Katekismus Heidelberg P15 –Pentingnya Dua Natur dalam Penebusan

Renungan harian

15 Maret 2021

Katekismus Heidelberg

P15 –Pentingnya Dua Natur dalam Penebusan

Pert. Jadi, Pengantara dan Penebus yang bagaimana yang perlu kita cari?

Jaw. Seorang Pengantara dan Penebus yang adalah manusia sejati (a) dan benar (b), tetapi yang kekuatan-Nya melebihi segala makhluk, artinya yang juga Allah yang sejati (c).

(a) Ibr 2:14. (b) Yoh 8:46. (c) Yoh 1:1.

Pengantara dan Penebus kita haruslah manusia sejati serta Allah sejati. Ini karena manusia yang bersalah harus ditanggung oleh manusia pula. Namun murka Allah yang kekal dan begitu besar tidak mungkin ditanggung oleh manusia semata. Jadi Pengantara dan Penebus kita haruslah manusia serta melebihi manusia pada saat yang sama. Ia haruslah manusia dan Allah. Ciptaan semata tidak mungkin melakukan ini.

Para nabi dalam Perjanjian Lama, sehebat apapun mereka, tetap harus menyatakan bahwa keselamatan datang bukan dari diri mereka sendiri. Musa yang mukanya bercahaya pun bukanlah Sang Juruselamat itu sendiri. Elia yang mengalahkan ratusan nabi Baal juga bukan. Para rasul dalam Perjanjian Baru yang bisa mengadakan berbagai mukjizat juga bukan memberitakan diri mereka sendiri sebagai Juruselamat, karena mereka hanyalah ciptaan.

Katekismus Heidelberg P14 – Pelunasan Hutang Dosa dan Ketidak-berdayaan Ciptaan

Renungan harian

8 Maret 2021

Katekismus Heidelberg

P14 – Pelunasan Hutang Dosa dan Ketidak-berdayaan Ciptaan

Pert. Mungkinkah ditemukan suatu makhluk semata, yang dapat melaksanakan pelunasan bagi kita?

Jaw. Tidak mungkin. Pertama, Allah tidak mau menjatuhkan hukuman terhadap makhluk lain karena kesalahan yang diperbuat manusia (a). Kedua, tidak ada makhluk semata yang sanggup menanggung beban murka Allah yang kekal atas dosa dan membebaskan makhluk-makhluk lain darinya (b).

(a) Yeh 18:4b. (b) Maz 49:8-9.

Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, seluruh ciptaan di dunia menjadi rusak. Ini karena manusia adalah mahkota ciptaan yang menjadi perwakilan bagi seluruh ciptaan di dunia. Kesalahan manusia tidak dapat ditebus atau ditimpakan kepada ciptaan lain, selain manusia. Maka dari itu, manusialah yang harus menanggung hutang dosa manusia.

Kendati demikian, murka Allah yang kekal itu begitu besar sehingga tidak ada ciptaan yang dapat menanggungnya. Jadi, pribadi yang menanggungnya haruslah manusia serta melebihi manusia pada saat yang sama. Ini berarti manusia membutuhkan pribadi yang melebihi manusia untuk menyelamatkannya. Malaikat tidak dapat melakukan ini karena ia juga adalah ciptaan.

Katekismus Heidelberg P13 – Pelunasan Hutang Dosa dan Ketidak-berdayaan Manusia

Renungan harian

1 Maret 2021

Katekismus Heidelberg

P13 – Pelunasan Hutang Dosa dan Ketidak-berdayaan Manusia

Pert. Dapatkah kita melaksanakan pelunasan dengan berupaya sendiri?

Jaw. Sama sekali tidak. Bahkan, tiap-tiap hari kita menambah hutang kita (a).

(a) Maz 130:3.

Manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Keinginan hatinya adalah kejahatan semata-mata, bahkan dari masa mudanya (Kejadian 8:21). Tidak ada satu manusia pun yang mencari Allah dan berbuat baik (Mazmur 14:2-3). Inilah penilaian Alkitab terhadap semua manusia. Jadi alih-alih melunaskan hutang dosa itu, manusia malah terus menerus menambah hutang dosa dalam hidupnya. Semakin lama manusia hidup, semakin banyak pula dosa yang dilakukannya.

Maka dari itu pelunasan hutang dosa harus diupayakan oleh pihak lain selain manusia berdosa. Mazmur 130:8 memberikan kita petunjuk bahwa Allah-lah yang bertindak untuk melunaskan hutang dosa umat-Nya: Dialah yang akan membebaskan Israel dari segala kesalahannya.

Katekismus Heidelberg P12 – Cara untuk Luput dari Hukuman Allah

Renungan harian

22 Februari 2021

Katekismus Heidelberg

P12 – Cara untuk Luput dari Hukuman Allah

Pert. Menurut hukuman Allah yang adil itu kita patut mendapat hukuman di dunia ini dan di akhirat. Maka adakah cara kita dapat luput dari hukuman itu dan beroleh kembali anugerah Allah?

Jaw. Allah menghendaki, supaya tuntutan-tuntutan keadilan-Nya dipenuhi (a). Oleh sebab itu, kita wajib melaksanakan pelunasan sepenuhnya, apakah dengan berupaya sendiri atau oleh upaya pihak lain (b).

(a) Mat 5:26. (b) Rom 8:4.

Allah yang adil tidak menutup jalan bagi manusia berdosa. Ketika manusia bisa melakukan pelunasan penuh, ia bisa luput dari hukuman Allah. Pelunasan itu bisa dilakukan oleh dirinya sendiri atau orang lain.

Salah satu gambaran Alkitab tentang dosa adalah ‘hutang’. Matius 18:24 menyatakan bahwa kita adalah seperti hamba yang berhutang 10 ribu talenta. Nominal hutang itu dalam konteks masa kini bernilai paling sedikit 12 juta Dolar Amerika (Rp. 168.000.000.000,- jika 1 USD = Rp. 14.000,-). Bagi seorang hamba, hutang ini tidak mungkin bisa dilunaskan dengan hasil pekerjaannya sendiri dalam masa hidupnya. Kita pun berada di posisi yang sama. Suka ataupun tidak, kita membutuhkan upaya pihak lain agar hutang dosa kita dapat dilunaskan

Katekismus Heidelberg P11 – Kasih dan Keadilan Allah

Renungan harian

15 Februari 2021

Katekismus Heidelberg

P11 – Kasih dan Keadilan Allah

Pert. Bukankah Allah juga penyayang?

Jaw. Sungguh Allah itu penyayang (a), tetapi Dia juga adil (b). Oleh sebab itu, keadilan-Nya menuntut supaya dosa yang diperbuat terhadap Kemuliaan Allah yang Tertinggi itu dihukum dengan hukuman yang tertinggi juga, yaitu hukuman yang kekal atas tubuh dan jiwa.

(a) Kel 34:6. (b) Nah 1:2-3.

Banyak orang Kristen sulit menerima ketika dikatakan bahwa Allah, yang adalah kasih, menyatakan hukuman kepada semua manusia berdosa. Alkitab di sisi lain juga menyatakan bahwa Allah itu adil. Kasih dan keadilan-Nya itu tidak bertentangan. Allah mencintai keadilan. Kasih-Nya bukanlah kasih tanpa keadilan. Kasih-Nya tidak meniadakan keadilan. Allah mengasihi diri-Nya sendiri lebih daripada manusia. Ia tidak mau kesucian-Nya dipermainkan oleh manusia berdosa.

Di dalam keadilan-Nya, Allah menghukum manusia berdosa. Hukuman yang diberikan-Nya adalah hukuman kekal karena manusia melakukan perlawanan terhadap Allah, otoritas yang tertinggi di surga maupun bumi. Jadi hukuman kekal itu sepenuhnya adil, tidak berlebihan. Hukuman itu diberikan bukan hanya berdasarkan ‘apa’ pelanggaran manusia tetapi juga berdasarkan terhadap ‘siapa’ pelanggaran itu dilakukan.