Injil adalah Kekuatan Allah

Injil adalah kekuatan Allah. Ini merupakan paradoks karena kekuatan Injil justru dinyatakan dalam kelemahan: Yesus Kristus yang tersalib. Dalam persepsi orang Yahudi, kekuatan Tuhan yang sesungguhnya itu dinyatakan ketika Mesias datang dan membebaskan bangsa mereka dari penindasan bangsa Romawi. Persepsi semacam ini mirip dengan persepsi manusia zaman sekarang yang terus mengharapkan mujizat sebagai demonstrasi kekuatan Allah. Sebaliknya, Injil menyatakan kekuatan Allah dalam versi yang sama sekali berbeda. Justru dalam keadaan yang sangat lemah di atas kayu salib, Yesus Kristus menyatakan kekuatan Allah. Ketika dicaci-maki, Ia tidak membalas; ketika orang-orang mengutuki-Nya, Ia justru memberkati dan mengampuni mereka. Inilah kekuatan Allah yang tidak dapat dimengerti oleh dunia.

Kekuatan Allah melenyapkan kelemahan manusia. Sepanjang hidup Yesus Kristus, Ia melakukan pelayanan yang mengangkat kelemahan manusia. Inilah konteks yang benar dari pelayanan yang disertai dengan mujizat. Kekuatan Allah dinyatakan saat Yesus digerakkan oleh belas kasihan terhadap kelemahan manusia. Mujizat dalam konteks kekuatan Allah adalah kekuatan Allah dalam mengekspresikan kasih-Nya yang besar atas manusia yang lemah.

Kekuatan Allah sekaligus menelanjangi kekuatan manusia. Di atas kayu salib, Tuhan Yesus menyatakan kekuatan di dalam kelemahan-Nya. Di situ Ia sepertinya ditelanjangi, padahal sebenarnya yang ditelanjangi ialah kita, orang berdosa. Ini adalah suatu paradoks. Tuhan Yesus dipermalukan, tetapi sebenarnya yang dipermalukan adalah diri kita yang sangat bobrok. Ketika Ia mengatakan kalimat-kalimat pengampunan, kita melihat diri kita yang sering kali tidak sanggup mengampuni mereka yang bersalah kepada kita. Kita melihat diri kita yang tidak sanggup memberkati orang lain yang mencaci maki kita. Di atas kayu salib satu per satu kebobrokan dan kerapuhan kita dibongkar.

Injil Kemuliaan Kristus

Kutipan oleh John Piper dalam buku “Melihat dan Menikmati Yesus Kristus” (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 6.

Injil Kristen adalah “Injil kemuliaan Kristus” karena tujuan finalnya adalah kita dapat melihat dan menikmati dan menyatakan kemuliaan Kristus. Karena kemuliaan Kristus tidak lain adalah kemuliaan Allah. “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah yang tidak terlihat” (Kolose 1:15). ketika cahaya Injil menyinari hati kita, itu adalah ‘terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus’ (2 Korintus 4:6). Dan ketika kita ‘bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah’ (Roma 5:2), pengharapan itu adalah ‘pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus’ (Titus 2:13). Kemuliaan Kristus adalah kemuliaan Allah.

Haruskah Saya Dibaptis dengan Roh Kudus?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 61.

Empat kali penggunaan ungkapan ‘membaptis dengan Roh Kudus’ yang tercatat di dalam kitab-kitab Injil (Mat. 3:11; Mrk. 1:8; Luk. 3:16; dan Yoh. 1:33), adalah untuk mendeskripsikan kejadian historis yang akan terjadi, yaitu pencurahan Roh di hari Pentakosta. Jadi, misalnya, di dalam Markus 1:8, Yohanes Pembaptis dicatat mengatakan, ‘Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia [Kristus] akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.’ Dalam rujukan pertama yang muncul dalam Kitab Kisah Para Rasul 1:5, ungkapan tersebut, yang sekarang dalam bentuk pasif, juga merujuk kepada kejadian ini: ‘Tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.’ Jadi, kelima penggunaan ungkapan ‘baptisan dengan Roh Kudus’ bukan menunjukkan suatu pengalaman yang harus dialami orang percaya setelah konversinya, melainkan suatu kejadian historis yang terjadi di hari Pentakosta: pengaruniaan Roh Kudus bagi gereja di dalam kepenuhan-Nya – suatu peristiwa yang seperti juga peristiwa kebangkitan Kristus, merupakan peristiwa yang tidak terulang lagi.