Identitas Kekudusan dari Allah

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 3-4.

“kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita” (ay. 2). Paulus tetap menyebut orang-orang Korintus sebagai orang-orang kudus walaupun banyak dari mereka tidak mencerminkan kehidupan yang kudus. Paulus tetap menyebut mereka “orang-orang kudus” karena mereka adalah orang-orang yang dikuduskan di dalam Kristus Yesus. Karakter atau milik yang paling indah dalam diri seorang Kristen pertama dan terutama bukanlah kualitas subjektifnya, melainkan kenyataan objektif dalam diri mereka bahwa Yesus Kristus sudah menebus mereka. Itulah yang menjadikan seseorang memiliki identitas sebagai orang kudus. Paulus mengetahui kelemahan jemaat Korintus, tetapi ia tidak meninggalkan mereka, karena ia melihat fakta objektif bahwa Yesus Kristus telah menguduskan mereka dan telah melahirbarukan mereka. Paulus melihat Yesus Kristus yang ada di dalam jemaat Korintus.

Paulus menekankan sisi objektif jemaat Korintus, yaitu mereka adalah orang-orang yang secara status telah dikuduskan, meskipun secara kondisi mereka masih dalam proses pengudusan yang terus berlanjut. Paulus perlu menekankan hal ini karena identitas adalah masalah yang sangat penting. Orang yang tidak mengenal identitas dirinya sendiri akan berkelakuan tidak sesuai dengan identitasnya dan akan menjalani hidup yang memalukan. Paulus mengungkapkan hal ini kepada jemaat Korintus sebagai dorongan bagi mereka, dan sekaligus sebagai teguran agar mereka hidup menurut status atau identitas mereka dalam Tuhan, yaitu sebagai orang-orang kudus.

 

 

Setia Melayani di Tempat yang Sulit

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 2-3.

“dan dari Sostenes, saudara kita.” Sostenes mungkin adalah salah seorang pemimpin sinagoge di Korintus, seorang percaya dari kebangsaan Yahudi. Sama seperti rasul-rasul yang lain, Paulus tidak berniat mendirikan Gereja Perjanjian Baru yang sama sekali terputus dari ibadah orang-orang Yahudi. Sekalipun pelayanan Paulus, seperti juga Tuhan Yesus, bersifat revolusioner atau mempunyai semangat yang mendobrak, ia tetap melayani di sinagoge – memperjuangkan doktrin yang benar di gereja lama dan tidak menganggap bahwa gereja yang lama sebagai tempat yang berdosa sehingga perlu mendirikan gereja yang baru.

Demikian juga halnya Martin Luther, ia sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk mendirikan gereja yang baru, apalagi Gereja Lutheran! Ia sendiri berpikir bahwa namanya tidak patut untuk digunakan, dan akhirnya menggunakan nama gereja evangelisch karena inti perjuangannya adalah berita Injil. Meskipun pada awalnya Luther sendiri tidak ingin mendirikan gerejanya sendiri, namun akhirnya Tuhan memimpinnya untuk mendirikan gereja baru. Pemisahan dari Gereja Katolik Roma terjadi karena gereja pada saat itu tidak bersedia untuk dikoreksi.

Apakah kita mempunyai semangat yang sama? Ataukah kita segera mencari komunitas yang baru begitu ada kesulitan? Tidak pernah adakah gereja di mana kita bisa menetap dan terlibat di dalamnya dengan segala kelebihan maupun kelemahannya? Kita perlu belajar dan meneladani hamba-hamba Tuhan ini, yang bersedia untuk menggumulkan kesulitan dari jemaat yang mereka layani.

Panggilan dan Kekuatan Pelayanan dari Allah

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 2.

“Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus…” (1 Kor. 1:1). Paulus memulai suratnya ini dengan menegaskan panggilan kerasulannya. Ini merupakan prinsip yang penting: panggilan pelayanan kita berasal dari Tuhan dan inilah yang sebenarnya memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam pelayanan. Tidak ada pelayanan yang tanpa kesulitan. Pelayanan yang disertai Tuhan pun pasti memiliki banyak kesulitan, baik dari setan, orang lain, bahkan dari diri sendiri. Demikian juga halnya dengan Paulus, dia mengalami kesulitan karena sebagian jemaat Korintus mempertanyakan kerasulannya; mereka tidak percaya bahwa dia adalah seorang rasul sejati. Namun, walaupun tidak dipercaya, Paulus tetap setia melayani jemaat  yang seperti itu. Dari mana Paulus memperoleh kekuatan ini? Kekuatan ini datang dari kejelasan dan keyakinan bahwa ia dipanggil oleh kehendak Allah, karena Allah yang telah menempatkan dia dalam posisi itu; bukan karena beban yang muncul dari dirinya sendiri atau karena ambisi pribadi. Jadi walaupun berat, Paulus tetap menyatakan diri sebagai pelayan Tuhan yang setia. Saat kita sadar bahwa pelayanan yang kita kerjakan adalah pelayanan yang berasal dari kehendak Tuhan, kita akan diberi kekuatan oleh Tuhan untuk melayani dengan setia.