We Worship and Adore You

Kami menyembah dan memuja-Mu

Lirik dan musik: Anonim

Menyembah Allah berarti secara terbuka menyatakan betapa berharganya Allah, kuasa-Nya yang dahsyat, dan belas kasihan-Nya yang murah hati. Ketika kita “menyembah dan memuja,” kita mengatakan kepada Allah bahwa Dia adalah yang pertama dalam kehidupan kita, Dia adalah yang tertinggi dalam penilaian kita dan komitmen kita, Dia adalah tujuan utama dari kasih dan pengabdian kita. Semua hal lain dalam kehidupan — orang, harta, dan tujuan — dianggap kurang penting dibanding kemuliaan dan pemujaan Allah. Ini adalah tanggapan yang pasti terhadap perintah, “kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap pikiranmu” (Matius 22:37), di mana Yesus menegaskan nasihat kuno dari Ulangan 6:5.

Selama berabad-abad ketika umat Allah menyadari pentingnya ibadah sejati, mereka memperlihatkan rasa hormat kepada Sang Pribadi Kekal dengan membungkuk secara fisik. Kepala tertunduk, lutut yang bertelut adalah tanda terlihat bahwa jiwa yang rendah hati dan penuh sesal mengalami kekhidmatan dan kekaguman di hadirat Allah. Selain itu, tanda yang dapat didengar dari pemujaan kita adalah nyanyian pujian sewaktu kita melafalkan sifat-sifat dan pekerjaan Allah serta berikrar untuk taat kepada tujuan-Nya.

Terdengar suara Haleuya lagi. Kata sukacita dan kemenangan akhir ini tidak dapat dinyanyikan terlalu sering ketika itu mencerminkan hati yang berkomitmen kepada Allah. Dipahami dengan benar, lagu sederhana yang singkat ini termasuk dalam ibadah bersama dan hendaknya membantu kita berfokus pada keajaiban keselamatan kita. Lagu ini dapat dinyanyikan setelah doa pujian pembuka, dimulai dengan tenang pada awalnya dan kemudian meningkat dalam semangat dan volume.

Menanggapi Pujian dan Kritik dengan Tepat

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku “Ajarlah Kami Bertumbuh” (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 10.

Ada banyak pelayan Tuhan yang terjebak dalam pujian, lalu menjadi lupa diri, dan akhirnya Tuhan tidak lagi berkenan memakai mereka. Orang yang tenggelam dalam pujian juga akan tenggelam dalam kritik. Pujian dan kritik adalah dua sisi yang berbeda dari satu keping koin. Sebaliknya, orang yang bisa menerima pujian dan mengembalikannya kepada Tuhan, juga mampu menerima kritik untuk mengintrospeksi diri. Paulus mengalami keduanya – selain ada yang memuji dan mengagumi, pasti ada juga yang mengkritik. Bernard of Clairvaux, seorang penulis spiritual dari Abad Pertengahan, dalam salah satu suratnya kepada seorang muridnya yang suka memuji dia, menyatakan kegelisahannya karena ia sadar bahwa berdasarkan naturnya yang lemah, manusia begitu rentan terhadap pujian. Paulus menerapkan perkataan yang keras pada dirinya sendiri; ia menyatakan bahwa ia tidak disalibkan bagi jemaat Korintus, dan bahwa mereka juga tidak dibaptis dalam namanya. Dengan bersikap seperti ini Paulus memelihara diri dari kejatuhan yang tidak perlu.

Bermegah di dalam Tuhan

“Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (2 Korintus 10:17)

 

Manusia berdosa cenderung untuk memegahkan diri sendiri. Ada yang bermegah karena kekuatan tubuhnya, jabatannya, atau hartanya. Ada pula yang memegahkan diri karena pencapaian-pencapaian di dalam hidupnya. Namun Rasul Paulus telah memberikan pesan bagi orang-orang ini: bermegahlah di dalam Tuhan dan bukan diri sendiri. Ada beberapa poin kebenaran yang kita dapat renungkan bersama.

 

Continue reading “Bermegah di dalam Tuhan”