Apakah Setan juga Beriman kepada Allah?

Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. (Yakobus 2:19)

 

Ayat ini menyatakan bahwa setan-setan percaya akan keesaan Allah. Kata ‘percaya’ pada ayat ini dalam bahasa Yunani adalah pisteuo. Kata ini mirip kata pistis yang berarti iman. Pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita adalah “apakah setan juga percaya kepada Allah seperti kita?” dan “jika benar demikian, apakah mereka juga diselamatkan seperti kita yang percaya?”

 

Konteks ayat ini harus dipahami terlebih dahulu sebelum pembaca dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Yakobus. Ayat ini terletak dalam perikop yang berjudul (LAI) “Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.” Dalam perikop ini Yakobus menjelaskan bahwa iman yang sejati pasti menghasilkan buah perbuatan atau iman yang tidak menghasilkan perbuatan adalah iman yang palsu atau mati. Kata iman atau pistis yang dipakai dalam perikop ini merujuk kepada iman yang palsu atau mati. Ketika dikatakan bahwa setan juga percaya (pisteuo), itu berarti setan tahu fakta-fakta tentang Allah tetapi tidak mau bergaul dengan Allah dalam semua segi kehidupan. Setan tahu bahwa Yesus adalah ‘Yang Kudus dari Allah’ namun setan tidak mau menjadi kudus seperti Tuhan. Inilah ciri iman yang palsu atau iman yang sebatas pengetahuan.

Ada banyak orang Kristen yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam dalam bidang teologi. Dari antara mereka, tidak sedikit pula yang rajin dan pandai berdebat dalam urusan teologi. Namun sayang sekali, tidak sedikit pula dari mereka yang hanya mengenal Allah sebatas pengetahuan tanpa benar-benar bergaul dengan Allah dan tidak mencerminkan apa yang mereka tahu dalam praktik sehari-hari. Mereka bisa menjelaskan topik teologi salib dengan panjang dan lebar namun hidup tanpa mengamalkan kasih dan memikul salib.

Tuhan Yesus menyatakan bahwa hanya mereka yang mendengar dan melaksanakan firman-Nya memiliki fondasi iman yang teguh. Mereka yang hanya mendengar tetapi tidak melaksanakannya serupa dengan rumah yang mudah hancur ketika musibah datang. Kita bergaul dengan Allah bukan melalui pikiran saja tetapi seluruh hidup kita. Sudahkah kita memiliki iman yang melebihi iman setan dan sungguh-sungguh bergaul dengan Allah?