Bermegah di dalam Tuhan

“Tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (2 Korintus 10:17)

 

Manusia berdosa cenderung untuk memegahkan diri sendiri. Ada yang bermegah karena kekuatan tubuhnya, jabatannya, atau hartanya. Ada pula yang memegahkan diri karena pencapaian-pencapaian di dalam hidupnya. Namun Rasul Paulus telah memberikan pesan bagi orang-orang ini: bermegahlah di dalam Tuhan dan bukan diri sendiri. Ada beberapa poin kebenaran yang kita dapat renungkan bersama.

 

Setiap orang ingin dihargai

Setiap orang pasti mencari sesuatu yang bisa membuat dirinya merasa berharga. Tidak ada seorangpun (yang waras) yang tidak ingin dihargai oleh orang lain. Setiap orang ingin diakui dan senang jika mendapat pujian. Setiap orang ingin memiliki self-worth yang tinggi atau ingin dianggap sangat berharga di mata orang lain bahkan dari sejak kecil. Anak kecil senang diperhatikan dan senang apabila dipuji. Anak kecil juga senang memamerkan apa yang telah dibuatnya, misalnya lukisan buatannya. Orang dewasa pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan anak kecil dalam hal ini. Wanita ingin terlihat cantik dan pria ingin terlihat gagah dan suksesĀ di mata orang lain. Tidak mengherankan jika banyak perusahaan dagang memasarkan produknya di media dan memersuasi para calon konsumen dengan menyatakan “produk ini pasti akan menambah self-worth mu.”

 

Dosa merusak citra diri manusia dan konsep citra diri

Adam dan Hawa yang dulu dianggap layak tinggal bersama dengan Tuhan di taman Eden harus mengalami keterasingan karena dosa. Dosa merusak citra diri manusia yang pada mulanya baik di mata Allah. Dosa juga membuat manusia mengerti citra diri secara salah. Manusia berdosa tidak berusaha memperbaiki citra diri di hadapan Allah tetapi berusaha memperbaiki citra diri di hadapan sesama manusia berdosa. Penghargaan yang tertinggi bukan lagi berasal dari Allah tetapi dari sesama manusia berdosa. Tentu saja manusia berdosa akan menilai orang lain dan dirinya sendiri dengan kriteria yang berdosa/salah pula. Ini mengakibatkan manusia berdosa mencari pujian dari manusia lain melalui sarana yang fana seperti kekayaan, kecantikan, pencapaian, dan kesanggupan diri.

Sesungguhnya pujian manusia yang fana melalui sarana yang fana tidak akan menghasilkan kepuasan yang sejati dan kekal. Seiring berjalannya waktu, segala hal yang fana akan membusuk dan pada akhirnya lenyap. Banyak perempuan bermegah atas kecantikannya, namun kecantikannya itu akan pudar ketika ada perempuan yang lebih cantik atau ketika umurnya semakin tua. Pria yang membanggakan kekuatan tubuhnya akan segara kehilangan hal itu ketika umur tua atau penyakit menyerangnya. Segala pencapaian akan berlalu ketika ada pencapaian lain yang lebih besar. Manusia yang ingin terus berkembang akan terus mengejar pencapaian yang lebih baik dan tidak lagi memandang pencapaian yang lebih rendah dari yang sudah ada. Sang Pengkhotbah mengakui bahwa segala pencapaiannya yang besar itu adalah kesia-siaan belaka (Pengkhotbah 2:11). Manusia yang terus mempertahankan konsep citra diri yang berdosa dan berusaha memperbaiki citra diri dengan cara yang salah akan berakhir putus asa.

 

Allah adalah Pencipta yang sanggup memperbaiki citra diri manusia

Jika Allah adalah Pencipta, maka Ia tahu apa yang salah dari manusia berdosa dan Ia tahu bagaimana memperbaikinya. Manusia harus kembali kepada firman-Nya untuk menemukan solusi yang sejati dan kekal. Firman-Nya berkata “tetapi barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” Bagaimana mungkin dengan memegahkan Allah (yang bukan diri saya), seseorang dapat memperbaiki citra dirinya? Bukankah manusia harus memegahkan dirinya sendiri untuk menambah citra dirinya?

Kita harus mengerti bahwa arti dan nilai hidup manusia yang tertinggi hanya bisa ditemukan di dalam Allah yang mahabesar dan kekal. Manusia yang terbatas, fana, dan terpolusi oleh dosa tidak mungkin dapat memberikan nilai bagi dirinya sendiri. Seseorang yang ingin memuaskan self-worth orang lain ibarat ember bocor yang mencoba mengisi ember bocor lainnya. Manusia harus datang kepada Sumber nilai itu untuk dapat dipulihkan citra dirinya. Yesus datang untuk mengangkat manusia yang percaya kepada-Nya. Ketika seorang percaya memegahkan Tuhan di dalam hidupnya berarti ia telah memenuhi panggilannya dan mendapatkan arti hidup yang sesungguhnya. Orang tersebut tidak lagi memerlukan pujian dari manusia karena ia telah mendapatkan pujian yang kekal dan bernilai maksimal dari Allah. Jika kita merasa senang dengan pujian dari ketua RT, maka kita akan merasa lebih senang ketika mendapat pujian dari kepala negara. Kesenangan dan citra diri yang tertinggi didapatkan ketika Raja di atas segala raja memberikan pujian kepada kita. Marilah kita hidup mencari pujian Allah dan bukan pujian manusia.