“Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu berdosa” (Yohanes 9:24).
Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya itu di hari Sabat. Hal ini membuat orang-orang Farisi semakin membenci Yesus. Bagi orang Farisi, ada banyak aktivitas yang tidak boleh dilakukan selama hari Sabat termasuk menyembuhkan orang. Hal ini tidak sesuai dengan maksud Tuhan, namun orang Farisi lebih memilih tradisi daripada firman Tuhan. Hal ini menyebabkan orang Farisi berkesimpulan bahwa Yesus pasti adalah orang berdosa.
Di sini orang Farisi membuat kalimat yang kontradiktif. Di satu sisi mereka ingin mendengar kebenaran namun di satu sisi mereka tetap memegang bahwa Yesus adalah orang berdosa. Orang berdosa bisa memiliki keinginan untuk mendapatkan kebenaran, namun hanya kebenaran yang sesuai dengan hati mereka. Ketika suatu kebenaran tidak sesuai dengan hati mereka maka mereka tidak akan mau menerima itu sebagai kebenaran. Orang Farisi tidak bisa menerima fakta bahwa Yesus adalah orang benar.
Jika penulis boleh menulis ulang kalimat orang Farisi itu sesuai dengan hatinya, maka kalimat tersebut akan berbunyi: “katakanlah kebenaran yang kami ingin dengar yaitu bahwa orang itu adalah orang berdosa.” Berkali-kali orang buta yang disembuhkan itu menjelaskan kronologi kejadian penyembuhannya namun orang Farisi tetap tidak bisa menerima kesaksiannya. Orang Farisi telah mengeraskan hati terhadap kebenaran Yesus. Mereka mau selalu dianggap benar, bahkan lebih benar daripada Allah.
Orang Kristen harus berbeda dari orang Farisi. Kita harus menerima kebenaran dari Tuhan meskipun itu berarti menentang apa yang selama ini kita anggap benar dan meskipun kebenaran itu harus merobek hati kita yang terdalam. Ketika kebenaran itu menantang kita, kita harus memilih untuk menerima kebenaran tersebut sepenuhnya walaupun itu harus mendatangkan air mata. Jika kita melakukan ini, maka pada akhirnya kita akan mengalami kebebasan yang diberikan oleh kebenaran Tuhan, sesuai dengan janji-Nya.