Pelayan yang Melarikan Diri

Renungan ini merupakan refleksi dari kotbah Pdt. DR. Stephen Tong mengenai “Pelayan yang Melarikan Diri.” Yang mana kotbah ini diterbitkan menjadi buku kecil oleh penerbit Momentum. Pelayan yang digambarkan melarikan diri adalah Yunus. Dalam kitab Yunus jelas kita dapat melihat orang seperti apa Yunus ini. Yunus adalah seorang pelayan yang tidak sopan, tidak hormat dan tidak takut pada Tuhan. Sulit jadi teladan kita. Bagaimana kita dapat mengetahui semua kegagalan Yunus? Karena Yunus sendiri yang memberitahukan semua kegagalannya secara mendetail! Di sinilah justru letak keagungan sifat Yunus. Keagungan seseorang tidak terletak pada kebesarannya, kehebatannya, maupun kesuksesannya (yang sering dikejar oleh hamba-hamba Tuhan maupun orang Kristen). Namun, keagungan jiwa justru terlihat pada saat seseorang menceritakan dengan rela kegagalanya, kekurangannya, dan ketidakbaikannya.

Kitab suci begitu terbuka memaparkan kelemahan dan kekurangan hamba-hamba Tuhan yang teragung. Nuh pemabuk, Abraham pernah berbohong (Kej. 12:10-20; 20:1-18), Yakub memiliki 4 isteri dan juga penipu, Daud berzinah dan  pembunuh, Petrus cepat emosi, Paulus pembunuh, Gideon selalu lemah iman, Martha kuatir, Sarah tidak sabar, Elia depresi, Musa tidak pandai bicara, Zakeus pendek, dan seterusnya. Kenapa alkitab mengangkat hal-hal demikian? Karena alkitab menyatakan bahwa bagaimana Tuhan yang suci dapat mengubah orang najis menjadi orang suci, Tuhan mengampuni kesalahan-kesalahan manusia serta memberikan kekuatan kesucian kepada mereka yang taat pada Dia. Alkitab berbeda dengan buku biografi yang selalu mengangkat kelebihan dan hal-hal baik saja.

Selain itu setiap kita pasti memiliki pergumulan. Demikian juga seorang pelayan Tuhan ini, Yunus memiliki pergumulan yang unik. Pergumulan Yunus:

  1. Lepas dari Ikatan konsep rasisme. Orang Yahudi bersyukur kepada TUhan 3 hal: laki-laki bukan perempuan, tuan bukan budak, yahudi bukan kafir. Di dalam gereja tidak ada persoalan pribumi/nonpribumi. Tidak ada persoalan ras, kelas, laki-laki/perempuan, tuan/budak. Semua menjadi satu dalam Kristus. Kalau semangat ini belum kita ketahui berarti kita belum menjadi Kristen yang baik. Demikian penginjilan bukan hanya untuk orang tertentu saja, tapi semua orang/suku/bahasa/kelas dll.
  2. Lepas dari konsep Ilahi yang tidak benar. Melayani Tuhan harus memiliki konsep ketuhanan yang benar. Yunus mengira mempunyai pengenalan Allah yang sangat tepat tetapi ketepatannya itu ternyata meleset. Yunus tahu Allah mengasihi tapi pandangannya begitu sempit yaitu mengasihi yang tertentu saja.
  3. Lepas dari sikap pembenaran diri. Yunus menganggap diri benar dan berhak untuk marah kepada Allah. Ia membenarkan diri sampai pada tahap ini. Ia menganggap dirinya mutlak benar. Namun Tuhan mendidik Yunus dengan sabar. Ketika Yunus tertidur, tumbuh pohon jarak untuk menaungi Yunus. Bila dalam pelayanan kita menjumpai sedikit kesulitan, kita langsung marah. Tetapi ketika ada anugerah, hal itu kita anggap wajar dan biasa saja. Sewaktu Sewaktu motivasi pelayanan kita lepas dari perhitungan untung-rugi, baru kita dapat dipakai Tuhan.
  4. Lepas dari cara menilai hidup. Yunus mencintai pohon jarak yang melindungi kepalanya. Walaupun pohon tersebut tumbuh dengan sendirinya. Tuhan mengajarkan Yunus cara melihat dan menilai sesuatu. Bahwa demikian juga Tuhan yang terlebih lagi mencintai manusia (anak kecil niniwe) yang tidak bisa membedakan tangan kanan dan kiri. Konsep nilai yang seharusnya: yang besar itu besar, yang kecil itu kecil; yang penting itu penting, yang harus dikerjakan itu harus dikerjakan.

Ketika kita belajar dari tokoh-tokoh alkitab kembali kita diingatkan bahwa Tuhan yang besar memakai kita yang kecil dan terbatas untuk pekerjaan tanganNya. Dan akhirnya yang memperlengkapi juga adalah Tuhan. Hasilnya pun adalah untuk kemuliaan Tuhan saja.

Soli Deo Gloria !