Apakah Tuhan Pasti Menyembuhkan Orang Beriman?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 51-2.

[K]ita tidak dapat mengharapkan kesembuhan fisik pasti terjadi setiap kali kita berdoa bagi orang sakit. Hal ini bahkan benar di zaman Perjanjian Baru sendiri. Rasul Paulus mampu menjalankan pelayanan penyembuhan, tetapi bahkan dia pun tidak dapat atau tidak menyembuhkan setiap penyakit yang dijumpainya. kepada Timotius dia menulis, ‘Trofimus kutinggalkan dalam keadaan sakit di Miletus’ (2 Tim. 4:20). Kepada jemaat di Filipi, Paulus menuliskan mengenai sakit yang hampir merenggut jiwa yang tidak dapat dicegahnya, yaitu sakit yang diderita Epafroditus, yang ‘sakit dan nyaris mati’ (Flp. 2:27). Dan Paulus sendiri hiudp dengan ‘duri dalam daging’ yang menyiksanya (sangat mungkin merupakan sakit fisik); berulang kali dia memohon kepada Tuhan agar duri ini disingkirkan darinya, tetapi tidak dikabulkan (2 Kor. 12:7-10). Oleh karena itu, ketika kita berdoa bagi kesembuhan dari sakit fisik, kita harus ingat bahwa adalah mungkin Allah tidak mengabulkan permintaan itu. Terkadang, seperti kasus duri dalam daging Paulus, Allah berkehendak menggunakan suatu penyakit atau cacat untuk memperkaya kehidupan rohani orang itu (lih. Rm. 5:3; Ibr. 12:4-11). Orang yang memikirkan Joni Eareckson Tada yang, walaupun lumpuh, telah dipakai secara luar biasa oleh Allah dalam pelayanan kasih bagi ribuan orang cacat.

Tujuan Karunia Penyembuhan

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 46-7.

Apa yang diajarkan Alkitab mengenai penyembuhan? Penyembuhan fisik merupakan aspek yang esensial dari pelayanan Kristus. Perhatikan, misalnya, Matius 9:35, ‘Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.’ Selanjutnya, Kristus memberikan otoritas kepada murid-murid-Nya untuk menyembukan penyakit, baik kepada kedua belas rasul (Mat. 10:1) maupun ketujuh puluh murid (Luk. 10:1, 9). Tetapi, penyembuhan yang dilakukan Kristus ini merupakan tanda-tanda identitas mesianis-Nya (Mat. 11:4-6; Yoh. 10:25-26, 38; Kis. 2:22)… [P]enyembuhan yang bersifat mujizat yang dilakukan oleh para rasul Yesus berfungsi untuk meneguhkan Injil yang mereka sampaikan dan juga mengidentifikasikan mereka sebagai pembawa kabar yang sejati dari Injil itu (Kis. 14:3; Rm. 15:18-19; Ibr. 2:3-4). Sesungguhnya, di 2 Korintus 12:12, penyembuhan-penyembuhan yang bersifat mujizat ini disebut ‘tanda-tanda seorang rasul sejati (RSV: signs of a true apostle).’ Dengan demikian, fakta bahwa Yesus dan para rasul (yang meletakkan dasar bagi gereja) mampu melakukan penyembuhan supernatural tidak berarti harus berimplikasi bahwa kita yang menjadi pengikut Yesus masih mampu melakukan pelayanan penyembuhan itu pada saat ini.

Tujuan Karunia-Karunia Roh

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 41.

Apakah fungsi dari karunia-karunia Roh ini? Karunia-karunia ini memampukan orang-orang percaya untuk melakukan berbagai bentuk pelayanan di dalam jemaat, atau terlibat di dalam bentuk pelayanan tertentu dalam Kerajaan Allah. Tujuan karunia-karunia ini adalah untuk membangun orang-orang percaya, membangun jemaat, dan untuk melayani keseluruhan komunitas Kristen. Karunia-karunia ini juga memiliki tujuan misioner: membawa mereka yang tidak percaya ke dalam pengetahuan akan Kristus yang menyelamatkan, untuk menguatkan orang-orang Kristen baru di dalam iman mereka, dan untuk melengkapi mereka di dalam kesaksian selanjutnya.

Bersuka dalam Firman Allah

Kutipan oleh D. A. Carson yang diambil dari buku “Kasih di Tempat-Tempat yang Sulit” halaman 25.

Mazmur 1… menggambarkan orang yang “diberkati” sebagai seorang yang “kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mzm. 1:2). Dengan perkataan lain, dia bukan hanya sekadar berkomitmen kepada firman Allah secara teoretis, tetapi dia secara positif bersuka di dalamnya – begitu bersuka sehingga dia memikirkannya, mengingatnya dalam pikirannya, merenungkannya siang dan malam. Ringkasnya, ia mengasihi Allah dengan segenap hati dan jiwa dan akal budi dan kekuatan. Mazmur terpanjang dalam Kitab Suci diberikan untuk menguraikan tema yang membentuk dunia dan mentransformasi manusia ini (Mzm. 119). Maka, tidak terlalu mengejutkan lagi bahwa ketika Yosua berkuasa, dia diperintahkan, “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya” (Yos. 1:8).

Mengasihi Allah, Menaati-Nya, dan Memperkenalkan-Nya

Kutipan oleh D. A. Carson yang diambil dari buku “Kasih di Tempat-Tempat yang Sulit” halaman 22-23.

Apa yang dimaksud [Ul. 6:1-9] adalah bahwa mengasihi Allah tidak dapat dipisahkan dari takut akan Allah dan menaati-Nya. Di satu sisi, menaati Allah ini berarti menaati perintah-perintah-Nya, dan perintah khusus yang ditekankan di sini adalah perintah untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Di sisi lain, jika seseorang sungguh-sungguh mengasihi Allah, kasihnya itu akan menjadi kekuatan pendorong untuk menaati-Nya sepenuhnya – dan dalam konteks ini, menaati-Nya sepenuhnya akan membawa serta kewajiban dan privilese untuk merenungkan firman-Nya dan sungguh-sungguh berkomitmen untuk meneruskannya kepada generasi berikutnya. Karena bagaimana bisa seseorang sungguh-sungguh mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan, tetapi tidak ingin memperkenalkan-Nya, khususnya kepada anak-anaknya sendiri? Karena itu, pengabaian dalam hal ini bukan hanya merupakan ketidaktaatan, tetapi juga kurangnya kasih kepada Allah.