Iman Yang B’ri Menang (Faith Is The Victory)

Penulis melodi dari lagu ini yaitu Ira David Sankey. Ia lahir pada 1840 di Edinburg, Pennsylvania, dari pasangan suami istri Metodist yang sangat mengasihi Tuhan. Ia begitu menikmati masa kecilnya yang mengalami musim dingin yang panjang dan duduk di perapian rumah. Saat itulah ia bersama keluarganya bersekutu, bernyanyi hymn dan merenungkan firman Tuhan bersama. Ira belajar musik pada umur 8 tahun dan bisa menyanyikan lagu hymn gereja tanpa salah. ia mengikuti sekolah minggu setiap minggu dan sangat mencintai hal-hal bersifat rohani. Pada umur 16 tahun, ia mengkomitmenkan hidupnya bagi Kristus di suatu kebaktian rohani yang ia hadiri kira-kira 3 mil dari rumahnya, Kings Chapel. Kira-kira setahun kemudian, keluarganya pindah ke New Castle, Pennsylvania, dan mereka pun aktif di gereja metodist di sana. Ira mendapatkan pendidikan di sekolah yang baik karena memang ayahnya merupakan president dari suatu Bank sehingga bisa membiayai sekolahnya. Namun ia tetap sadar bahwa semuanya itu adalah berkat dari Tuhan atas keluarganya. Ia pun menyerahkan dirinya untuk melayani Kristus. Walaupun ada suatu kesempatan dimana ayahnya menawarkan ia jabatan di Bank setelah lulus sekolah. Tetap konsentrasi dan fokus utamanya yaitu melayani. Sehingga di gereja pun ia aktif menjadi koordinator sekolah minggu dan pemimpin paduan suara. Sebelumnya, gerejanya tidak mengijinkan adanya alat musik di gereja. Ia dan rekan-rekannya memperjuangkan agar alat musik seperti organ, piano dan lainnya bisa dipakai dalam ibadah gereja.

Pada umur 23 tahun, ia menikah dengan Fanny V. Edwards yang merupakan anggota paduan suaranya dan salah seorang guru sekolah minggu. Mereka mempunyai 3 anak laki-laki. Ira juga dikenal sebagai penyanyi gereja dengan suara yang bagus. Ia menerima ribuan undangan bernyanyi baik di kebaktian rohani, konvensi, suatu pertemuan-pertemuan besar lainnya. Ira begitu diberkati sejak kecilnya, remaja dan kehidupan keluarganya namun ia belum melihat apa rencana besar Tuhan dalam hidupnya. Sampai suatu ketika ia mendengar ada seorang hamba Tuhan bernama Dwight L. Moody yang terus mengadakan kebaktian kebangunan rohani dimana-mana. Ia mendapat kesempatan untuk menghadiri salah satu kebaktian kebangunan rohani tersebut di Indianapolis, Indiana. Disitulah ia bertemu dengan Pendeta Moody. Saat itu ia diberikan kesempatan melayani dengan memimpin suatu pujian. Suasana kebaktian pun begitu luar biasa menjadi lebih hidup dan setiap jemaat yang hadir siap menyambut firman Tuhan. Di hari berikutnya, Pdt. Moody bertemu dengan Ira dan menawarkan dia untuk menjadi pemimpin pujian dalam kebaktian rohaninya dimana pun di seluruh dunia. Ira baru menjawab panggilan tersebut 6 bulan kemudian. Pelayanan pertamanya sesudah itu di Chicago. Ia yang saat itu berumur 30 tahun (pada tahun 1870) pun melepas pekerjaannya sebelumnya dan fokus pelayanan bersama Pdt. Moody. Ia melayani bersama tim penginjilan tersebut sampai Pdt. Moody meninggal 29 tahun kemudian. Ia tidak menulis lirik lagu seperti dikerjakan oleh Fanny Crosby dan Phillip Bliss, tapi ia menuliskan melodi-melodi indah ribuan hymn dari penulis lagu tersebut. dan lagu ini merupakan salah satu lagu yang menjadi berkat bagi kita semua yang mana salah satu lagu yang dinyanyikan pada saat pemakamannya.

Liriknya ditulis oleh John Henry Yates yang lahir pada 21 November 1837, di Batavia, New York. Tidak ditemukan catatan hidup masa kecilnya. Tapi ketika ia dewasa, ia bekerja di beberapa bidang seperti menjadi editor Koran, penjual sepatu, dan hardware store manger. Dia ditahbiskan menjadi hamba Tuhan di gereja Metodist pada 1886, dan kemudian menjadi pendeta di Gereja Baptis. Salah satu warisannya bagi gereja sampai sekarang yaitu lagu Iman Yang B’ri Menang. Lagu ini berdasarkan pada 1 Yohanes 5:4, “Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”

Dalam Roma 1:17 dikatakan bahwa: “Orang benar akan hidup oleh iman.” Memiliki iman yang sejati adalah yang sangat penting bagi orang kristen. Karena tidak mungkin orang kristen hidup tanpa iman yang sejati. Dengan iman-lah kita akan memperoleh kemenangan. Iman sejati adalah iman yang ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita beriman kepada Kristus dan karya penebusan yang dikerjakan-Nya. Kita sekarang tidak melihat karya Kristus secara langsung. Namun kita beriman kepada Penebusan Kristus yang bersifat kekal tersebut. Karena iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat” (Ibrani 11:1-3).

Dekat Pada-Nya (Close To Thee)

Lirik lagu ini ditulis oleh Fanny J. Crosby. Ia dilahirkan dari keluarga sederhana di Southeast, New York tanggal 24 Maret 1820. Karena penanganan medis yang tidak tepat, ia mengalami kebutaan pada usia enam minggu. Pada umur delapan tahun ia sudah mulai menulis syair. Ia mengembangkan daya ingatnya. Pada umur sepuluh tahun ia berhasil menghafal isi dari kelima kitab pertama dalam perjanjian lama dan keempat kitab injil dalam perjanjian baru. Selama hidupnya, ia adalah seorang Kristen yang setia di St. John’s Methodist Episcopal Church di New York. Ia bersekolah di New York School, khusus untuk penyandang tuna netra dan mengajar di sekolah itu juga. Tahun 1858, ia menikah dengan seorang pemusik tuna netra, Alexander Van Alstyne, seorang guru musik yang paling dihormati di kalangan institusi tuna netra. Ia menulis, “Aku percaya Tuhan mengijinkan aku menjadi buta karena keteledoran dokter yang merawatku, sebagai saranaNya menjadikan kebutaanku sebagai berkat”. Fanny tinggal di sebuah apartmen kontrakan yang sangat kecil bersama suaminya, di sekeliling tempat tinggalnya ada kuli angkut, tukang jahit, tukang sepatu, bahkan budak yang melarikan diri dari penindasan. Fanny dan suaminya sering menjamu teman-teman dan tetangganya yang berkekurangan serta menghibur mereka dengan lagu-lagu ciptaannya. Ia meninggal pada tahun 1915, pada batu nisannya ditulis kalimat indah dimana tulisan ini merupakan cuplikan apa ang diucapkan Tuhan Yesus kepada Maria ketika mengurapi dengan minyak narwastu “Ia telah melakukan apa yang terbaik yang bisa dia kerjakan” (Markus 14:3-4).

Dia pernah menuliskan dalam catatannya: “Suatu kali di tahun 1874, saya duduk di ruang saya dan merenungkan kedekatan Tuhan di dalam Kristus yang terus mengiringi perjalanan hidup saya.” Kemudian puisi lagu ini pun dituliskan. Lagu ini menyatakan mengenai perjalanan hidup Kristen yang sejati yaitu semakin dekat dengan Tuhan. Ini merupakan suatu komitmen hidup setelah anugerah yang sudah Tuhan berikan pada orang percaya. Hidup ini digambarkan seperti perjalanan yang begitu panjang dimana Tuhan memimpin setiap langkah hidup kita. Ada banyak kenikmatan dunia yang ada di sekitar kita mencoba menarik kita semakin jauh dari Tuhan. Tapi kalau Tuhan memang menjadi yang paling berharga dalam hidup kita, maka kita akan terus berpegang padaNya dan tidak hanyut dibawa oleh arus dunia. Bahkan sampai kematian datang, kita dengan harapan penuh untuk lebih dekat lagi pada-Nya.

Orang Kristen yang sejati akan terus mengerjakan keselamatannya. Artinya anugerah keselamatan dari Tuhan itu dinyatakan dalam kehidupannya. Dan terus-menerus disempurnakan semakin serupa dengan Kristus. Dalam Filipi 2:12-16a dikatakan:

“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.”

Sangat Besar Anugerah-Mu (Amazing Grace)

Lagu ini ditulis oleh John Newton. Ia lahir di London pada 24 Juli 1725, anak dari seorang kapten kapal. Ketika ia berumur 11 tahun, ia mulai pergi ke laut bersama dengan ayahnya. Pada 1744, John sangat terkesan dengan peperangan. Ia pun merubah kapalnya menjadi kapal perbudakan. Ia sendiri menjadi kapten atas kapalnya dan juga terlibat dalam perdagangan budak-budak. Meskipun sebenarnya ia mendapatkan beberapa pengajaran agama kristen dari ibunya yang meninggal ketika ia masih kecil. Suatu kali ketika ia membawa kapalnya melewati badai yang sangat dahsyat. Ia berkata: “Tuhan, kasihanilah kami.” Ini adalah pengalaman luar biasa yang dialami dimana ia kemudia menyadari siapa Tuhan dan siapa dirinya. Ia mengalami sendiri bahwa Tuhan begitu berkuasa menyelamatkan dia dari badai yang dahsyat tersebut. Melalui pengalaman itulah ia kemudian bertobat dan sungguh-sungguh mau menjadi pengikut Tuhan Yesus.

Ia menuliskan bahwa pada 10 mei 1748, ia bertobat dan diajarkan Tuhan kerendahan hati melalui kemahakuasaan Allah menyelamatkan dia dari badai yang dahsyat. Sesudah itu, ia tetap berkerja dalam perdagangan budak. Namun ia melihat segalanya menjadi berbeda. Ia melihat bahwa para budak tidak diperlakukan sebagai manusia adanya. Dia pun memutuskan mulai saat itu ia memperlakukan para budak secara manusiawi sebagaimana seharusnya mereka layak menerimanya.

Pada 1750 ia menikah dengan Mary Catlett. Sejak tahun 1755, ia mulai kembali mendidik dirinya dengan belajar banyak hal termasuk bahasa latin. Ia juga belajar dari George Whitefield, seorang penginjil besar dari gereja Calvinist di Inggris. Ia juga bertemu dengan John Wesley, seorang penginjil dari gereja Methodist. Suatu kali ia memutuskan untuk menjadi seorang Archbishop di gereja inggris. Bishop of Lincoln yang kemudian mentahbiskannya. Sejak itu ia mulai melayani Tuhan dengan berkotbah ke berbagai tempat. Salah satu orang yang sangat dipengaruhi oleh John Newton adalah William Wilberforce yang kemudian memimpin pergerakan anti perbudakan. Menjelang akhir hidupnya, Newton menjadi buta, namun ia tetap melayani dan berkotbah. Ia meninggal di London pada 12 Desember 1807.

Melodinya tidak diketahui berasal darimana. Kemungkinan ini adalah salah satu melodi yang sangat dikenal oleh orang banyak saat itu. Ada yang menyatakan bahwa mungkin sekali sebenarnya musiknya merupakan musik dari nyanyian budak saat itu. Dasar dari lagu ini diambil dari 1 Tawarikh 17:16-17, “Siapakah aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini? Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Allah; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya TUHAN Allah.” dimana merupakan suatu pernyataan ketidaklayakan dari Daud. Demikian juga yang dituliskan oleh Paulus dalam Efesus 2:4-9, “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita,  5 telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita oleh kasih karunia kamu diselamatkan  6 dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Kita memperoleh keselamatan hanya karena anugerah Tuhan yang luar biasa di dalam Yesus Kristus. Terpujilah Tuhan, Allah kita!

Belum Pernah Ku Rendah Hati

Teks & Musik: Stephen Tong

Dulu ‘kubertinggi hati
b’lum pernah rendah hati
hingga Tuhan nyatakan diri
‘ku baru berbakti
Walau ‘kumenganiaya,
Tuhan tetap mencariku
kasih ajaib t’lah tundukkanku,
kekallah ‘ku milik-Nya.
Dulu mataku t’lah buta
dan hidup dalam gelap
hingga Tuhan memb’rikan iman,
‘ku baru milik t’rang
Walau iblis memb’lengguku,
kuasa-Hulah membebaskan
kasih-Hu t’lah mengubahkanku
kini ‘ku milik Tuhan.
Dulu ‘kukeraskan hati
m’nempuh jalan sendiri
hingga Tuhan memanggil daku
‘ku baru ta’u kehendak-Mu
Walau ‘ku t’lah menolak Roh,
Dia menarikku kembali
Jalan Tuhan d’atas jalanku
‘ku mau taat pada-Nya.

Pdt Stephen Tong lahir tahun 1940 di kota Xiamen, Cina. Ayahnya berasal dari Cina dan Ibunya berasal dari Indonesia. Dari keluarga ini lahirlah 7 orang anak yang terdiri dari 6 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Ayahnya meninggal dunia ketika Pak Tong berumur 3 tahun. Sejak itu Ibunya mengasuh 7 orang anak ini sendirian. Ketika Pak Tong berumur 9 tahun, Ibunya membawa mereka ke Indonesia. Mereka pun tinggal di Surabaya. Ketika Pak Tong berumur 17 tahun, dia mengikuti suatu kebaktian yang dipimpin oleh seorang hamba Tuhan bernama Andrew Gih. Dalam kebaktian itu, dia dan 4 saudaranya laki-lakinya menyerahkan diri untuk hidup melayani Tuhan seumur hidup mereka. Kelima orang ini adalah Peter, Caleb, Solomon, Stephen dan Joseph. Mereka pun sampai sekarang menjadi hamba Tuhan dan melayani di beberapa tempat di dunia. Pdt. DR. Stephen Tong sendiri sudah melayani lebih dari 50 tahun di berbagai negara.

Selain melayani di beberapa Negara di dunia, Pak Tong juga menulis banyak lagu. Salah satunya adalah “Belum Pernah Ku Rendah Hati”. Lagu ini ditulis pada tahun 1975 di Kanada. Dalam 2 Samuel 22:28, Daud menyatakan Bangsa yang tertindas Engkau selamatkan, tetapi mata-Mu melawan orang-orang yang tinggi hati, supaya mereka Kaurendahkan.” Selain itu dalam Amsal 16:5 dikatakan juga setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.” Seorang yang tinggi hati tidak mau mengakui bahwa Allah itu Maha Kuasa dan patut disembah. Karena itu tidak heran alkitab pun menyatakan bahwa orang yang tinggi hati itu akan direndahkan karena kekejian di mata Tuhan. Selain itu, orang yang tinggi hati menyatakan bahwa dirinya benar dan tanpa salah. Artinya, tidak menyadari keberdosaannya. Lagu ini mengingatkan kita kembali bahwa ketika kita menjadi milik Tuhan maka kita seharusnya tidak lagi tinggi hati. Tapi tunduk atas kuasa Tuhan dan menyadari kelemahan dan keberdosaan kita.

Kita yang sudah di dalam Kristus mengalami perubahan karakter yang semakin menyerupai Kristus. Tuhan Yesus Kristus mau merendahkan diriNya di atas kayu salib untuk menebus manusia berdosa. Kalimat yang indah dalam Filipi 2:5-8, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”

Allah Jadi Benteng Kukuh

Teks & Musik: Marthin Luther, 1529

Tune: EIN’ FESTE BURG

Mazmur 18:2

Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!

Martin Luther dilahirkan pada 10 November 1483 di Eisleben, Saxony, Jerman. Ia kuliah di Universitas Erfurt dan kemudian menjadi biarawan Augustinian, sambil mengajar filsafat dan teologi di Universitas Wittenberg. Pada tanggal 31 Oktober 1517, yang kadang-kadang disebut “hari kemerdekaan Protestanisme,” Martin Luther memaku 95 tesisnya di pintu Katedral Wittenberg, Jerman. Tesis-tesis ini mencela berbagai praktek dan ajaran yang terdapat di dalam Gereja Roma. Setelah beberapa tahun berselisih dengan paus dan pemimpin gereja lainnya, Martin Luther akhirnya di-ekskomunikasi oleh Gereja Katolik tahun 1520.

Salah satu kemajuan penting akibat Gerakan Reformasi adalah dibangkitkannya kembali nyanyian jemaat. Luther mempunyai keyakinan teguh tentang manfaat dan kuasa musik sakral. Ia menyatakan keyakinannya dengan cara berikut, “Jika ada yang tidak suka musik, seperti semua orang fanatik itu, aku juga tidak akan suka orang tersebut; karena musik adalah pemberian dan anugerah Tuhan, bukan penemuan manusia. Karena itu musik mengusir setan dan membuat orang-orang bersukacita. Kemudian musik membuat orang melupakan semua amarah, kenajisan dan hal tidak suci lainnya.” Lagi katanya, “Si Setan, yaitu sumber segala kecemasan yang memilukan dan masalah yang tak habis-habisnya, langsung melarikan diri ketika musik dimainkan, hampir sama seperti ketika Firman Tuhan diperdengarkan.” Di tempat lain ia berkata, “Aku ingin mengarang himne sakral, sehingga Firman Tuhan juga berada di tengah-tengah jemaat melalui lagu-lagu.” Akhirnya, Luther menulis, “Aku tidak akan memperbolehkan seseorang berkotbah atau mengajar jemaat Tuhan tanpa pengetahuan yang benar tentang manfaat dan kuasa musik sakral.”

Sebuah himne yang paling berkuasa di dalam Gerakan Reformasi Protestan adalah lagu Luther “Allahku Benteng yang Kukuh,” yang dikarang berdasarkan Mazmur 46. Himne ini menjadi jeritan perjuangan jemaat, sebuah sumber kekuatan dan inspriasi, bahkan untuk mereka yang mati martir karena kepercayaannya. Himne ini sudah diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa di dunia dan dianggap sebagai salah satu himne yang paling agung dan salah satu contoh himne yang paling klasik di dalam himnodi Kristen. Dikatakan bahwa terjemahan Bahasa Inggrisnya saja berjumlah tidak kurang dari 60 versi terjemahan. Di Inggris, versi terjemahan Thomas Carlyle adalah yang paling umum digunakan, sementara di Amerika terjemahan Frederick H. Hedge, seorang profesor di Universitas Harvard, adalah yang paling sering dipakai. Versi ini diterjemahkan pada tahun 1952 dan pertama kali muncul di dalam buku yang berjudul Gems of German Verse (Mutiara-Mutiara Syair Jerman), oleh W. H. Furness, yang diterbitkan pada tahun 1853.

Baris pertama dari himne nasional Protestan Jerman ini diukir dengan rapi di atas batu nisan Sang Reformator Agung ini di Wittenberg, dan sampai sekarang masih dapat dibaca dengan penuh penghargaan oleh para pengunjung tempat bersejarah tersebut.