KARAKTER KEPEMIMPINAN MUSA: RENDAH HATI (1) (Pdt. Tumpal H. Hutahaean, M.Th.)

 

Hari ini dan beberapa minggu ke depan kita akan membahas tentang karakter kepemimpinan Musa. Hari ini kita akan membahas bagian yang pertama dan kita akan belajar tentang rendah hati. Minggu depan kita akan belajar tentang karakter Musa yang lain yaitu keberaniannya dan tentang mental yang sangat tegas. Apakah setiap pemimpin mempunyai keberanian? Pasti. Apakah keberanian itu suci di mata Tuhan? Belum tentu. Keberanian apa yang mulia di mata Tuhan? Keberanian yang punya aspek untuk menegakkan kesucian dan kebenaran Tuhan dan keberanian untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Di luar dari keberanian itu adalah keberanian yang berpusat kepada diri: keberanian yang berpikir untuk mendapatkan keuntungan, untuk kemuliaan manusia, keberanian yang sifatnya tidak punya kemuliaan Tuhan. Mari kita membaca Bilangan 12:3, Ibrani 11:24-29.

Pendahuluan

Mengapa ada orang mau menjadi pemimpin (besar) tetapi gagal? Ada orang yang tidak berpikir ketika memimpin sehingga gagal. Ada orang yang setelah proses waktu dia menjadi pemimpin yang besar. Seiring waktu berjalan, orang-orang dapat melihat apakah ambisi dari pemimpinnya suci atau tidak. Ada orang yang begitu berambisi sehingga ia berusaha keras dan pada akhirnya berhasil menjadi pemimpin yang besar, namun ia menghalalkan segala cara untuk bisa mencapai tujuannya. Orang yang seperti ini mungkin dinilai berhasil oleh dunia yang tidak mengerti kesucian. Ada orang yang baik, yang suci, yang sungguh-sungguh memiliki satu kemurnian untuk menjadi satu pemimpin namun ternyata mungkin hanya menjadi pemimpin yang cukup dan biasa-biasa saja. Apakah ini disebut tidak berhasil? Di dalam kacamata Tuhan ini berhasil.

Dari mana bakat, kapasitas, dan karakter seorang pemimpin dihasilkan? Banyak teori yang bersifat klasik tidak setuju bahwa seluruh nilai leadership tidak mungkin dipelajari. Tetapi dari proses waktu, hasil riset, hasil nilai evaluasi, dan hasil setiap kajian ternyata menunjukkan bahwa banyak pemimpin di dalam teori perkembangannya tidak hanya bersifat dilahirkan. Ternyata pemimpin bisa dihasilkan karena lingkungan dan karena studi. Tetapi di dalam Alkitab pemimpin bisa dihasilkan karena Tuhan yang memilih. Di sini kita sebagai orang tua apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi pemimpin? Setiap kita dipanggil untuk menjadi pemimpin. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Adam dan Hawa dari mulanya punya bakat pemimpin karena nilai ketetapan Tuhan. Tetapi mereka harus menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh menyatakan kemuliaan Tuhan, pemimpin yang berpusat kepada Kristus. Manusia diciptakan untuk mewakili Tuhan dan menjadi pemimpin yang bersifat horizontal tetapi menyatakan Tuhan yang besar. Namun dosalah yang menjadikan setiap kita tidak bisa menjadi pemimpin. Seluruh bakat dan seluruh kapasitas karakter kita tidak berkembang karena dosa. Di sinilah kita harus memikirkan bagaimana mengembalikan bakat, kapasitas, dan karakter kita untuk kemuliaan Tuhan. Kita bisa menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh hidup menurut apa yang Tuhan mau, bukan berdasarkan apa yang orang tua mau, bukan berdasarkan apa yang perusahaan mau, tetapi sungguh-sungguh berdasarkan apa yang Tuhan mau. Berapa banyak orang mau menjadi dokter tapi ternyata suksesnya menjadi pengusaha batu bara? Berapa banyak orang mau menjadi dokter tapi suksesnya justru di bidang marketing? Maka teorinya mengatakan bahwa bukan materi yang dimiliki-lah yang membuat orang itu berhasil, tetapi kompetensi yang dikembangkan itulah yang membuat berhasil. Pengetahuan dan keterampilan juga menentukan keberhasilan seseorang dalam menjadi pemimpin. Ini tidak bisa dilawan karena ini sudah diuji oleh pribadi-pribadi yang berhasil. Dalam banyak kasus, orang yang memiliki kompetensi itu lebih berhasil daripada yang hanya memiliki pengetahuan. Ada orang yang tidak lulus dari universitas justru berhasil membuat Facebook. Ini karena bukan soal pengetahuan tetapi orang itu mempunyai kompetensi. Dia juga punya fokus dan punya ketekunan. Dia tahu apa yang harus dia kerjakan dan dia tahu bagaimana memengaruhi orang.

Mengapa Tuhan mengizinkan ada pemimpin yang berkarakter negatif dan sukses pula? Sementara ada pemimpin berkarakter yang baik tetapi tidak sukses menurut kacamata dunia (biasa-biasa saja)? Di dalam hal ini kita melihat kedaulatan Tuhan. Manusia boleh berusaha tetapi Tuhan yang berdaulat-lah yang menentukan. Maka pada waktu engkau ingin mengembangkan karaktermu yang baik untuk menjadi pemimpin, janganlah berpikir sukses tetapi berpikirlah setia. Orang-orang di Alkitab yang paling dipuji Tuhan bukanlah pemimpin yang besar tetapi pemimpin yang setia, pemimpin yang punya nama yang baik, dan pemimpin yang mempunyai keteladanan. Inilah yang disambut Tuhan di surga. Menurut kitab Wahyu, di dunia ini ada pemimpin yang menjadi besar karena ada Setan yang menunggangi. Dan pemimpin yang besar belum tentu bisa masuk ke surga. Kita adalah pemimpin yang kecil menurut dunia tetapi kita masuk surga. Musa karena iman dia menolak untuk disebut sebagai putra dari putri Firaun. Karena iman dia merasa lebih baik menderita bersama anak-anak Tuhan daripada menikmati seluruh kelimpahan harta dan seluruh kelimpahan kemanjaan dari istana Firaun. Musa merasa lebih baik dihina karena Kristus. Ia melihat Kristus sebagai kekayaan yang besar. Ia tidak mau mendapatkan upah dunia yang besar tetapi kemudian ia dibuang oleh Tuhan. Inilah yang menunjukkan kepada kita bahwa iman harus ada di depan dan kedaulatan Allah harus kita terima di dalam proses Tuhan.

Siapa yang disebut sebagai pemimpin yang berhasil di mata Tuhan? Pemimpin yang mewakili Tuhan, menyatakan kesetiaan, menegakkan kebenaran, memiliki keberanian, menyatakan misi Tuhan, dan kerajaan Allah dinyatakan melalui usahanya, melalui bisnisnya, melalui pekerjaannya, atau melalui profesinya.

 

Pembahasan

Dari mana sumber bakat, kapasitas, dan karakter seorang pemimpin dihasilkan? Di dalam bagian inilah dunia sudah membuktikan bahwa orang pintar yang menikah dengan orang pintar akhirnya menghasilkan anak yang pintar. Orang pintar yang menikah dengan orang yang tidak pintar belum tentu menghasilkan keturunan yang pintar. Jika berbicara tentang aspek intelegensi di dalam konteks kekinian, maka yang membuat orang menjadi berhasil itu faktornya sangat banyak. Jadi belum tentu seorang profesor yang menikah dengan seorang profesor bisa memiliki anak yang menjadi entrepreneur. Dan belum tentu seorang dokter yang menikah dengan seorang dokter bisa mendapatkan anak yang menjadi dokter. Ini karena ada nilai kedaulatan Tuhan, tetapi minimal ada potensi. Penelitian pada tahun 1985–1987 menyatakan bahwa pemimpin itu dihasilkan karena dilahirkan (genetik). Tetapi perkembangan baru pada tahun 1990 membuktikan bahwa pemimpin itu bukan dilahirkan saja. Pemimpin tidak hanya dihasilkan dari perpaduan antara mama dan papanya yang pintar atau perpaduan dari dua orang pengusaha yang pintar, tetapi bisa juga dari lingkungan (ekologis). Seorang anak bisa menjadi pemimpin karena mendapatkan pengaruh dari papa dan mamanya, pengaruh dari lingkungan tempat dia dibesarkan, dan pengaruh dari rekan-rekan yang di sekitarnya. Pada akhirnya seorang anak bisa mendapatkan satu nilai ketajaman berpikir tentang bisnis karena lingkungan. Lingkungan bisa mengajarkan seseorang agar tidak mudah ditipu. Lingkungan bisa mencerdaskan di dalam aspek tertentu. Maka di dalam bagian ini lingkungan itu mahal. Tempat dimana engkau memilih untuk membesarkan anak itu bisa mahal nilainya. Maka di dalam bagian ini seluruh pilihan ini akan mempunyai kajian-kajian untuk di masa depan. Maka investasi pendidikan jangan dinilai mahal. Ini karena pendidikan itu berkaitan dengan masa depan dan pendidikan itu tidak boleh dikatakan mahal karena itu merupakan investasi masa depan. Di sini kita melihat bahwa gereja harus berusaha untuk menciptakan satu lingkungan yang komprehensif untuk membuat seseorang bisa belajar dan menjadi orang yang bukan saja tahu tetapi juga bisa menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh bisa dipakai oleh Tuhan.

Pendidikan (edukasi) pada bagian-bagian tertentu ternyata bisa melengkapi seseorang dalam menjadi pemimpin. pendidikan itu bisa diberikan secara langsung dan tidak langsung. Gereja adalah sarana yang tepat untuk memberikan edukasi bagi anak-anak sejak usia Sekolah Minggu sampai dia menjadi dewasa. Orang-orang muda di dalam gereja bisa dilatih untuk menjadi pemimpin, untuk berorganisasi, untuk menyelesaikan masalah, dan untuk mencapai apa yang mereka kerjakan. dan jikalau ada kegagalan maka mereka bisa dievaluasi oleh gereja. jadi gereja adalah sarana nonformal tetapi bisa menghasilkan yang formal. Maka di dalam bagian ini anak kita perlu diedukasi setiap hari berdasarkan Ulangan 6. Anak kita perlu mendapatkan satu pendidikan keimanan, pendidikan nilai karakter, serta pengetahuan sosial dan talenta dengan komprehensif. Pertama-tama anak harus mendapatkan ini dari orang tua, kedua dari lingkungan gereja, dan berikutnya lingkungan sekolah. Orang tua adalah alat di mata Tuhan, guru adalah alat di mata Tuhan, dan lingkungan adalah alat secara makro di mata Tuhan untuk menciptakan anak-anak Tuhan yang bisa memimpin dan melayani.

Ada aspek panggilan Tuhan di dalam nilai kepemimpinan Kristen yang dimana orang tersebut mendapatkan special gift. Jadi jikalau seseorang sudah dipersiapkan oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin maka dia tidak mungkin lari. Yunus mau lari tetapi tidak bisa. Musa ingin terus menikmati jabatan gembala di bawah Yitro tetapi tidak bisa. Yefta mau berlama-lama menjadi preman tetapi tidak bisa. Pada waktu kita membaca Alkitab maka ada satu fenomena seseorang yang menjadi pemimpin yaitu Yefta. Yefta adalah anak seorang perempuan sundal. Pada waktu dia sudah besar, dia diusir oleh keluarganya karena ia dianggap sebagai anak haram. Ia dianggap tidak boleh menerima harta warisan keluarga. Pada waktu dia pergi keluar, dia bergabung dengan perampok-perampok, dia bergabung dengan preman-preman dan dia menjadi pemimpin mereka. Singkat cerita, bani Amon pada saat itu mau berperang melawan orang Israel dan para tua-tua Gilead pergi untuk menjemput Yefta yang adalah pemimpin preman pada saat itu untuk menjadikannya pemimpin perang bagi bangsa Israel. Ternyata Tuhan memilih untuk memakai Yefta yang adalah anak buangan dan ketua preman sebagai hakim dan pemimpin bangsa Israel. Di dalam bagian inilah kita tidak boleh iri hati. Orang yang iri hati biasanya adalah orang yang tidak memakai iman untuk melihat studi bandingnya. Di dalam bagian inilah kita harus belajar.

Ada satu pertanyaan yang penting bagi kita semua. Manakah yang paling penting: kepemimpinan rohani atau kepemimpinan duniawi? Dapatkah seseorang dibentuk untuk bisa memimpin secara duniawi tetapi juga memimpin secara rohani? Bisakah seseorang memimpin secara rohani dan menghasilkan standar dunia yang baik dalam nilai kerja? Bisa. Maka kita melihat Nehemia. Dia adalah pemimpin yang bisa mengatur organisasi dunia, tetapi dia juga bisa memimpin dengan gaya rohani. Maka apapun yang dikerjakan Nehemia pada waktu dia menjadi bupati sampai pada akhirnya dia bisa membangun rumah Tuhan, semuanya tercatat tidak ada cacat cela, sogok menyogok, dan yang lain-lain. Ini membuktikan kepada kita bahwa model kepemimpinan spiritualitas dan model kepemimpinan organisasi dunia bisa berpadu. Ini pun dibuktikan dari tokoh Yusuf, Daud, Daniel, dan teman-temannya. Ada orang yang tidak mungkin bisa berhasil jika terus memakai kacamata rohani. Kita sebagai anak Tuhan harus terlebih dahulu menjadi pemimpin secara rohani dimana kita tergerak untuk menginjili orang lain, dimana kita tergerak untuk mengajarkan orang menjadi murid Tuhan, dan dimana kita tergerak untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dan di situlah kita tahu bahwa Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi pemimpin yang besar seperti Musa. Di dalam bagian inilah mari kita mengajarkan diri kita sendiri. Janganlah menuntut diri untuk menjadi pemimpin besar secara organisasi dunia terlebih dahulu tetapi tuntutlah diri agar minimal kita semua bisa menjadi pemimpin rohani (2 Tim 2:2 dan Mat 28:19-20).

Ketika kita belajar tentang rendah hati dari karakter Musa, maka ada hal yang kita dapat lihat di dalam Keluaran 4:24–26. Dalam bagian itu diceritakan bahwa Zipora memanggil Gersom, anaknya, lalu menyiapkan batu yang tajam, seperti pisau yang sudah dibakar sampai menjadi bara api, dan kemudian menyunat Gersom yang sudah dewasa itu. Zipora tahu bahwa suaminya, Musa, telah diangkat oleh Tuhan menjadi pemimpin tetapi dia lupa bahwa ada hutang atau ada hal yang belum dia kerjakan. Musa lupa untuk mempersembahkan anaknya laki-laki yang sulung sebagai milik Tuhan melalui sunat. Zipora tahu bahwa Allah akan membunuh Musa karena Musa lupa menyunatkan anaknya. Di dalam proses itulah istri mengambil inisiatif dan berpikir solusi. Jadi ia menyunat dulu baru setelah itu baru ia menyentuhkan kulit khatan anaknya pada kaki Musa dan mengatakan bahwa Musa adalah pengantin darah baginya. Di dalam bagian inilah kita melihat bahwa istri yang baik adalah istri yang membuat solusi bagi suami yang menjadi pemimpin. Istri yang baik adalah istri yang mendukung suami dalam menjadi pemimpin yang baik. Hukum Israel menyatakan bahwa yang seharusnya menyunatkan anak adalah laki-laki. Apakah Musa marah? Tidak. Ini menunjukkan kepada kita bahwa Musa bersikap rendah hati ketika diberitahu oleh Zipora. Musa menerima kesalahan ketika istrinya menyunatkan anaknya (Kel 4:24-26). Zipora adalah seorang penolong bagi Musa untuk berpikir solusi.

Hal kedua yang kita lihat dari Musa adalah hatinya terbuka untuk menerima masukan dari orang lain (Yitro) tentang model kepemimpinannya: pendelegasian (Kel 18:13-24). Yitro menasihati agar Musa tidak menyelesaikan semua masalah orang Israel sendiri. Musa diberitahu agar tidak berpikir bahwa hanya dia sendiri yang mempunyai kapasitas, kebijaksanaan, hikmat, dan kemampuan. Yitro kemudian menyarankan agar Musa memilih orang-orang yang mengepalai seribu, seratus, dan lima puluh orang lainnya. Musa harus mencari orang-orang yang karakternya takut akan Tuhan, membenci korupsi, dan membenci kejahatan. Jadi ketika Yitro memberitahu bahwa Tuhan pasti akan menyertai kepemimpinan Musa, ia juga memberitahu tentang kapasitas orang yang harus dipilih yaitu orang yang karakternya rohani, orang yang cakap, orang yang dipercaya, orang yang takut akan Tuhan, orang yang membenci korupsi, dan membenci kejahatan. Musa kemudian mengikuti perkataan Yitro dan memilih orang-orang seperti itu. Jadi Musa tidak perlu lagi dari pagi sampai petang menjadi hakim bagi seluruh orang Israel. Yitro adalah mertua yang baik dan mertua yang baik adalah mertua yang memberikan solusi. Musa adalah seorang yang rendah hati. Ia bukan hanya membuka telinga tetapi juga mau menerima masukan dari orang lain, mau mengkaji, dan pada waktu yang dia lihat baik, dia jalankan.

Musa juga rendah hati dalam hal berani menulis kesalahannya (emosi yang tidak kudus) yang mengakibatkan Musa tidak bisa masuk ke Kanaan (Bil 20:2-12; Ul 1:37). Musa bersalah karena menggunakan emosi yang tidak kudus. Ketika dia memakai tongkat untuk memukul gunung batu itu, dia tidak mengikuti aba-aba dari Tuhan. Dia menyatakan kemarahan terlebih dahulu dan lupa memberi edukasi dulu kepada bangsa Israel. Akhirnya dengan marah dia memakai tongkatnya sehingga dari batu itu keluar air. Dan Tuhan marah karena kuasa Tuhan digunakan tidak dengan kudus, kuasa Tuhan tidak digunakan di dalam nilai kemuliaan Tuhan. Di dalam bagian inilah Musa menulis bahwa dirinya memimpin Israel menuju ke tanah Kanaan namun tidak bisa masuk ke tanah Kanaan karena telah melakukan kesalahan yang sifatnya tidak menyatakan edukasi dan tidak menyatakan kemuliaan Tuhan tetapi hanya menyatakan bahwa Musa-lah pemimpin yang berkuasa. Tuhan marah kepada Musa sehingga Musa pun tidak diizinkan Tuhan untuk masuk ke Kanaan. Musa hanya diizinkan naik ke atas gunung dan hanya bisa melihat tanah Kanaan. Ini karena kesalahan yang terlihat kecil yaitu emosi Musa yang tidak kudus. Melalui tiga bagian yang kita sama-sama pelajari ini, kita bisa melihat bahwa Musa layak disebut sebagai pemimpin yang rendah hati.

 

Kesimpulan

Kunci rahasia kerendahan hati Musa dimulai karena iman yang memperbarui cara pandangnya. Iman jika menjadi nilai hidupmu dan jika engkau hidupi maka akan merubah konsep pandangmu, seperti Musa yang menolak disebut putra dari putri Firaun. Ia merasa lebih baik dihina karena Musa melihat di dalam Kristus itu ada kekayaan yang sesungguhnya. Inilah yang mengubah konsep pandang Musa. Firman Tuhan memperbarui cara pandang dan kehidupan kita.

Kerendahan hati Musa dicapai karena kerelaan hatinya untuk dibentuk oleh Tuhan (Bil 12:3). 40 tahun Musa tinggal di istana, 40 tahun menjadi gembala kambing dan domba, dan 40 tahun dia diperas di hadapan matahari, alam, dan dari setiap binatang yang ada. Dia belajar untuk menjadi pemimpin yang tekun dalam mengembangkan kambing dan domba. Dia juga harus belajar untuk mengembangkan seluruh nilai pengetahuannya tentang Tuhan. Ini adalah sekolah alam. Relakah hatimu dibentuk? Jangan berpikir mau sukses dulu, jangan berpikir mau berhasil dulu karena Tuhan mau kita menjadi pemimpin yang jujur, pemimpin yang setia, pemimpin yang mau menyenangkan hatinya Tuhan.

Kerendahan hati Musa dicapai karena kualitas pengenalan akan Allah yang terus bertumbuh. Jadi jikalau kita mengikuti perjalanan Musa yang memimpin bangsa Israel maka kita akan menemukan bahwa Musa semakin lama semakin menyatakan kemuliaan Tuhan. Ia semakin memiliki emosi yang suci, semakin memiliki kesabaran dan ketekunan untuk mempersiapkan satu generasi yang lebih berhasil, yaitu Yosua dan Kaleb. Mereka dipersiapkan untuk memimpin masa depan.

(Ringkasan khotbah ini belum dikoreksi oleh pengkhotbah – TS )