MUSA – PENGANTIN DARAH (Pdt. Tumpal H. Hutahaean, M.Th.)

Hari ini kita akan membahas Firman Tuhan dengan satu tema yang hanya sekali tercatat di dalam Alkitab yaitu ‘pengantin darah.’ Istilah ini ada dan dinyatakan oleh Zipora. Dalam bagian inilah kita akan mengerti mengapa Tuhan marah dan mengapa Tuhan ingin membunuh Musa. Kita juga akan membahas mengapa Tuhan seperti tidak memberikan waktu lagi dan mengapa Tuhan harus mengambil tindakan yang langsung. Zipora peka akan hal ini dan ia bertindak sendiri. Musa sendiri pada waktu itu tidak peka bahwa Tuhan di dalam pertemuan itu ingin membunuh dia. Mari kita membaca Keluaran 4:25-26.

PENDAHULUAN

Pernakah kita lalai sebagai orang tua dalam menjalankan tanggung jawab kita terhadap anak-anak berkaitan dengan perintah Tuhan? Dalam bagian ini kita bisa melihat kelalaian Musa. Musa sudah mengerti bahwa di dalam perintah Tuhan kepada Abraham ada tertulis bahwa anak berumur 8 hari harus disunat. Di dalam bagian ini kita melihat ada kelalaian dalam suatu hal yang kecil yang bisa berakibat fatal. Jadi di sini kita tidak boleh menyepelekan perintah-perintah Tuhan. Kita tidak boleh menganggap firman Tuhan sebagai hal yang tidak penting. Ketika kita diminta untuk membaca Alkitab setiap hari, mungkin itu kelihatannya sepele tetapi itu sesungguhnya penting di mata Tuhan. Hal yang kelihatannya mudah seperti berdoa justru kadang-kadang kita tidak lakukan, padahal di mata Tuhan itulah sesuatu yang penting.

Mengapa Tuhan ingin membunuh Musa? (band, Kej 17:7-14) Abraham diminta oleh Tuhan agar setiap anak laki-laki di dalam rumahnya, termasuk setiap anak laki-laki dari budak yang lahir di rumahnya harus disunat. Jikalau tidak disunat maka dikatakan konsekuensinya adalah kematian (ay. 14). Mengapa hal ini dianggap penting? Bukan metode sunat yang dianggap paling penting. Sunat mengandung nilai substansi iman orang percaya. Orang tua membawa anak laki-lakinya dan mempersembahkannya sebagai anak perjanjian bagi Tuhan. Ini bersifat tanda. Jadi ini adalah tanda perjanjian bahwa anak-anak yang diserahkan kepada Tuhan akan dididik secara iman, bukan hanya dibesarkan secara lahiriah saja.

Apakah Musa tahu bahwa kovenan antara Tuhan dengan Abraham itu mutlak penting? Ya, Musa tahu. Mengapa ia tidak segera untuk menyunat anaknya? Alkitab mencatat bahwa ketika Musa berumur 40 tahun, dengan iman dia menolak disebut sebagai putra dari kerajaan Firaun. Dengan iman dia memutuskan bahwa dia lebih baik pergi ke Midian. Kita tahu bahwa setelah itu dia bertemu dengan keluarga Yitro dan anak-anaknya. Akhirnya dia menikah dengan Zipora dan dia mendapatkan 2 anak. Ia hidup di sana selama 40 tahun dan Tuhan baru ingin membunuh Musa ketika ia memasuki umur yang ke-80 tahun lebih. Pada saat itu kita tahu bahwa Musa telah lalai cukup lama. Musa memang disebutkan sebagai orang yang paling lembut hatinya. Musa dapat dinilai sebagai seorang laki-laki yang memiliki kepekaan terhadap Tuhan, tetapi justru di dalam bagian ini kita tahu bahwa dalam proses pembentukannya Musa bukan orang yang peka. Dia lembut hatinya maka dia tidak mau ribut. Dia lembut hatinya maka dia tidak mau mendesak. Maka di sini ada sisi baiknya dan juga ada sisi yang tidak baik, yang mengakibatkan kemarahan Tuhan.

Mengapa Musa lalai dalam menjalankan penyunatan terhadap Gersom? Dan mengapa Zipora yang melakukan penyunatan ini? Siapa yang terancam? Gersom dan Musa itu sendiri. Kita akan membahas lebih dalam mengenai hal ini.

 

PEMBAHASAN

Mengapa Allah mau membunuh Musa? Musa adalah hamba Allah yang diutus untuk memerdekakan orang-orang Israel, membawa mereka keluar dari tanah Mesir, dan memimpin mereka ke tanah Kanaan. Namun ada satu hal yang kurang dari Musa, yaitu ia melupakan ketaatan sebagai orang tua dalam menyunat anaknya yaitu Gersom. Tuhan sebelumnya berkali-kali memperingatkan Musa untuk menyunat anaknya pada hari yang kedelapan seperti perintah Tuhan kepada Abraham. Namun Musa pada akhirnya tidak menjalankan perintah ini. Di dalam bagian ini mungkin kita bisa bertanya: bukankah Musa sedang diutus oleh Allah untuk pergi ke Mesir? Apakah misi Tuhan bisa gagal? Kita percaya bahwa misi Tuhan tidak pernah tergantung oleh kehidupan manusia. Di dalam bagian ini Allah ingin Musa menjadi pemimpin dan menjadi teladan di dalam ketaatan yang sempurna. Tuhan mau Musa menjadi contoh yang baik untuk generasi berikutnya. Di sini kita bisa mengerti mengapa ini dianggap penting oleh Tuhan.

Sunat adalah tanda Perjanjian antara Tuhan dengan Abraham sebagai tanda perjanjian iman. Konsekuensinya adalah jika anak laki-laki tidak disunat maka hukumannya adalah kematian (Kej 17:7-14). Bukan jumlah anaklah yang paling penting, tetapi seberapa berkualitas anak kita. Orang Kristen yang menikah bisa punya anak tetapi kualitas anak itu lebih penting daripada jumlah anak itu sendiri. Tuhan menganugerahkan jumlah anak kepada orang-orang percaya dan kualitas anak-anak itu dibangun oleh iman orang tua itu sendiri. Jadi jangan berpikir bahwa dalam pernikahan tidak perlu iman. Pada waktu sudah akan menikah itupun perlu iman. Banyak di antara kita lupa akan bagian ini. Tuhan mengingatkan kepada Musa bahwa anak bukanlah sekadar buah cinta tetapi anak adalah buah iman. Ketika anak-anak itu lahir, orang tua harus bisa memutuskan dengan iman mau dibawa kemana hidup mereka. Ketika anak-anak itu lahir, orang tua harus mendidik dan membesarkan agar anak-anak itu bisa meraih masa depan untuk memuliakan Allah. Di sinilah tanda perjanjian iman itu dapat dilihat sebagai tanda penyertaan Tuhan. Jikalau anak itu disunat maka anak itu menjadi anak perjanjian.

Jadi di sini kita sadar bahwa dalam mendidik anak, orang tua hanya bisa melakukan apa yang dia bisa karena bagaimanapun anak juga mempunyai lingkungannya sendiri, anak punya budayanya sendiri, anak punya zamannya sendiri, dan orang tua tidak akan sanggup menjadi polisi yang bisa menjaga anak-anak selama 24 jam dalam sehari. Tetapi kita percaya bahwa ada Tuhan, ada Pemilik dari anak itu yaitu Tuhan Yesus Kristus. Jadi di dalam bagian ini sunat pada hari kedelapan bukanlah hal yang sepele. Di dalam Perjanjian Baru memang tidak lagi dipentingkan sunat pada hari yang kedelapan tetapi diganti menjadi baptis bayi. Keduanya bernilai sama, substansinya sama. Jadi sunat tidak menyelamatkan, baptis bayi tidak menyelamatkan tetapi substansinya sama yaitu soal iman orang tua. Orang tua dengan iman menyerahkan anak-anaknya dan dipercayakan kepada Tuhan untuk hidup bagi Tuhan. Apa konsekuensinya jika melanggar perintah ini? Konsekuensinya adalah kematian. Jadi di dalam bagian ini sebetulnya kita mengerti bahwa seharusnya Gersom dan Eliezer dihukum mati. Tuhan menanti dengan sabar karena sampai umur 80 tahun lebih Musa tidak melaksanakan perintah sunat. Ia akan menjadi pemimpin bangsa Israel tetapi ternyata belum melakukan penyucian bagi keluarga itu. Sebetulnya Tuhan sudah panjang sabar. Di sinilah kita mengerti bahwa Tuhan menunggu Musa yang tidak peka. Musa pergi ke Mesir dan Tuhan mau bertemu dengannya untuk membunuhnya. Zipora pada saat itu peka sekali terhadap semuanya ini dan ia bertindak.

Mengapa Musa lalai menjalankan perintah sunat ini? Bukankah perintah ini sangat penting? Di dalam sebuah tafsiran dikatakan bahwa Zipora sebagai orang Midian tidak terbiasa melihat anak-anak kecil disunat dan menjerit kesakitan. Dia tidak terbiasa melihat anak-anak kecil berumur 8 hari disunat maka dia tidak tega. Di dalam bagian ini perasaan tidak tega bisa membuat kita kompromi. Ternyata di dalam ilmu kedokteran dinyatakan bahwa pembekuan darah yang terbaik untuk menyembuhkan luka pada bayi adalah pada hari kedelapan. Maka dari penelitian di seluruh dunia, banyak orang mengakui apa yang dikatakan oleh Tuhan mengenai perintah penyunatan pada hari yang kedelapan. Zipora sebagai orang Midian tidak terbiasa dalam bagian ini. Zipora menolak sunat terhadap bayi. Mungkin karena ia tidak tega. Musa juga tidak berani untuk memaksanya dan membiarkan hal ini bertahuntahun. Ketika Musa diutus ke Mesir, ternyata pengutusan itu mengandung satu tuntutan ketaatan dan tanggung jawab. Dari tuntutan itu ternyata ada sesuatu yang Musa lupakan yaitu soal penyunatan. Di dalam peristiwa ini, nyawa siapa yang sebenarnya terancam? Musa atau Gersom? Pasti kita setuju berdasarkan Kejadian 17 seharusnya yang dibunuh adalah Gersom. Musa adalah pemimpin dan Musa dipersiapkan oleh Tuhan untuk menjadi orang yang sungguh-sungguh siap memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju ke tanah Kanaan. Seorang pemimpin dituntut untuk sempurna di dalam memimpin keluarganya.

Di dalam surat Timotius dikatakan bahwa orang yang mau melayani Tuhan harus menjadi contoh yaitu kepala keluarga yang bisa mengatur keluarganya. Ia harus menjadi kepala keluarga yang memiliki nama yang baik di masyarakat. Di dalam bagian ini, Tuhan menilai Musa belum menjadi contoh yang baik dalam hal mengelola keluarga. Maka Tuhan menjadi marah dan Tuhan mau membunuh Musa. Musa tidak peka saat itu, justru istrinyalah yang peka. Di sinilah Zipora menjadi istri yang baik karena dia peka terhadap pertemuan itu. Dia punya satu kepekaan dan dia tahu bahwa ada sesuatu yang belum dijalankan yaitu perintah sunat. Dia mengasihi Musa dan mengasihi anak-anaknya dan di saat itulah kita tahu bahwa dia melakukan penyunatan itu. Dari mana Zipora tahu tentang cara penyunatan dengan baik? Pasti dia belajar dari dan bertanya kepada Musa. Pada saat itu Gersom tidak dinyatakan berapa umurnya, tetapi jikalau kita melihat periode waktu dari Musa sampai di padang belantara dan menjadi gembala kambing dan domba serta menikah dengan Zipora selama 40 Tahun lebih, maka kita dapat mengetahui bahwa pada saat itu Gersom sudah dewasa. Pada saat itu dikatakan bahwa Zipora langsung menyunat tanpa ada diskusi dengan Musa dan tanpa ada diskusi dengan Gersom. Ini menunjukkan kepada kita bahwa ini adalah detik-detik yang genting.

Setelah itulah kita melihat istilah yang disebut oleh Zipora yaitu ‘pengantin darah.’ Setelah dia menyunat Gersom, kulitnya dibuat menyentuh kaki Musa dan ia menyebut “sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku” (ay. 25). Beberapa penafsir melihat istilah ‘pengantin darah’ ini sebagai istilah kepemilikan melalui nilai pengorbanan. Di dalam eskatologi kita mempelajari bahwa semua orang percaya akan bertemu tatap muka dengan Tuhan Yesus. Ketika pertemuan itu dicapai, kita akan disebut sebagai mempelai wanita dan Yesus akan disebut sebagai mempelai laki-laki. Di dalam bagian inilah kita mengerti bahwa pengantin darah punya satu nilai posesif, satu nilai kepemilikan melalui nilai pengorbanan. Ini mengingatkan kepada kita bahwa ketika anak kecil berumur delapan hari disunat, ada darah yang tercurah. Dan darah itu mengingatkan akan satu kepemilikan di dalam nilai perjanjian antara orang tua dengan Allah Yahweh. Pada baptisan tidak ada darah lagi yang dicurahkan tetapi substansinya tetap sama dengan sunat. Anak bayi dibawa oleh orang tua dan dibaptis dalam Nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Anak itu menjadi milik Allah karena yang berkorban dalam Perjanjian Baru adalah Tuhan Yesus Kristus. Di sini menunjukkan kepada kita bahwa Zipora belajar tentang nilai teologi. Dia belajar tentang konsep biji mata Tuhan yang artinya dekat dengan Tuhan. Israel disebut sebagai anggur di dalam Perjanjian Lama. Anggur di dalam konteks Perjanjian Lama adalah sesuatu yang dekat, yang menjadi milik Tuhan, masuk ke dalam bagian Tuhan. Jadi ini bukan tanda sukacita saja tetapi sesuatu yang dekat yang menjadi milik Tuhan.

Siapa yang disebut “pengantin darah”? Yang disebut sebagai pengantin darah adalah Musa. Ada yang menafsir bahwa pengantin darah itu adalah Zipora karena Musa akan dibuat menjadi pemimpin yang besar. Dengan demikian maka pernikahannya harus dikuduskan, pernikahannya harus sah, bukan melalui Yitro tetapi melalui darah. Tetapi sebenarnya tetap istilah itu ditujukan kepada Musa. Bagaimana Zipora tahu bahwa Allah hendak membunuh Musa? Kepekaan Zipora tidak dicatat dengan jelas. Apakah dia bisa melihat Tuhan? Jawabannya tidak bisa karena Allah itu Roh adanya. Allah itu suci, tetapi bagaimana dia bisa peka? Ini adalah sesuatu yang luar biasa. Seorang istri selalu punya kepekaan yang dimensinya ada di atas para suami dan kepekaan itu tidak bisa dirasionalkan. Di dalam bagian inilah kita tahu bahwa Zipora punya kepekaan, sedangkan Musa tidak peka dan Musa pun tidak tahu bahwa Zipora melakukan penyunatan. Bagaimana Zipora tahu tentang cara menyunat dengan benar? Kita tahu pasti bahwa dia sudah belajar dalam pertolongan Tuhan, maka semuanya bisa terjadi.

 

Apa yang dapat kita pelajari dari cerita ini?

Sunat secara lahiriah di Perjanjian Lama tidak berlaku lagi. Di Perjanjian Baru diganti dengan sunat secara rohani yaitu dibaptis dalam Yesus Kristus (Kol 2:11-13). Pada waktu Perjanjian Lama mengatakan bahwa pada hari kedelapan anak harus disunat, kita di dalam Perjanjian Baru mengizinkan adanya baptisan anak. Ini substansinya sama. Kita bisa menjadi milik Tuhan ketika kita melalui kelahiran baru karena di dalam kelahiran baru itulah kita boleh sungguh bersatu dengan Kristus dan kita bisa mengalami baptisan di dalam Yesus Kristus. Dalam penyunatan pada hari kedelapan dan pembaptisan pada waktu masih bayi, orang tua beriman bahwa anak ini akan dididik secara rohani. Orang tua berharap agar ketika anak ini sudah dewasa, dia menjadi orang yang lahir baru dan dia mengalami baptisan secara pribadi karena dipercayakan kepada Yesus, Sang Juruselamat. Baptisan ini sangat penting dan tidak boleh dianggap remeh karena ini menyangkut masalah perjanjian iman antara Tuhan dengan kita sebagai orang tua. Bagaimana dengan orang Kristen yang belum dibaptis? Mereka harus segera dibaptis. Apakah benar bahwa baptisan itu menyelamatkan? Tidak, tetapi baptisan itu merupakan konfirmasi dari kita yang berkomitmen di hadapan Allah Tritunggal dan jemaat-Nya. Kita mau sungguh-sungguh menjadi anak-anak Tuhan yang taat di dalam bergereja, membaca Alkitab, di dalam penginjilan, dan lain-lain serta siap menjadi anggota tubuh Kristus di dalam ikatan gereja yang kelihatan.

Bagaimana dengan baptisan bayi? Ini penting karena menyangkut iman orang tua dalam mendidik anak secara iman dan tanggung jawab. Ada banyak orang tua Kristen yang melihat anak sebagai buah cinta saja. Mereka tidak pernah berpikir bahwa anak itu adalah buah iman dari suami dan istri. Alkitab menyatakan bahwa dua orang yang disatukan oleh Tuhan harus satu imannya. Berdasarkan 2 Korintus 6, Alkitab menyatakan bahwa dua orang ini tidak boleh berbeda imannya, tidak boleh berbeda kepercayaannya. Mereka tidak boleh berbeda arah. Ini tidak lain mengajarkan bahwa mereka harus beriman kepada Allah Tritunggal. Mereka harus percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang menyucikan, melengkapi, dan memakai diri mereka sebagai anak-anak-Nya. Bagian ini tidak boleh dikompromikan. Suami dan istri dipersatukan dalam nama Allah Tritunggal. Mereka bukan lagi dua melainkan satu dan Allah yang menyatukan mereka. Maka ketika kita punya anak di dalam kualitas, iman itulah yang perlu kita hadirkan kepada anak anak kita supaya anak-anak kita kelak menjadi dewasa secara iman, mental, dan karakter yang serupa dengan Kristus.

Jangan kita menganggap kemarahan Allah terhadap Musa sebagai peristiwa yang remeh. Maka kita jangan sampai menganggap baptisan sebagai hal yang tidak penting. Kita tidak boleh menganggap pembacaan Alkitab, berdoa, dan menyatakan Firman Tuhan sebagai hal yang tidak penting. Jika engkau mendapatkan kemarahan Tuhan karena melalaikan hal-hal ini maka engkau tidak boleh menyalahkan Tuhan. Engkau seharusnya menyalahkan dirimu sendiri yang meremehkan perintah Tuhan. Di dalam bagian ini kita harus belajar bahwa perintah Tuhan itu penting.

Mari kita belajar menjadi pemimpin yang menjadi contoh untuk generasi di depan kita. Musa menjadi pemimpin bangsa Israel dan ternyata ia juga dituntut oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin secara rohani. Dia harus terus menerus bergantung kepada Tuhan dan bukan hanya mengandalkan kemampuan berorganisasi atau ilmu kepemimpinan. Dia disertai dan diberikan kuasa oleh Tuhan dalam menjalankan panggilannya karena tanpa itu dia tidak mungkin berhasil. Kita tahu bahwa ada orang-orang yang tidak pernah belajar sampai ke luar negeri namun sukses dalam membangun usaha dari nol. Banyak orang yang berpendidikan tinggi yang bekerja untuk orang-orang yang tidak sekolah. Maka di dalam hidup ini kita baru tahu bahwa sekolah yang paling penting bukanlah hanya akademis tetapi sekolah yang paling penting adalah sekolah ketaatan kepada Tuhan. Kadang kita melupakan hal ini. Kita tidak boleh hanya melihat fenomena tetapi kita harus terus meminta penyertaan Tuhan. Di dalam bagian inilah kita harus sadar bahwa menjadi pemimpin organisasi itu bisa dilatih tetapi menjadi pemimpin rohani itu membutuhkan pelatihan langsung dari Tuhan. Musa dituntut oleh Tuhan agar menjadi orang yang begitu sempurna di dalam ketaatan kepada Tuhan kerena dia akan dijadikan pemimpin dan teladan.

Pengantin darah menunjukkan kepemilikan dengan adanya pengorbanan dan Yesus Kristus. Dia adalah pemilik atas seluruh hidupmu karena Dia sudah lahir dan Dia sudah menyatakan karunia-Nya. Dia sudah mati dan bangkit dan kita sudah ditebus oleh darah-Nya. Semua sudah lunas dibayar dan Dia adalah milik kita. Jadi jangan sampai kita menganggap bahwa diri kita adalah milik kita sendiri. Kita harus melihat bahwa diri kita adalah milik Kristus dan harus dikembalikan kepada Kristus. Jadi jangan beranggapan bahwa anakmu itu adalah milikmu. Anak kita hanyalah titipan dari Tuhan. Dengan kesadaran ini kita tidak akan terjebak dan kita tidak akan terjatuh karena urusan punya anak. Ada waktu dimana kita mengerjakan apa yang kita bisa dan ada waktu dimana Tuhan bertindak untuk kita. Tuhan memberkati.