Panggilan dan Kekuatan Pelayanan dari Allah

Kutipan oleh Billy Kristanto dari buku ‘Ajarlah Kami Bertumbuh’ (Surabaya: Momentum, 2011) halaman 2.

“Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus…” (1 Kor. 1:1). Paulus memulai suratnya ini dengan menegaskan panggilan kerasulannya. Ini merupakan prinsip yang penting: panggilan pelayanan kita berasal dari Tuhan dan inilah yang sebenarnya memberikan kekuatan kepada kita dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam pelayanan. Tidak ada pelayanan yang tanpa kesulitan. Pelayanan yang disertai Tuhan pun pasti memiliki banyak kesulitan, baik dari setan, orang lain, bahkan dari diri sendiri. Demikian juga halnya dengan Paulus, dia mengalami kesulitan karena sebagian jemaat Korintus mempertanyakan kerasulannya; mereka tidak percaya bahwa dia adalah seorang rasul sejati. Namun, walaupun tidak dipercaya, Paulus tetap setia melayani jemaat  yang seperti itu. Dari mana Paulus memperoleh kekuatan ini? Kekuatan ini datang dari kejelasan dan keyakinan bahwa ia dipanggil oleh kehendak Allah, karena Allah yang telah menempatkan dia dalam posisi itu; bukan karena beban yang muncul dari dirinya sendiri atau karena ambisi pribadi. Jadi walaupun berat, Paulus tetap menyatakan diri sebagai pelayan Tuhan yang setia. Saat kita sadar bahwa pelayanan yang kita kerjakan adalah pelayanan yang berasal dari kehendak Tuhan, kita akan diberi kekuatan oleh Tuhan untuk melayani dengan setia.

Injil Kemuliaan Kristus

Kutipan oleh John Piper dalam buku “Melihat dan Menikmati Yesus Kristus” (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 6.

Injil Kristen adalah “Injil kemuliaan Kristus” karena tujuan finalnya adalah kita dapat melihat dan menikmati dan menyatakan kemuliaan Kristus. Karena kemuliaan Kristus tidak lain adalah kemuliaan Allah. “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah yang tidak terlihat” (Kolose 1:15). ketika cahaya Injil menyinari hati kita, itu adalah ‘terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus’ (2 Korintus 4:6). Dan ketika kita ‘bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah’ (Roma 5:2), pengharapan itu adalah ‘pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus’ (Titus 2:13). Kemuliaan Kristus adalah kemuliaan Allah.

Kerinduan Terdalam Hati Manusia

Kutipan oleh John Piper dari buku ‘Melihat dan Menikmati Yesus Kristus’ (Surabaya: Momentum, 2013) halaman 4-5.

Kerinduan terdalam hati manusia adalah untuk mengenal dan menikmati kemuliaan Allah. Kita diciptakan untuk ini. “Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung  bumi… yang Kuciptakan untuk kemuliaan-Ku,” sabda Tuhan (Yesaya 43:6-7). Untuk melihatnya, untuk menikmatinya, dan untuk menyatakannya – untuk itulah kita eksis. Rentang alam semesta yang tidak tertelusuri dan terpikirkan merupakan perumpamaan mengenai ‘kekayaan kemuliaan-Nya’ yang tidak pernah habis (Roma 9:23). Mata fisik dimaksudkan untuk berkata kepada mata rohani, “Bukan alam ini, melainkan Pencipta alam ini, yang adalah Kerinduan jiwamu.” Rasul Paulus berkata, “Kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Roma 5:2). Atau bahkan lebih tepatnya, ia berkata bahwa kita sedang “dipersiapkan untuk kemuliaan” (Roma 9:23). Karena inilah kita diciptakan – sehingga Ia “menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda belas kasihan-Nya” (Roma 9:23).

Kerinduan di dalam hati setiap manusia adalah kerinduan untuk ini. Tetapi kita menekannya dan merasa menyertakan Allah di dalam pengetahuan kita adalah hal yang tidak tepat (Roma 1:28). Karena itu seluruh ciptaan sudah jatuh ke dalam kekacauan. Contoh yang paling menonjol mengenai hal ini di Alkitab adalah kekacauan di dalam kehidupan seksual kita. Paulus berkata bahwa menukar kemuliaan Allah untuk hal lain adalah akar penyebab kekacauan homoseksual (dan heteroseksual) dari hubungan kita. “Isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam birahi merkea seorang terhadap yang lain” (Roma 1:26-27). Jika kita menukar kemuliaan Allah untuk hal yang lebih rendah, Ia akan membiarkan kita menghidupi sendiri perumpamaan kebobrokan manusia itu – pertukaran-pertukaran lain yang mencerminkan, di dalam penderitaan kita, kebangkrutan ultimat.

Maksudnya adalah ini: Kita diciptakan untuk mengetahui kemuliaan Allah dan menjadikannya harta kita di atas segalanya; dan ketika kita menukar harta itu dengan berhala, segala sesuatu menjadi kacau. Matahari kemuliaan Allah diciptakan untuk bersinar di tengah tata surya jiwa kita. Dan ketika itu terjadi, semua planet di dalam kehidupan kita berada di orbit yang seharusnya. Tetapi ketika matahari itu diganti, segala sesuatu menjadi terpencar. Kesembuhan jiwa dimulai dengan mengembalikan kemuliaan Allah ke tempatnya yang berkobar-kobar dan maha memesona di pusat kehidupan kita.

Kita semua lapar akan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan diri. Tidak seorang pun pergi ke Grand Canyon untuk meningkatkan harga diri. Mengapa kita pergi? Karena ada kesembuhan yang lebih besar bagi jiwa di dalam melihat keagungan daripada di dalam melihat diri. Dan kalau boleh dikatakan, apa yang lebih menggelikan di dalam alam semesta yang luas dan megah ini daripada seorang manusia, di atas debu bernama bumi ini, yang berdiri di depan cermin dan mencoba mencari signifikansi di dalam citra dirinya sendiri? Sungguh sangat menyedihkan bahwa inilah injil dunia modern.

Hidup yang Dipimpin dan Dikuatkan oleh Roh Kudus

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 68.

Hidup menurut tuntunan Roh berarti menunggu Roh, bertanya apa yang Roh inginkan untuk kita kerjakan, dan ke mana Roh ingin kita pergi. Hal ini memerlukan studi Alkitab setiap hari, karena Roh tidak akan menuntun kita terpisah dari Firman. Semakin baik kita mengenal Alkitab, semakin baik pula kita akan mengetahui seperti apa hidup menurut Roh itu. Diungkapkan secara negatif, hidup menurut tuntunan Roh berarti mendiamkan suara kedagingan, mengalahkan energi untuk bersikap terburu-buru yang timbul dari daging, menahan setiap dorongan sampai terbukti bahwa itu adalah dari Allah. Secara positif, hal ini berarti dipimpin oleh-Nya, mendengarkan-Nya saat Dia menyatakan diri-Nya di dalam Firman-Nya, dan berserah kepada-Nya terus-menerus.

Hidup oleh kekuatan Roh berarti bersandar pada-Nya untuk mendapatkan kekuatan rohani yang diperlukan. Artinya, percaya bahwa Roh dapat memberikan kepada kita kekuatan yang cukup untuk setiap kebutuhan, meminta kekuatan itu di dalam doa kapan pun kita memerlukannya, dan menggunakan kekuatan itu dengan iman di dalam menghadapi permasalahan setiap hari. Satu-satunya cara agar kita dapat hidup oleh kekuatan Roh adalah dengan menjaga hubungan yang konstan dengan-Nya. Perbedaan antara radio yang menggunakan baterai dan radio yang perlu dicolokkan ke sumber listrik adalah bahwa radio yang terakhir ini harus selalu dicolokkan kepada sumber listrik untuk dapat berfungsi. Roh memberikan kita kekuatan, bukan seperti radio baterai, melainkan seperti radio colokan: kita perlu mencolokkan diri kita kepada-Nya setiap saat.

Apa Ciri Orang yang Dipenuhi Roh Kudus?

Kutipan oleh Anthony Hoekema dari buku “Diselamatkan oleh Anugerah” (Surabaya: Momentum, 2010) halaman 65-6.

Apakah bukti dipenuhi dengan Roh? Bukan emosionalisme yang berlebihan atau fenomena yang spektakuler (perhatikan bahwa pada [Efesus 5:18-21] tidak tercatat mengenai berbahasa lidah atau karunia menyembuhkan), sebaliknya, dalam sikap sebagai berikut: (1) menyembah Allah bersama-sama dan dengan demikian saling meneguhkan satu sama lainnya; (2) bermazmur di dalam hati kita untuk Allah – suatu sikap dasar yang penuh sukacita; (3) selalu mengucap syukur kepada Allah untuk segala sesuatu; dan (4) merendahkan diri kita terhadap sesama orang Kristen yang timbul dari rasa takut akan Kristus. John R. W. Stott telah meringkas bukti dipenuhi dengan Roh menurut Efesus 5:18-21 sebagai berikut: ‘Hasil-hasil yang utuh dari kepenuhan dengan Roh sekarang telah dinyatakan dengan gamblang. Dua bentuk utama dari manifestasi kepenuhan ini adalah penyembahan dan persekutuan. Jika kita dipenuhi dengan Roh, kita akan memuji Kristus dan bersyukur kepada Bapa kita, dan kita akan berkata-kata satu sama lain dan saling menundukkan diri. Roh Kudus menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah dan sesama. Di dalam kualitas dan aktivitas rohani inilah, dan bukan di dalam fenomena supernatural, kita harus mencari bukti utama dari kepenuhan dengan Roh Kudus.’