We Worship and Adore You

Kami menyembah dan memuja-Mu

Lirik dan musik: Anonim

Menyembah Allah berarti secara terbuka menyatakan betapa berharganya Allah, kuasa-Nya yang dahsyat, dan belas kasihan-Nya yang murah hati. Ketika kita “menyembah dan memuja,” kita mengatakan kepada Allah bahwa Dia adalah yang pertama dalam kehidupan kita, Dia adalah yang tertinggi dalam penilaian kita dan komitmen kita, Dia adalah tujuan utama dari kasih dan pengabdian kita. Semua hal lain dalam kehidupan — orang, harta, dan tujuan — dianggap kurang penting dibanding kemuliaan dan pemujaan Allah. Ini adalah tanggapan yang pasti terhadap perintah, “kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap pikiranmu” (Matius 22:37), di mana Yesus menegaskan nasihat kuno dari Ulangan 6:5.

Selama berabad-abad ketika umat Allah menyadari pentingnya ibadah sejati, mereka memperlihatkan rasa hormat kepada Sang Pribadi Kekal dengan membungkuk secara fisik. Kepala tertunduk, lutut yang bertelut adalah tanda terlihat bahwa jiwa yang rendah hati dan penuh sesal mengalami kekhidmatan dan kekaguman di hadirat Allah. Selain itu, tanda yang dapat didengar dari pemujaan kita adalah nyanyian pujian sewaktu kita melafalkan sifat-sifat dan pekerjaan Allah serta berikrar untuk taat kepada tujuan-Nya.

Terdengar suara Haleuya lagi. Kata sukacita dan kemenangan akhir ini tidak dapat dinyanyikan terlalu sering ketika itu mencerminkan hati yang berkomitmen kepada Allah. Dipahami dengan benar, lagu sederhana yang singkat ini termasuk dalam ibadah bersama dan hendaknya membantu kita berfokus pada keajaiban keselamatan kita. Lagu ini dapat dinyanyikan setelah doa pujian pembuka, dimulai dengan tenang pada awalnya dan kemudian meningkat dalam semangat dan volume.

Tujuan Karunia Penyembuhan

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 46-7.

Apa yang diajarkan Alkitab mengenai penyembuhan? Penyembuhan fisik merupakan aspek yang esensial dari pelayanan Kristus. Perhatikan, misalnya, Matius 9:35, ‘Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.’ Selanjutnya, Kristus memberikan otoritas kepada murid-murid-Nya untuk menyembukan penyakit, baik kepada kedua belas rasul (Mat. 10:1) maupun ketujuh puluh murid (Luk. 10:1, 9). Tetapi, penyembuhan yang dilakukan Kristus ini merupakan tanda-tanda identitas mesianis-Nya (Mat. 11:4-6; Yoh. 10:25-26, 38; Kis. 2:22)… [P]enyembuhan yang bersifat mujizat yang dilakukan oleh para rasul Yesus berfungsi untuk meneguhkan Injil yang mereka sampaikan dan juga mengidentifikasikan mereka sebagai pembawa kabar yang sejati dari Injil itu (Kis. 14:3; Rm. 15:18-19; Ibr. 2:3-4). Sesungguhnya, di 2 Korintus 12:12, penyembuhan-penyembuhan yang bersifat mujizat ini disebut ‘tanda-tanda seorang rasul sejati (RSV: signs of a true apostle).’ Dengan demikian, fakta bahwa Yesus dan para rasul (yang meletakkan dasar bagi gereja) mampu melakukan penyembuhan supernatural tidak berarti harus berimplikasi bahwa kita yang menjadi pengikut Yesus masih mampu melakukan pelayanan penyembuhan itu pada saat ini.

Arti Dukacita dalam Ucapan Bahagia

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 29.

Dukacita, seperti miskin di hadapan Allah (miskin dalam roh), mempunyai makna ganda. Kata ini berarti duka kesedihan karena kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat dicintainya: orang yang tertindas dan orang yang berkabung berdukacita karena mereka mengalami kehilangan yang nyata dan menjadi sedih. Tetapi kata itu juga dapat berarti pertobatan: orang berdosa berdukacita karena dosa-dosanya dan dosa komunitasnya, dan mereka sungguh ingin mengakhiri dosa mereka dan melayani Tuhan. Nabi Amos mengumumkan penghukuman Allah atas orang-orang yang tidak berkabung. Mereka memeras orang lemah dan menginjak orang miskin dan berkata kepada tuan-tuan mereka, ‘bawalah [anggur] kemari, supaya kita minum-minum!’ Mereka berbuat dosa dan kemudian membawa korban-korban persembahan ke dalam Bait Suci. Mereka pikir korban-korban persembahan mereka akan menutup dosa-dosa mereka, selagi mereka terus berlaku tidak adil. Allah mengucapkan celaka atas mereka yang tidak berkabung: “Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion… yang berbaring di tempat tidur dari gading… yang bernyanyi-nyanyi mendengar bunyi gambus… tetapi tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf!… Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuata mereka! Tidakkah akan gemetar bumi akan hal itu, sehingga setiap penduduknya berkabung?… Aku akan mengubah perayaan-perayaanmu menjadi perkabungan” (Am. 4:1-5; 5:6, 14; 6:1-7; 8:7-10; 9:5). Ketika Yesus menyerukan untuk berdukacita, yang dimaksudkan-Nya adalah berdukacita dalam pertobatan yang tulus sehingga kita mengubah cara hidup kita.

Fokus Seorang yang Miskin dalam Roh

Kutipan oleh Glen Stasse dan David Gushee yang diambil dari buku “Etika Kerajaan” (Surabaya: Momentum, 2008) halaman 27.

Yesus mengajarkan bahwa mereka yang miskin (atau rendah hati) secara rohani, mereka yang berdoa dengan rendah hati tanpa mengklaim diri lebih baik daripada orang lain, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam pemerintahan Allah. Fokus dari orang yang miskin dalam roh atau miskin di hadapan Allah bukan terletak pada kerendahan hatinya atau kebajikannya sendiri, tetapi pada anugerah dan belas kasihan Allah. Allah berkata “Aku bersemayam… bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk,” dan, “Kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku” (Yes. 57:15; 66:2).