Johann Gottlieb Schwarz

Johann Gottlieb Schwarz lahir pada tanggal 21 April 1800 di kota Konigsbregen, wilayah Jerman Timur yang kini masuk wilayah Rusia dengan nama Kaliningrat. Lahir dalam keluarga yang sangat beragama. Sehingga, Alkitab selalu menjadi bacaannya sehari-hari. Tahun 1821, ia membaca berita mengenai penginjilan Bärenburg di tengah mayoritas agam lain. Dan ini yang mendorongnya untuk pergi menginjili dan berdoa untuk hal ini.

Tahun 1821, dibuka suatu “Zendeling Institut” untuk mendidik pendeta-pendeta penginjil di kota Berlin. Keinginannya masuk ke sekolah ini, direstui orangtuanya. 31 Agustus 1821 ia tiba di Berlin, menunggu dibukanya sekolah itu pada 1 Mei 1822. Ia bertemu dengan Johann Frederik Riedel yang akan menjadi teman penginjilannya kelar. Mereka belajar sampai tahun 1825, setelahnya NZG meminta Schawrz dan Riedel untuk menjadi penginjil di tengah mayoritas agama lain, dan mereka menyetujuinya.

12 Januari 1828, ia berangkat ke Rotterdam dan bersama Riedel, menambah pendidikan sampai tahun 1829. November 1830, Schwarz, Riedel dan Douwes Dekker menuju Indonesia dan tiba di Batavia, kemudian ke Surabaya dan tiba di Ambon 23 November 1830. Di Ambon, dia mempelajari bahasa Melayu dan dalam waktu singkat melanjutkan perjalanan ke Manado dan tiba 12 Juni 1931.

Bulan Juni hingga Oktober 1831, ia mempelajari bahasa Tombolu, Toulor, Tonsea, dan Tountemboan. Setelahnya, ia ke Singapura untuk memperlengkapi diri untuk penginjilan, sekolah dan obat-obatan. Ia kembali dan 7 Januari 1832 tiba di Langowan. Rumahnya di Langowan itulah saat ini berada SMU Kristen Schwarz Langowan.

Penduduk Langowan sejak dahulu sudah beragama alifuru. Pada saat Schwarz tiba, mereka berkumpul untuk mengadakan upacara keagamaan dan sekarang tempat itu berdiri gedung gereja GMIM. Bahasa daerah yang masih terbata-bata membuatnya cukup sulit berkomunikasi dengan penduduk setempat. Kedatangannya tidak terlalu disambut baik. Hal ini terjadi karena pemimpin agama setempat adalah istri dari kepala daerah wilayah tersebut. Ia sangat sulit masuk kepada penduduk karena ikatan yang erat antara penduduk dengan kepala daerah dan kepala agama tersebut.

Namun, pintu yang membukakannya untuk dapat berinteraksi dengan penduduk masa itu adalah pengobatannya terhadap sakit malaria, demam, obat-obat luka dan lain-lain. Banyak yang sadar atas kegunaan obat-obat dan Schwarz memperkenalkannya sebagai pertolongan Tuhan. Kontak dengan penduduk mulai terbuka setelah tahun 1834, dengan bantuan  F. Constans yang fasih menggunakan bahasa Melayu, Tombulu, Tonsea dan Tountemboan sehingga kesulitan bergaul itu teratasi.

Kesulitan berikut yang akhirnya terpecahkan. Antara tahun 1832-1833, Gubernur DE Struers memecat kepala daerah setempat. Pada masa itu, orang yang dibaptis baru 6 orang. Setelah Mayor Sigar (mantan kepala daerah setempat) menjadi Kristen dan dibaptis tahun 1841, segera diikuti oleh orang-orang Langowan sehingga sejak itu agama Kristen berkembang pesat di Langowan.

September 1842, sekitar 300 orang dibaptis di Langowan. Pelayanannya berkembang melalui sekolah yang didirikan. 14 sekolah ditanggung pemerintah, 14 sekolah dalam tanggungannya, jumlah murid kurang lebih 1200 orang. Tahun 1848, wilayahnya di Langowan, Ratahan, Kakas, Rembokan, Rompaso Kawangkoan dan Sonder sudah terdapat 15 sekolah, jumlah murid kurang lebih 1300 orang. Jumlah anggota sidi jemaat ada kira-kira 1000 orang dan jumlah baptisan kurang lebih 3000 orang.

Tempat yang dahulu pusat agama alifuru menjadi bangunan gereja pertama di Langowan, diresmikan tanggal 18 April 1847. Bertempat di mana gereja GMIM Sentrum Schwarz berada sekarang. Dalam kebaktian penahbisan gereja itu, dilantik sekorang Hulpzendeling yang bernama Adrianus Angkow dan menempatkannya di Sonder. 12 Juni 1856, diadakan perayaan 25 tahun Schwarz masuk Minahasa di gedung gereja yang pertama dan satu-satunya di Langowan pada masa itu. Tiga tahun setelahnya, Schwarz meninggal dunia di Manado, tepatnya 1 Februari 1859 dan dimakamkan di Langowan pada tanggal 2 Februari 1859. Kuburan Schwarz bersama istrinya sekarang ada di lapangan olahraga GMIM Langowan.

Keinginan dan kerinduan memberitakan Injil, mendorong Schwarz untuk memikirkan seluruhnya secara utuh. Ia mempersiapkan diri untuk melakukan penginjilan, mendirikan sekolah dan mengerti mengenai obat-obatan. Ia belajar bahasa daerah untuk dapat berinteraksi dengan penduduk lokal dan dapat memberitakan Injil kepada mereka. Panggilan yang Tuhan berikan kepada seseorang, akan mendorongnya mendoakan, memikirkan, mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Bukan dengan dorongan dari yang fenomona tetapi dorongan kecintaan akan Tuhan, Firman Tuhan dan jiwa-jiwa di daerah yang belum mendengarkan Injil. (theminahasa.net)