Masalah Terbesar Manusia

Ketika Yesus melihat iman  mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” (Matius 9:2b)

 

Ayu bertanya kepada Tika “Tika, menurutmu kenapa sih dunia hancur seperti sekarang?” Tika menjawab “kurasa gara-gara orang-orang jahat. Seandainya semua berlaku baik, kurasa dunia akan jadi lebih baik.” Ayu menimpali “benar juga kamu, tetapi kenapa ada orang-orang jahat ya?” Tika menjawab “mungkin karena kemiskinan dan kurangnya tingkat pendidikan. Kalau manusia dididik dengan baik dan diberikan kecukupan hidup, kurasa manusia akan menjadi baik.” Ayu mengerutkan dahinya “tapi Tika, banyak loh penjahat yang berasal dari keluarga kaya dan terdidik.” Mendengar itu, Tika berdiam sejenak “hmm.. iya juga ya. Aku jadi bingung.”

 

Jika kita melihat berita-berita buruk di televisi maka kita bisa bertanya “mengapa ini semua terjadi? Siapakah yang seharusnya disalahkan? Kriminal itu sendiri? Pemerintah yang gagal mendidik masyarakatnya? Para ekonom yang gagal menyejahterakan rakyat? Apa solusi bagi dunia yang rusak ini?” Para filsuf di sepanjang sejarah mencoba menjawab pertanyaan yang besar ini. Selain menjawab pertanyaan itu, mereka juga mengusulkan solusi yang dipercaya dapat membuat dunia ini lebih baik. Namun ternyata sejarah membuktikan bahwa tidak ada satupun dari mereka yang dapat memberikan jawaban yang tepat dan mengusulkan solusi yang benar. Ini karena tidak ada satupun dari para filsuf ini yang merujuk kepada Alkitab. Pdt. Stephen Tong menulis “Filsafat yang gagal mengerti Alkitab dan gagal mengerti teologi yang benar, akan gagal di segala bidang.”[1]

Hanya Alkitab yang dapat menjawab pertanyaan ini. Alkitab menyatakan sebuah hal yang tidak pernah dipikirkan oleh filsuf manapun yaitu DOSA. Dosa dapat didefinisikan sebagai pemberontakan atau perlawanan terhadap Allah. Allah menyatakan bahwa jika Adam dan Hawa memakan buah dari pohon pengetahuan itu maka mereka pasti mati. Mereka mati karena melawan perintah Allah. Paulus menulis “upah dosa ialah maut” (Roma 6:23a). Mati yang dimaksudkan Alkitab pertama-tama bukanlah mati secara biologis tetapi mati rohani, yaitu terpisah dari Allah yang adalah Sumber Kehidupan dan Kebaikan. Ketika manusia sudah terpisah dari dan bermusuhan dengan Allah yang adalah Sumber Kehidupan dan Kebaikan, maka tidak heran bila takdir manusia adalah kematian dan kejahatan. Tidak mengejutkan bila dunia sekarang ini telah kacau dan tidak bisa diperbaiki melalui pendidikan dan harta semata.

Allah yang mengasihi manusia ternyata memiliki rencana untuk mendamaikan Diri-Nya dengan manusia yang berdosa yaitu dengan mengirimkan dan mengorbankan Anak-Nya yang tunggal. Ketika orang yang lumpuh itu datang kepada Yesus, ia bermaksud untuk mendapatkan kesembuhan fisik. Namun Yesus pertama-tama memberikan kepadanya suatu hal yang paling dibutuhkan setiap manusia yaitu PENGAMPUNAN DOSA. Ketika manusia sudah diperdamaikan dengan Allah, ia kembali menjalin relasi dengan Sumber Kehidupan dan Kebaikan itu. Saat relasinya sudah kembali pulih dengan Allah, segala permasalahan akan selesai satu per satu. Pada akhirnya, ketika Allah telah selesai menghakimi dunia, Allah akan memberikan langit dan bumi yang baru dimana tidak ada lagi kematian dan kejahatan. Sudahkah kita mengerti kengerian dosa, meminta pengampunan-Nya, dan berjanji hidup kudus bagi-Nya?

 

[1] Stephen Tong, Pemuda dan Krisis Zaman (Jakarta, Momentum).