Di Atas Satu Alas (The Church’s One Foundation)

Himne ini ditulis oleh seorang pastor Church of England, Samuel J. Stone, pada tahun 1866. Pada periode inilah muncul banyak kegaduhan di dalam Gereja Anglikan karena sebuah buku yang ditulis tiga tahun sebelumnya oleh salah satu Bishop Anglikan yang sangat berpengaruh, John William Colenso, dimana bishop liberal ini menyerang keakuratan historis Kitab Pentateukh. Buku tersebut, Pentateuch and the Book of Joshua, Critically Examined, diserang dengan keras oleh pemimpin Anglikan lainnya, Bishop Gray. Perselisihan teologi antara dua orang pemimpin ini segera menjadi konflik yang menyebar ke seluruh Gereja Anglikan.

Samuel Stone sangat tergoncang oleh masalah ini dan pada 1866 ia menulis sebuah koleksi himne, Lyra Fidelium (“Lyra Orang-orang Setia”). Di dalam koleksi ini terdapat duabelas himne kredo yang berdasarkan Pengakuan Iman Rasuli untuk memerangi serangan dari sarjana-sarjana modern dan liberalisme yang ia rasa sebentar lagi akan memecah-belah dan menghancurkan gereja. Himne ini didasarkan pada kredo kesembilan dari Pengakuan Iman Rasuli, yang berbunyi, “Gereja yang kudus dan Am; persekutuan orang kudus: Ia adalah Kepala dari Tubuh-Nya.” Adalah keyakinan Stone bahwa kesatuan gereja harus disandarkan satu-satunya kepada pengakuan akan Ketuhanan Kristus sebagai kepala dan tidak pada cara pandang dan penafsiran manusia.

Himne ini segera menjadi populer di seluruh Kerajaan Inggris. Himne ini juga diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa, termasuk Bahasa Latin. Dua tahun kemudian, semua bishop Anglikan berkumpul di London untuk sebuah pertemuan yang dikenal sebagai Konferensi Lambeth. Himne Stone dipilih sebagai himne untuk prosesi dan tematik untuk pertemuan bersejarah tersebut. Ia menjadi terkenal dan dihormati sebagai penulis himne yang produktif dengan beberapa publikasi himnenya dicetak ulang ke dalam banyak edisi. Stone menulis secara total tujuh buku syair dan melayani di dalam komite yang mempersiapkan edisi 1909 untuk buku himne Anglikan yang terkenal, Hymns Ancient and Modern. Namun hari ini, himne ini adalah satu-satunya himne Stone yang masih dipakai secara luas.

Samuel John Stone dilahirkan di Whitmore, Staffordshire, Inggris, pada 1839. Setelah ia tamat kuliah dari Oxford, ia menghabiskan sebagian besar dari masa pelayanannya hanya di dua wilayah di London, di mana ia dikenal baik sebagai pastor orang miskin. Di sini waktunya digunakan di dalam pelayanan untuk orang miskin dan penduduk yang terpinggirkan di East End, London, dimana dikatakan “ia menciptakan tempat ibadah yang indah untuk orang-orang miskin, dan menjadikannya sebagai pusat cahaya di tempat-tempat yang gelap.” Stone dikenal sebagai seorang yang berkarakter tanpa cacat; ia lembut terhadap orang miskin, akan tetapi ia juga adalah seorang pejuang keras bagi iman konservatif yang sedang diserang dengan hebat di hari-harinya. Ia menolak untuk mengkompromikan satu iota-pun dengan kritik terhadap alkitab dan filsafat evolusi yang menjadi semakin populer saat itu. Iman pribadi terhadap Alkitab yang diinspirasikan cukup baginya. Semua tulisannya digambarkan sebagai “perkataan-perkataan keras akan iman yang jantan, dimana dogma, doa dan pujian disulam dengan keahlian yang tinggi.”

Datang Bersyukurlah (Now thank we all our God)

Musik dari lagu ini diambil dari Now thank we all our God. Martin Rinkart menuliskan choral “Now thank we all our God” pada tahun 1636. Ia adalah seorang hamba Tuhan Lutheran. Ia hidup dimana waktu itu terjadi ‘Perang Tiga Puluh Tahun’. Akibat dari perang yaitu banyaknya penderitaan dan kematian. Selain itu muncul juga suatu wabah yang mematikan. Setiap harinya seorang hamba Tuhan harus memimpin upacara penguburan sebanyak 12 kali bahkan sampai 50 kali, salah satunya adalah istrinya sendiri. Banyak hamba Tuhan yang meninggal atau memilih untuk ikut lari dari tempat tersebut, tetapi Rinkart memilih untuk tinggal melayani yang tersisa.

Salah satu bagian yang terkenal sepanjang masa adalah ketika datang sepasukan prajurit tentara untuk meminta upeti kepada masyarakat di situ. Mereka tidak mampu membayar sesuai dengan jumlah yang diminta dan memohon untuk keringanan. Sang komandan menolak dan Rinkart selaku perwakilan masyarakat berbalik menghadap rakyat dan berteriak, “Marilah, anak-anakku, kita tidak dapat menemukan belas kasihan dari manusia; marilah kita mendapatkan perlindungan dari Tuhan.” Dengan berlutut, Rinkart memimpin mereka berdoa dan menyanyi hymn-hymn yang mereka kenal. Sang komandan sangat tergerak sehingga ia menurunkan pembayarannya. Tak berapa lama kemudian, perang tersebut berhenti.

Rinkart adalah salah seorang yang ikut berbagian juga dalam pelayanan ini. Kemudian suatu masa dimana perang berhenti demikian juga segala penderitaan akibat dari perang berhenti. Sebagai ucapan syukurnya Rinkart menuliskan puisi lagu ini. Lagu ini menyadarkan bahwa Allah yang berkarya menyatakan pemeliharaan-Nya atas umat-Nya. Kita patut untuk menyatakan syukur kita karena Ia sudah memimpin kita dalam segala perjuangan dan penderitaan yang kita alami sebagai seorang Kristen.

Ku Bersandar Pada Yang Kekal (Leaning On The Everlasting Arms)

Lagu ini liriknya ditulis oleh Anthony Showalter. Ia adalah seorang penatua di salah satu gereja Presbyterian. Ia mempublikasikan lebih dari 130 buku musik dan sangat dikenal karena sekolah menyanyi yang dia buat di gereja setempat. Showalter sangat mengasihi murid-muridnya dan menikmati waktu bersama mereka. Suatu malam di tahun 1887, ketika itu ia sedang mengajar menyanyi. Sesudah kelas selesai, ia mendapatkan 2 surat dari murid-muridnya yang terdahulu. Salah satu muridnya menceritakan bahwa ia telah kehilangan isterinya. Kemudian Showalter memberikan kekuatan dan penghiburan dari Ulangan 33:27, “Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal”. Ia pun membuat bagian refrainnya lagu ini dari bagian alkitab ini. Puisinya dikirimkan kepada temannya, Elisha Hoffman. Ia mengatakan: “Ini adalah bagian refrain lagu yang diambil dari Ulangan 33:27, tapi aku tidak bisa menuliskan bait-bait lagunya.” Hoffman pun menulis 3 bait lagu ini dan mengirimkannya kembali kepada Showalter. Kemudian Showalter menyatukannya dalam suatu melodi musik.

Lagu ini kembali menyatakan bahwa kehidupan kristen adalah kehidupan yang terus bersandar pada Allah. Ketika kita menjalani hari-hari kita dengan bersandar pada Allah maka seharusnya tidak perlu kita kuatir akan hidup ini. Seperti juga dikatakan dalam Amsal 3:5 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” Kita harus terus mempercayakan hidup kita kepada Tuhan bukan pada kekuatan manusia. Karena Dia-lah Pencipta, Pemelihara dan Penebus kita. Dia akan terus bersama-sama dengan kita dalam keadaan hidup yang tersulit sekalipun yang kita hadapi (Mazmur 23:4, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku”). Bersandarlah pada Allah.

Jadilah Visi-Ku (Be Thou My Vision)

Dengan puisinya yang indah, serta melodinya yang dinamis, teks himne Irlandia yang tak diketahui pengarangnya ini, dalam gaya Celtic yang aneh namun indah secara indah mengekspresikan keinginan dan hasrat terdalam dari hati orang Kristen. Walaupun baru dikenal dalam 50 tahun yang lalu, himne yang indah ini sudah ada sejak abad kedelapan.

Antara tahun 400 dan 700 sesudah Masehi, orang-orang Irlandia hidup dengan iman yang sungguh dalam Tuhan dan negerinya dikenal sebagai negeri yang sangat ingin mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Para penginjil Irlandia pergi mengkabarkan Injil kemana pun mereka pergi.

Beberapa pelajar percaya bahwa kata-kata dari himne ini adalah berasal dari orang yang bernama St. Patrick. St. Patrick lahir tahun 373 lahir di daerah yang sekarang dikenal dengan Skotlandia. Pada umur 16 tahun ia diculik oleh perompak dan dijadikan budak di Irlandia. Di sana dia menyerahkan hidupnya pada Yesus Kristus. Kemudian dia berhasil melarikan diri, namun tak pernah melupakan pengalaman ini. Pada umur 30 tahun dia kembali ke Irlandia dengan maksud mengabarkan Injil di sana. Sebagai hasil dari pelayanannya, lebih dari 200 gereja dibangun dan 100.000 orang bertobat dan dibaptiskan.

Lagu “Be Thou My Vision” tanpa ragu lagi berasal dari zaman dan daerah yang rindu untuk mengabarkan Injil, mengekspresikan keperluan yang tak habis-habisnya akan visi dari sorga, mengalami pemeliharaan Tuhan dan kehadiran-Nya dalam perjalanan hidup manusia. Melalui kata-kata dari himne ini, sang penulis menyatakan penghormatannya pada Tuhan melalui banyak titel yang menyatakan akan Dia:

Vision, Lord, Best Thought, Wisdom, Word, Great Father, Power, Inheritance, High King of Heaven, Treasure, Bright Heaven’s Sun, dan Ruler of All, dan banyak lainnya.

Syair ini pertama kali dimasukkan ke dalam sebuah karya yang berjudul Rob tu mo bhoile, a Comdi cride. Terjemahan Mary Bryne akan puisi kuno Irlandia ini menjadi prosa dalam Bahasa Inggris pertama kali dan muncul dalam Jurnal Erin, edisi kedua, yang diterbitkan pada tahun 1905. Kemudian prosa tersebut diuraikan menjadi bentuk bait oleh Eleanor H. Hull dan diterbitkan dalam terbitannya Poem Book of the Gael, pada tahun 1912. Tune yang digunakan, “Slane,” adalah melodi tradisional Irlandia dari kumpulan Patrick W. Joyce, Old Irish Folk Music and Songs, terbit pada tahun 1909. Penggabungan tune dengan teks himne ini diterbitkan dalam Irish Church Hymnal tahun 1919. Tune ini dinamai atas sebuah bukit, sepuluh mil dari Tara, di County Meath, dimana dikatakan tempat St.Patrick dulu menantang Raja Loegaire dan para pendeta Druid, dengan menyalakan api pada malam Paskah.

Meskipun melodi ini telah diharmonisasikan oleh berbagai musikus, seperti Norman Johnson, pada umumnya disarankan bahwa tune ini paling efektif ketika dinyanyikan dalam satu suara saja (unison). Mary Elizabeth Byrne dilahirkan di Dublin, Irlandia, pada tahun 1880. Ia menempuh pendidikan di University of Dublin dan menjadi seorang pekerja riset dan penulis bagi Board of Intermediate Education di kota asalnya. Salah satu pekerjaannya yang terpenting adalah kontribusinya kepada Old and Mid-Irish Dictionary dan Dictionary of the Irish Language.

Eleonor H. Hull dilahirkan di Manchester, Inggris, pada 15 Januari 1860. Ia adalah pendiri dan menjabat sebagai sekretaris Irist Text Society dan bertindak sebagai presiden Irish Literary Society, di London. Ia mengarang beberapa buku mengenai sejarah dan literatur Irlandia. Penulis tak diketahui lainnya menulis pemikiran yang penting di bawah ini mengenai pentingnya memiliki visi dalam hidup seseorang:

Sebuah visi tanpa tugas adalah mimpi;

Sebuah tugas tanpa visi adalah kebosanan;

Sebuah visi dengan tugas adalah harapan bagi dunia.

Sungguh, sikap visioner kita di sepanjang hidup seringkali menjadi perbedaan antara keberhasilan dan sedang-sedang saja. Satu peringatan dari sebuah kisah klasik tentang dua orang penjual sepatu yang dikirim ke pulau primitif untuk menentukan peluang bisnis di sana. Penjual pertama mengirim telegram, “Segera pulang. Tak seorang pun mengenakan sepatu di sini.” Penjual kedua merespon, “Segera kirimkan satu kapal penuh sepatu ke sini. Kemungkinan menjual sepatu di sini sangat tak terbatas.”

Semoga kita sebagai orang-orang percaya dilukiskan sebagai orang yang bervisi – “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” – Ibrani 12:2.

Ingat Akan Nama Yesus (Take The Name Of Jesus With You)

Teks dari lagu ini ditulis oleh Lydia Baxter yang dikenal sebagai seorang pelayan Tuhan yang tekun. Dia dilahirkan pada 8 September 1809 di Petersburg, New York. Suatu kali dia dan saudaranya mendengar injil dari seorang penginjil. Lalu mereka pun bertobat. Tak lama sesudah mereka bertobat, mereka menjadi perintis dan aktif melayani di gereja Baptis, Petersburg. Sesudah dia menikah, dia pindah ke New York City. Dia melanjutkan pelayanannya di kota ini. Rumahnya menjadi tempat dimana para pengkotbah, penginjil dan pelayan lain untuk mendapat inspirasi dan nasihat dari Lydia Baxter. Dia meninggal pada 22 Juni 1874 di New York City karena sakit yang sudah lama dideritanya.

Ketika dia sakit, dia tetap melayani Tuhan dengan menulis puisi-puisi rohani. Buku yang berisi kumpulan puisinya pun sempat diterbitkan pada tahun 1855. Namun puisinya yang kita kenal saat ini yaitu “Ingat akan nama Yesus”. Lagu ini ditulis kira-kira pada tahun 1870, ketika itu dia masih terbaring di tempat tidur karena sakit. Selama hidupnya, Lydia Baxter mempelajari alkitab secara khusus dan dia senang sekali membicarakan mengenai pentingnya sebuah nama seseorang dengan teman-temannya. Nama itu sangat penting karena demikian yang diajarkan alkitab yang mana biasanya menggambarkan kepribadian orang tersebut. Dia menjelaskan beberapa nama seperti Yakub yang berarti “pengganti” karena ketika Yakub dilahirkan tangannya memegang tumit Esau (lihat Kejadian 25:26). Ishak yang artinya “tertawa” karena ketika Abraham dan Sara menerima firman Tuhan bahwa Sara akan mengandung mereka tertawa dalam hati (lihat Kejadian 17:17; 18:13; 21:6).

Nama yang sangat spesial bagi Lydia Baxter yaitu nama Yesus yang berarti “Juruselamat”. Dia mengatakan “Aku mempunyai senjata yang sangat spesial yaitu Yesus. Ketika cobaan datang untuk menjatuhkanku, aku menyebutkan nama Yesus dan cobaan akan aku lalui. Nama Yesus berarti “Juruselamat” yang mana memiliki arti yang sama dengan Yosua dan Yoas.” Karena itulah dia menuliskan puisi yang berjudul “Ingat akan nama Yesus.”