Kutipan oleh R. C. Sproul yang diambil dari buku “Mendambakan Makna Diri” (Surabaya: Momentum, 2005) halaman 49-51.
Penghakiman dengan kasih ialah evaluasi terhadap orang-orang lain yang dilembutkan oleh kasih. Penghakiman dengan kasih tidak mempersalahkan sebelum ada alasan yang kuat dan tidak tergoda untuk melontarkan tuduhan-tuduhan keji yang tidak berperasaan. Penghakiman ini dilakukan dengan kasih yang bebas dari iri hati dan kebencian… Agar kasih yang percaya mampu bertahan di tengah konflik dan pertentangan yang melanda setiap hubungan antar manusia, kita perlu mengambil sikap praduga tidak bersalah, suatu kecapakan dalam mewujudkan penghakiman dengan kasih. Mengakui kebenaran berarti bahwa satu-satunya unsur penting bagi kasih yang langgeng adalah praktik penghakiman dengan kasih… Apabila kita membayangkan motif yang paling jelek di balik perbuatan orang yang menyakiti diri kita, berarti kita melakukan analisis kemungkinan terburuk. Kita bereaksi berlebihan, dengan berasumsi bahwa mereka memang berniat menyakiti kita separah itu. Namun kerap kali tidak demikian adanya… Kebalikannya adalah analisis kemungkinan terbaik. Di sini kita mengasumsikan motif terbaik yang mungkin ada di balik suatu perbuatan yang menyakitkan. Patut disayangkan bahwa kita biasanya menerapkan pemikiran kemungkinan terbaik ini hanya dalam pembelaan diri untuk kesalahan-kesalahan kita sendiri.