2:8. (d) Rom 10:17. (e) Rom 3:24.

Iman yang sejati mengandung pengetahuan. Manusia harus mendapatkan pengetahuan tentang kabar baik itu. Iman sejati bukanlah iman buta yang ‘asal percaya’ atau yang tidak tahu apa atau siapa yang dipercaya. Iman yang sejati juga mengandung keyakinan. Beriman secara sungguh-sungguh itu berarti tidak hanya tahu tetapi juga yakin pasti akan pengetahuan tersebut. Ia tidak hanya tahu bahwa ia harus bergantung pada Allah tetapi ia sendiri juga bergantung pada Allah.

Iman yang sejati ini dikerjakan oleh Allah Roh Kudus melalui Injil. Iman itu tidak timbul ‘dengan sendirinya’ dalam diri manusia. Manusia tidak menghasilkan iman yang sejati itu dengan kekuatan pikirannya sendiri. Itulah mengapa Alkitab menyatakan bahwa iman yang sejati itu merupakan anugerah. Jasa Kristus yang secara cuma-cuma diberikan kepada kita yang beriman juga merupakan anugerah semata.

Pendahuluan Bagian 1 Buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”

Pendahuluan Bagian 1 Buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”
Halaman 3-5 dari buku “Keluarga yang Berbuah bagi Kristus di Tengah Tantangan Zaman Pascamilenial”
Penulis: Tumpal Hasudungan Hutahaean
Penerbit: Momentum
Terbit pertama: November 2019

Mengapa Allah Tritunggal menciptakan lembaga pernikahan? Lembaga pernikahan diciptakan Tuhan untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang seiman dan sepadan (Kejadian 2:18-25 dan 2 Korintus 6:11-18) melalui ikatan perjanjian untuk sepakat hidup bersama di dalam Tuhan. Kita percaya lembaga pernikahan Tuhan yang cipta (tatanan ciptaan—order of creation) dan kita menerima pengesahan secara hukum dari negara (Pasal 2 ayat 1, UU No. 1 Tahun 1974). Secara iman kita percaya bahwa pernikahan Kristen menjadi sah melalui lembaga Gereja yang merestuinya di hadapan Allah Tritunggal dan jemaat-Nya dan setelah itu dicatat dan disahkan oleh lembaga pemerintah, yaitu Catatan Sipil. Pengakuan dari Gereja, umat Kristen yang hadir, dan institusi pemerintah ini sangat penting untuk kesaksian bagi masyarakat sebagai norma sosial.

Apakah tujuan keluarga diciptakan? Allah menghendaki agar setiap keluarga disatukan dalam iman dan kekudusan untuk senantiasa hidup dalam pertumbuhan iman dan kekudusan guna mencapai perubahan karakter ke arah Yesus Kristus (tatanan penebusan—order of redemption). Allah akan berkenan jika suami, istri, dan anak-anak bisa saling membangun karakter yang matang di dalam Tuhan Yesus dan menyaksikan Tuhan Yesus melalui hidup mereka.

Jika tujuan Allah menciptakan lembaga pernikahan begitu mulia, mengapa ada keluarga Kristen yang berantakan dan tidak harmonis? Apakah ini rancangan Tuhan? Atau bukan? Kalau begitu, apa penyebabnya? Allah tidak memiliki program agar keluarga Kristen mengalami ketidakharmonisan atau kegagalan dalam membangun pernikahan. Kegagalan ini bisa disebabkan oleh tidak adanya penyatuan iman yang sejati, ada dosa yang hadir dan berkembang, karakter yang tidak terbangun di dalam Tuhan Yesus, adanya kelemahan iman dalam menghadapi badai hidup, dan tidak ada perubahan wawasan dunia yang baru dalam menghadapi perubahan internal (keluarga), perubahan eksternal (dunia), dan tantangan zaman.

Solusi awal untuk membangun keluarga yang bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan Yesus adalah keluarga harus memiliki fondasi iman sebagai dasarnya. Mengapa keluarga harus bersatu dalam iman? Apakah bersatu di dalam fungsi keluarga tidak cukup? Apakah bersatu dalam nilai tujuan untuk mencapai cita-cita keluarga tidak cukup? Apakah bersatu di dalam nilai kesenangan itu tidak cukup? Mengapa hal-hal di atas tidak cukup? Karena semua itu hanya kesatuan yang bersifat horizontal dan sementara. Keluarga Kristen harus senantiasa bersatu dalam iman dalam ikatan tubuh Kristus yang diekspresikan melalui ibadah keluarga, ibadah bersama di Gereja, mengikuti kegiatan Gereja bersama-sama di luar hari Minggu, dan juga bersatu dalam iman ketika melewati setiap pergumulan dan tantangan yang ada. Inilah yang menjadi fondasi yang paling dasar bagi keluarga agar bisa bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan Yesus. Kesatuan iman adalah salah satu pilar yang penting agar keluarga memiliki kekuatan untuk saling menopang, menguatkan, dan membangun sehingga menjadi pemenang bagi Allah dan memimpin keluarga dalam meraih masa depan.

Indahnya kesatuan iman dalam keluarga Kristen ini juga berperan mendorong setiap anggota keluarga untuk saling membangun iman dan hikmat. Ini berarti ada peran suami-istri dalam menanam iman, mempertumbuhkan iman, dan mengarahkan anak-anak untuk menghasilkan buah iman bagi Kristus. Kecerdasan iman yang diikuti dengan pertumbuhan hikmat sangat berperan dalam membangun kesadaran tanggung jawab sebagai seorang suami atau istri dan sebagai seorang anak kepada Tuhan untuk berbuah bagi Kristus.